Kisah Bung Karno Yakinkan Jenderal Soedirman untuk Pulang ke Yogyakarta usai Hadapi Belanda

Rabu, 05 Juni 2024 - 07:39 WIB
Jenderal Soedirman dipeluk Presiden Soekarno saat keduanya bertemu usai agresi militer II Belanda, 1949. Foto/Ist/Arsip Nasional RI
Di tengah semangat kemenangan setelah mengusir Belanda dari Yogyakarta, terdapat satu masalah pelik yang mengganjal: kembalinya Panglima Besar Jenderal Soedirman ke Ibu Kota belum terjadi. Beliau tetap bertahan di markas gerilyanya, meski berbagai upaya bujukan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Kolonel Gatot Soebroto, dan beberapa perwira lainnya telah dilakukan. Bahkan, surat panggilan dari Bung Karno pun belum berhasil membujuknya.

Akhirnya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX memberi tugas kepada Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Menteri Koordinator, untuk menjemput Jenderal Soedirman. Soeharto, meski bukan seorang perwira yang dekat dengan Jenderal Soedirman, menerima tugas tersebut dengan penuh tanggung jawab. Dengan menunggang kuda, Soeharto bersama dr. Irsan dan wartawan Bung Rosihan Anwar menuju Karangmojo, tempat Jenderal Soedirman bersembunyi.

Setibanya di Karangmojo, pertemuan antara Soeharto dan Jenderal Soedirman berlangsung dengan suasana haru. "Bagaimana kamu, Harto?" sapa Jenderal Soedirman singkat namun mengharukan. Soeharto menjawab tegas, "Tentara tetap di belakang Panglima Besar." Kemudian mereka berdiskusi panjang tentang pentingnya kembalinya Jenderal Soedirman ke Yogyakarta.



Jenderal Soedirman awalnya ragu untuk kembali, khawatir dengan persepsi rakyat dan pasukannya yang masih berjuang di luar kota. "Masakan saya meninggalkan mereka dengan masuk ke Yogya," ujarnya penuh pertimbangan. Namun, Soeharto meyakinkannya dengan beberapa alasan kuat: Yogyakarta sudah kembali menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia, dan Jenderal Soedirman harus memimpin konsolidasi perjuangan dari pusat ini. Selain itu, kondisi kesehatan Jenderal Soedirman yang semakin lemah membutuhkan perawatan lebih baik di kota.



Akhirnya, Jenderal Soedirman setuju untuk kembali. Dengan fisik yang lemah, beliau diangkut menggunakan tandu. Di tengah perjalanan menuju Yogyakarta, Jenderal Soedirman memanggil Soeharto dan berkata dengan penuh haru, "Saya percayakan keselamatan negara dan keselamatanku kepadamu, Harto." Dengan suara rendah namun penuh keyakinan, Soeharto menjawab, "Insya Allah, Pak."

Di Piyungan, Jenderal Soedirman bertemu dengan Kepala Stafnya, Pak Simatupang, yang telah menyiapkan kendaraan dan pakaian kebesaran. Namun, Jenderal Soedirman memilih tetap mengenakan pakaian asalnya, dengan mantel tebal Australia yang membuatnya tampak gemuk meski tubuhnya kurus.

Sesampainya di Yogyakarta, Jenderal Soedirman disambut oleh rakyat yang berjubel sepanjang jalan. Beliau bertemu Bung Karno di Istana, di mana keduanya berpelukan hangat. Setelah itu, Jenderal Soedirman diarak ke alun-alun Keraton untuk menginspeksi barisan TNI.

Pertemuan dengan Bung Karno dan sambutan rakyat Yogyakarta menjadi momen yang sangat mengharukan. Jenderal Soedirman yang awalnya ragu kini melihat sendiri bagaimana Yogyakarta sudah aman di bawah kendali TNI. Ini menguatkan tekadnya bahwa perjuangan harus dilanjutkan hingga kedaulatan penuh tercapai.

Namun, kesehatan Jenderal Soedirman terus menurun. Pada tanggal 29 Januari 1950, setelah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia, Jenderal Soedirman menghembuskan napas terakhirnya di Magelang. Duka mendalam menyelimuti seluruh bangsa. Pemakaman beliau diiringi upacara militer yang khidmat di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta, dengan penghormatan terakhir dari seluruh rakyat Indonesia.
(hri)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content