Proyek Tol Cisumdawu, Pemerintah Diminta Patuhi Putusan Pengadilan
Rabu, 12 Agustus 2020 - 13:04 WIB
SURABAYA - Pemerintah menargetkan penyelesaian pengadaan tanah Tol Cileunyi , Sumedang, Dawuan (Cisumdawu) pada Oktober tahun ini. Namun ada beberapa kendala dalam proses pengadaan tanahnya, yakni obyek tanah Pasar Sehat Cileunyi Bandung.
(Baca juga: Pijar Lampu Warga Kota Pahlawan Dari Benderang Sampah )
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil menyebut ada pemilik sebidang tanah di daerah Cileunyi yang menolak pembebasan lahan hingga menggugat ke pengadilan. Namun menurutnya, semua stakeholder sangat mendukung pembebasan tanah untuk jalan tol yang menghubungkan Bandara Kertajati tersebut.
Sementara itu, pemilik lahan Pasar Sehat Cileunyi , PT Biladi Karya Abadi (BKA) SF melalui kuasa hukumnya, Erick Ibrahim Wijayanto menyebut kliennya tidak menolak pembangunan. Namun justru mendukung pemerintah, yakni dengan memberikan lahan untuk akses keluar masuk proses pembangunan. Tetapi, ada sejumlah permasalahan yang belum diselesaikan oleh pemerintah. "Kami hanya mohon pemerintah mematuhi putusan besaran ganti rugi yang sudah inkrah," kata Erick, Rabu (12/8/2020).
Direktur Utama PT Biladi Karya Abadi, SF yang merupakan warga Surabaya sebelumnya telah memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Bale Bandung. Erick menyebut sesuai sertifikat HGB, ada dua kavling tanah yakni kavling 37 seluas 311.166 meter persegi dan kavling 38 seluas 10.834 meter persegi.
(Baca juga: Demi Gaya Hidup, Gadis-gadis Belia Dijual untuk Layanan Seks )
Dua kavling ini dihargai senilai Rp17 miliar oleh pemerintah. Padahal, jika sesuai putusan dan perhitungan sesuai harga tanah per meter, total ganti rugi tanah mencapai Rp59 miliar. Jadi sesuai putusan sudah ada, nilainya Rp12,5 juta per meter. "Totalnya sekitar Rp59 miliar yang sudah berkekuatan hukum tetap sesuai putusan. Namun, yang ditawarkan pemerintah Rp17 miliar," imbuh Erick.
Erick menilai, putusan pengadilan tentang harga tanah Rp12,5 juta per meter sudah sesuai. Karena, ganti rugi tanah di sekitar area kavling juga dihargai serupa.
Meskipun pengadilan telah membuat putusan, namun pihak BPN dan PUPR justu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hal ini membuat proses hukumnya semakin berlarut-larut. "Pemerintah juga melakukan konsinyasi atas lahan ini. Padahal, lahannya tidak memenuhi syarat pengajuan konsinyasi," ungkap Erick.
(Baca juga: Janda Muda Jual 2 Teman Gadisnya untuk Beri Layanan Seks di Hotel )
Erick mengaku sejauh ini pemerintah juga tak pernah mengajak kliennya melakukan mediasi. Padahal, permasalahan ini bisa dikomunikasikan dan dicari solusinya. Dia berharap pemerintah bisa menghormati dan mematuhi putusan pengadilan dengan membayar ganti rugi sesuai putusan.
"Kami hanya ingin pemerintah menghormati dan mematuhi putusan terkait besaran yang ditetapkan. Kami siap diundang mediasi, itu harapan kami, kami sebenarnya tidak mau menghambat dan harapan kami untuk dilakukan mediasi," pungkas Erick.
(Baca juga: Pijar Lampu Warga Kota Pahlawan Dari Benderang Sampah )
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil menyebut ada pemilik sebidang tanah di daerah Cileunyi yang menolak pembebasan lahan hingga menggugat ke pengadilan. Namun menurutnya, semua stakeholder sangat mendukung pembebasan tanah untuk jalan tol yang menghubungkan Bandara Kertajati tersebut.
Sementara itu, pemilik lahan Pasar Sehat Cileunyi , PT Biladi Karya Abadi (BKA) SF melalui kuasa hukumnya, Erick Ibrahim Wijayanto menyebut kliennya tidak menolak pembangunan. Namun justru mendukung pemerintah, yakni dengan memberikan lahan untuk akses keluar masuk proses pembangunan. Tetapi, ada sejumlah permasalahan yang belum diselesaikan oleh pemerintah. "Kami hanya mohon pemerintah mematuhi putusan besaran ganti rugi yang sudah inkrah," kata Erick, Rabu (12/8/2020).
Direktur Utama PT Biladi Karya Abadi, SF yang merupakan warga Surabaya sebelumnya telah memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Bale Bandung. Erick menyebut sesuai sertifikat HGB, ada dua kavling tanah yakni kavling 37 seluas 311.166 meter persegi dan kavling 38 seluas 10.834 meter persegi.
(Baca juga: Demi Gaya Hidup, Gadis-gadis Belia Dijual untuk Layanan Seks )
Dua kavling ini dihargai senilai Rp17 miliar oleh pemerintah. Padahal, jika sesuai putusan dan perhitungan sesuai harga tanah per meter, total ganti rugi tanah mencapai Rp59 miliar. Jadi sesuai putusan sudah ada, nilainya Rp12,5 juta per meter. "Totalnya sekitar Rp59 miliar yang sudah berkekuatan hukum tetap sesuai putusan. Namun, yang ditawarkan pemerintah Rp17 miliar," imbuh Erick.
Erick menilai, putusan pengadilan tentang harga tanah Rp12,5 juta per meter sudah sesuai. Karena, ganti rugi tanah di sekitar area kavling juga dihargai serupa.
Meskipun pengadilan telah membuat putusan, namun pihak BPN dan PUPR justu mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Hal ini membuat proses hukumnya semakin berlarut-larut. "Pemerintah juga melakukan konsinyasi atas lahan ini. Padahal, lahannya tidak memenuhi syarat pengajuan konsinyasi," ungkap Erick.
(Baca juga: Janda Muda Jual 2 Teman Gadisnya untuk Beri Layanan Seks di Hotel )
Erick mengaku sejauh ini pemerintah juga tak pernah mengajak kliennya melakukan mediasi. Padahal, permasalahan ini bisa dikomunikasikan dan dicari solusinya. Dia berharap pemerintah bisa menghormati dan mematuhi putusan pengadilan dengan membayar ganti rugi sesuai putusan.
"Kami hanya ingin pemerintah menghormati dan mematuhi putusan terkait besaran yang ditetapkan. Kami siap diundang mediasi, itu harapan kami, kami sebenarnya tidak mau menghambat dan harapan kami untuk dilakukan mediasi," pungkas Erick.
(eyt)
tulis komentar anda