Fakta-fakta Terbaru Hasil Olah TKP Kecelakaan Maut di Ciater Subang
Selasa, 14 Mei 2024 - 14:41 WIB
BANDUNG - Misteri di balik kecelakaan maut Bus Trans Putera Kencana yang menewaskan 11 orang di Ciater, Subang, Jawa Barat pada Sabtu (11/5/2024) terkuak. Hasil olah TKP dan Traffic Accident Analysis (TAA) oleh tim Ditlantas Polda Jabar dan Satlantas Polres Subang menemukan sejumlah fakta mengejutkan, di antaranya rem bermasalah.
Dirlantas Polda Jabar, Kombes Pol Wibowo, mengungkap sejumlah temuan penting. Pertama, ruang udara kompresor bus tercampur oli dan air, menandakan kebocoran dan perawatan yang kurang.
"Seharusnya ruang udara kompresor hanya berisi angin, bukan oli dan air," jelas Kombes Pol Wibowo, Selasa (14/5/2024).
Temuan kedua, oli mesin bus berwarna keruh, menunjukkan pelumas mesin tak diganti dalam waktu lama.
"Hasil tes minyak rem pun menunjukkan kandungan air lebih dari 4 persen, melebihi batas aman," ungkap Dirlantas.
Parahnya, jarak antarkampas rem tak sesuai standar, hanya 0,3 milimeter, jauh dari idealnya 0,45 milimeter.
"Selain itu, ditemukan kebocoran di sambungan booster rem, membuat fungsi rem tidak optimal," tambah Kombes Pol Wibowo.
Ironisnya, sang sopir, Sadira (51), mengetahui kondisi rem bermasalah. Buktinya, bus sempat diperbaiki di dekat Gunung Tangkubanparahu dan di rumah makan Bang Ajun di Ciater.
"Saksi dan sopir mengaku mengetahui masalah rem. Perbaikan pertama dilakukan di Tangkubanparahu, kemudian di Ciater dengan meminjam komponen rem dari bus lain, namun ukurannya tidak sesuai," jelas Dirlantas.
Meskipun mengetahui bahaya, Sadira tetap melanjutkan perjalanan hingga terjadi tragedi maut.
Akibat kelalaiannya, Sadira ditetapkan tersangka dan dijerat Pasal 311 ayat 5 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terancam hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp24 juta.
Dirlantas Polda Jabar, Kombes Pol Wibowo, mengungkap sejumlah temuan penting. Pertama, ruang udara kompresor bus tercampur oli dan air, menandakan kebocoran dan perawatan yang kurang.
"Seharusnya ruang udara kompresor hanya berisi angin, bukan oli dan air," jelas Kombes Pol Wibowo, Selasa (14/5/2024).
Baca Juga
Temuan kedua, oli mesin bus berwarna keruh, menunjukkan pelumas mesin tak diganti dalam waktu lama.
"Hasil tes minyak rem pun menunjukkan kandungan air lebih dari 4 persen, melebihi batas aman," ungkap Dirlantas.
Parahnya, jarak antarkampas rem tak sesuai standar, hanya 0,3 milimeter, jauh dari idealnya 0,45 milimeter.
"Selain itu, ditemukan kebocoran di sambungan booster rem, membuat fungsi rem tidak optimal," tambah Kombes Pol Wibowo.
Ironisnya, sang sopir, Sadira (51), mengetahui kondisi rem bermasalah. Buktinya, bus sempat diperbaiki di dekat Gunung Tangkubanparahu dan di rumah makan Bang Ajun di Ciater.
"Saksi dan sopir mengaku mengetahui masalah rem. Perbaikan pertama dilakukan di Tangkubanparahu, kemudian di Ciater dengan meminjam komponen rem dari bus lain, namun ukurannya tidak sesuai," jelas Dirlantas.
Meskipun mengetahui bahaya, Sadira tetap melanjutkan perjalanan hingga terjadi tragedi maut.
Akibat kelalaiannya, Sadira ditetapkan tersangka dan dijerat Pasal 311 ayat 5 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terancam hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp24 juta.
(hri)
tulis komentar anda