Berburu Karomah di Makam Nyai Kopek, Penyebar Agama Islam di Salatiga
Sabtu, 22 Agustus 2020 - 05:00 WIB
Sejak dipugar pada akhir 2017 lalu, makam Nyai Kopek yang berada di lingkungan Kampung Pancuran, Kelurahan Kutowinangun Lor, Kecamatan Tingkir, Salatiga , Jawa Tengah berubah menjadi destinasi wisata religi. Makam tersebut kerap dikunjungi masyarakat Salatiga dan warga dari daerah lain.
Mereka sengaja datang ke makam tersebut untuk ziarah sekaligus memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagian besar orang yang berziarah menyakini bahwa makam Nyai Kopek merupakan tempat yang mustajab untuk memanjatkan doa. Mereka yakin dengan berdoa di makam tersebut, doanya akan dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. (Baca juga:Gibran Dapat Lawan di Pilwalkot Solo, Ini Penantangnya)
Bahkan tak sedikit orang yang datang ke Makam Nyai Kopek untuk tirakat dan berharap bisa mendapatkan karomah tokoh penyebar agama Islam di Salatiga itu. "Saya sering ziarah ke sini (makam Nyai Kopek). Tempatnya nyaman untuk dzikir dan berdoa," kata Jumari (43) warga Pabelan, Kabupaten Semarang, belum lama ini. (Baca juga: N250 Gatot Kaca Tiba di Yogyakarta, Tempuh Jalan Darat 567 Km)
Dia menuturkan, Nyai Kopek merupakan penyebar agama Islam di Kota Salatiga. Karena itu, dia sering berziarah ke makam Nyai Kopek dan bermunajat kepada Allah SWT di tempat itu. "Saya bermunajat untuk mengharapkan ampunan, keridaan dan hidayah dari Allah SWT. Semoga doa saya dikabulkan," ucapnya.
Pemerhati Sejarah dan Budaya Kota Salatiga, Edi Supangkat menjelaskan bahwa dalam sejarahnya, Nyai Kopek adalah tokoh di Kasunanan Surakarta disaat negeri ini masih dikuasi oleh pemerintah kolonial Belanda. Di kasunanan ketika itu terpecah dua kubu yakni pro kolonial Belanda dan kontra kolonial Belanda.
"Nyai Kopek dan suaminya Ki Sekar Gadung Melati adalah tokoh muslim yang kontra dengan kolonial Belanda. Mereka memilih keluar dari kasunanan dan mengembara menyebarkan ilmu agama Islam di Salatiga," terangnya.
Kala itu, Nyai Kopek melakukan syiar agama Islam di daerah Pancuran dan sekitarnya di Salatiga. Sedangkan suaminya Ki Sekar Gadung Melati mengajarkan agama Islam di wilayah Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang.
"Setelah meninggal Nyai Kopek dimakamkan di Pancuran. Sedangkan suaminya dimakamkan di Desa Sukoharjo, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang," pungkasnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Pancuran Budi Sutrisno (56) mengatakan, Nyai Kopek merupakan leluhur masyarakat Kampung Pancuran. Sosok Nyai Kopek memiliki makna tersendiri dalam kehidupan masyarakat di Pancuran.
"Karena itu, makam leluhur kami ini akan terus kami jaga dan dirawat sebaik mungkin. Dan sekarang kondisi makam Nyai Kopek jauh lebih bagus dari sebelumnya," katanya.
Dia menuturkan, berdasarkan sejarah, Nyai Kopek adalah tokoh penyebar agama Islam di Salatiga dan mendidik warga Pancuran menjadi lebih baik. Dulu Pancuran dikenal dengan kampung preman. "Sekarang kampung ini berubah menjadi religius dan masyarakatnya memiliki jiwa seni yang tinggi," ujarnya.
Mereka sengaja datang ke makam tersebut untuk ziarah sekaligus memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sebagian besar orang yang berziarah menyakini bahwa makam Nyai Kopek merupakan tempat yang mustajab untuk memanjatkan doa. Mereka yakin dengan berdoa di makam tersebut, doanya akan dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. (Baca juga:Gibran Dapat Lawan di Pilwalkot Solo, Ini Penantangnya)
Bahkan tak sedikit orang yang datang ke Makam Nyai Kopek untuk tirakat dan berharap bisa mendapatkan karomah tokoh penyebar agama Islam di Salatiga itu. "Saya sering ziarah ke sini (makam Nyai Kopek). Tempatnya nyaman untuk dzikir dan berdoa," kata Jumari (43) warga Pabelan, Kabupaten Semarang, belum lama ini. (Baca juga: N250 Gatot Kaca Tiba di Yogyakarta, Tempuh Jalan Darat 567 Km)
Dia menuturkan, Nyai Kopek merupakan penyebar agama Islam di Kota Salatiga. Karena itu, dia sering berziarah ke makam Nyai Kopek dan bermunajat kepada Allah SWT di tempat itu. "Saya bermunajat untuk mengharapkan ampunan, keridaan dan hidayah dari Allah SWT. Semoga doa saya dikabulkan," ucapnya.
Pemerhati Sejarah dan Budaya Kota Salatiga, Edi Supangkat menjelaskan bahwa dalam sejarahnya, Nyai Kopek adalah tokoh di Kasunanan Surakarta disaat negeri ini masih dikuasi oleh pemerintah kolonial Belanda. Di kasunanan ketika itu terpecah dua kubu yakni pro kolonial Belanda dan kontra kolonial Belanda.
"Nyai Kopek dan suaminya Ki Sekar Gadung Melati adalah tokoh muslim yang kontra dengan kolonial Belanda. Mereka memilih keluar dari kasunanan dan mengembara menyebarkan ilmu agama Islam di Salatiga," terangnya.
Kala itu, Nyai Kopek melakukan syiar agama Islam di daerah Pancuran dan sekitarnya di Salatiga. Sedangkan suaminya Ki Sekar Gadung Melati mengajarkan agama Islam di wilayah Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang.
"Setelah meninggal Nyai Kopek dimakamkan di Pancuran. Sedangkan suaminya dimakamkan di Desa Sukoharjo, Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang," pungkasnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Pancuran Budi Sutrisno (56) mengatakan, Nyai Kopek merupakan leluhur masyarakat Kampung Pancuran. Sosok Nyai Kopek memiliki makna tersendiri dalam kehidupan masyarakat di Pancuran.
"Karena itu, makam leluhur kami ini akan terus kami jaga dan dirawat sebaik mungkin. Dan sekarang kondisi makam Nyai Kopek jauh lebih bagus dari sebelumnya," katanya.
Dia menuturkan, berdasarkan sejarah, Nyai Kopek adalah tokoh penyebar agama Islam di Salatiga dan mendidik warga Pancuran menjadi lebih baik. Dulu Pancuran dikenal dengan kampung preman. "Sekarang kampung ini berubah menjadi religius dan masyarakatnya memiliki jiwa seni yang tinggi," ujarnya.
(shf)
tulis komentar anda