Cerita Kajati Sulsel : Dibalik Kebijakan Sidang Cepat Kasus Jemput Paksa Jenazah COVID
Jum'at, 14 Agustus 2020 - 09:04 WIB
MAKASSAR - Sidang singkat yang dijalani 13 terdakwa kasus penjemputan jenazah COVID-19 ternyata sempat menimbulkan pro kontra di masyarakat. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel pun mengungkapkan cerita panjang dibalik kebijakan yang diambilnya tersebut. Baca : Hakim Vonis 13 Warga Rajawali dengan Hukuman Percobaan, Tidak Ditahan di Rutan
Kata Dr Firdaus Dewilmar, perkara yang ditangani oleh Jaksa Penuntut Umum Kejati Sulsel itu merupakan sebuah ujian bagi penegakan disiplin protokol kesehatan dalam masa pandemi. Menurutnya, dalam perkara ini memang sempat memunculkan perdebatan, apakah akan dilakukan pemberantan atau justru diberikan kebijaksanaan.
Pasalnya kata Kajati bergelar doktor tersebut, perkara ini tidak perlu disangkutkan dengan pidana, sebab perkara ini bukan tergolong kejahatan. Karenanya kata Dia, pihaknya lantas menjatuhkan tuntutan berupa percobaan, dengan beberapa alasan dan tujuan.
"Pertama kita menginginkan perkara ini harus diadili, namun kami memutuskan, karena perkara ini bukan kejahatan dan kami pikir ini juga menyangkut kearifan lokal (jenazah hendak di makamkan secara layak) makanya kita pikir, pendekatan yang kita utamakan adalah memberikan efek jera. Dan Alhamdulillah terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji akan berdisiplin menjalankan protokol kesehatan," jelas Firdaus kepada SINDOnews.
Dengan keluarnya putusan ini, Firdaus berharap masyarakat benar-benar paham kondisi dan tidak gegabah dalam mengambil sikap. Sebab kata dia perkara ini sudah menjadi contoh nyata, hukum oleh para penegak hukum tidak akan mundur dan akan selalu berupaya bersikap tegas. Baca Juga : Prof Hambali : Terlalu Berlebihan Jika Tersangka Jemput Paksa Dijerat Hukuman Berat
"Pada intinya kita harap dengan adanya kejadian ini, masyarakat mendapatkan edukasi. Bahwa kami benar benar serius dalam menegakkan hukum, apalagi ini menyangkut keamanan banyak orang dimasa pandemi COVID-19 saat ini, jadi kami harap, ini tidak terulang lagi," bebernya.
Terpisah, Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel , Yudi Indra Gunawan mengatakan saat ini perkara penjemputan jenazah/pasien COVID-19 di Makassar memang secara keseluruhan tercatat ada 5 perkara, empat diantaranya sudah putus dengan hukuman percobaan.
Ia tak menampik, perkara ini memang merupakan perkara yang tidak mudah. Sebab menyangkut kedisiplinan umum. Namun meski begitu lantaran perkara ini dinilai bukan sebuah kejahatan, Kejaksaan Tinggi Sulsel memilih untuk memberikan edukasi kepada terdakwa dan masyarakat secara luas. Bahwa melanggar protokol kesehatan punya konsekuensi hukum.
"Karenanya ini jangan dipandang bahwa kami tidak serius, tapi ini karena ada pertimbangan dengan tujuan agar terdakwa dan masyarakat terdukasi. Itu yang lebih penting dari pada kita menuntut tinggi terdakwa," pungkasnya.
Kata Dr Firdaus Dewilmar, perkara yang ditangani oleh Jaksa Penuntut Umum Kejati Sulsel itu merupakan sebuah ujian bagi penegakan disiplin protokol kesehatan dalam masa pandemi. Menurutnya, dalam perkara ini memang sempat memunculkan perdebatan, apakah akan dilakukan pemberantan atau justru diberikan kebijaksanaan.
Pasalnya kata Kajati bergelar doktor tersebut, perkara ini tidak perlu disangkutkan dengan pidana, sebab perkara ini bukan tergolong kejahatan. Karenanya kata Dia, pihaknya lantas menjatuhkan tuntutan berupa percobaan, dengan beberapa alasan dan tujuan.
"Pertama kita menginginkan perkara ini harus diadili, namun kami memutuskan, karena perkara ini bukan kejahatan dan kami pikir ini juga menyangkut kearifan lokal (jenazah hendak di makamkan secara layak) makanya kita pikir, pendekatan yang kita utamakan adalah memberikan efek jera. Dan Alhamdulillah terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji akan berdisiplin menjalankan protokol kesehatan," jelas Firdaus kepada SINDOnews.
Dengan keluarnya putusan ini, Firdaus berharap masyarakat benar-benar paham kondisi dan tidak gegabah dalam mengambil sikap. Sebab kata dia perkara ini sudah menjadi contoh nyata, hukum oleh para penegak hukum tidak akan mundur dan akan selalu berupaya bersikap tegas. Baca Juga : Prof Hambali : Terlalu Berlebihan Jika Tersangka Jemput Paksa Dijerat Hukuman Berat
"Pada intinya kita harap dengan adanya kejadian ini, masyarakat mendapatkan edukasi. Bahwa kami benar benar serius dalam menegakkan hukum, apalagi ini menyangkut keamanan banyak orang dimasa pandemi COVID-19 saat ini, jadi kami harap, ini tidak terulang lagi," bebernya.
Terpisah, Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Sulsel , Yudi Indra Gunawan mengatakan saat ini perkara penjemputan jenazah/pasien COVID-19 di Makassar memang secara keseluruhan tercatat ada 5 perkara, empat diantaranya sudah putus dengan hukuman percobaan.
Ia tak menampik, perkara ini memang merupakan perkara yang tidak mudah. Sebab menyangkut kedisiplinan umum. Namun meski begitu lantaran perkara ini dinilai bukan sebuah kejahatan, Kejaksaan Tinggi Sulsel memilih untuk memberikan edukasi kepada terdakwa dan masyarakat secara luas. Bahwa melanggar protokol kesehatan punya konsekuensi hukum.
"Karenanya ini jangan dipandang bahwa kami tidak serius, tapi ini karena ada pertimbangan dengan tujuan agar terdakwa dan masyarakat terdukasi. Itu yang lebih penting dari pada kita menuntut tinggi terdakwa," pungkasnya.
tulis komentar anda