Kisah Pangeran Sambernyawa, Pendiri Mangkunegaran yang Sepak Terjangnya Ditakuti Belanda
Senin, 12 Juni 2023 - 10:13 WIB
PANGERAN Sambernyawa bangsawan darah biru Kerajaan Mataram merupakan sosok pendiri Pura Mangkunegaran, Kota Solo, Jawa Tengah. Sepak terjang dan kesaktiannya saat itu ditakuti dan membuat ketar-ketir penjajah Belanda.
Nama aslinya, Raden Mas Said yang lahir pada 8 April 1725 dan merupakan putra dari Pangeran Arya Mangkunegara Kartasura.
Ayah Pangeran Sambernyawa merupakan putra tertua Raja Kerajaan Mataram, Amangkurat IV. Ibunya, RA Wulan meninggal dunia saat melahirkan. Saat berusia dua tahun, Raden Mas Said kehilangan ayahnya yang dibuang oleh penjajah Belanda ke Srilanka karena dianggap membangkang dan difitnah oleh Kanjeng Ratu dan Patih Danurejo.
Sejak kecil, seperti dikutip dari laman wonogirikab, Raden Mas Said hidup tidak seperti layaknya bangsawan dan justru menghabiskan waktu bersama teman-temannya yang merupakan anak dari para abdi dalem.
Oleh karena itu, dia mengerti betul dengan kehidupan rakyat kecil di bawah sehingga memiliki sifat peduli terhadap sesama dan kebersamaan yang tinggi.
Meski merupakan bangsawan darah biru, namun perlakukan yang diterima Raden Mas Said dari penguasa kerajaan saat itu tidak seperti layaknya seorang pangeran.
Hingga akhirnya, keresahannya memuncak saat Raja Keraton Solo, Paku Buwono II menempatkanya sebagai sebagai Gandhek Anom (Manteri Anom) yang sejajar dengan Abdi Dalem Manteri. Padahal semestinya Raden Mas Said dengan posisinya saat itu menjadi Pangeran Sentana.
Nama aslinya, Raden Mas Said yang lahir pada 8 April 1725 dan merupakan putra dari Pangeran Arya Mangkunegara Kartasura.
Baca Juga
Ayah Pangeran Sambernyawa merupakan putra tertua Raja Kerajaan Mataram, Amangkurat IV. Ibunya, RA Wulan meninggal dunia saat melahirkan. Saat berusia dua tahun, Raden Mas Said kehilangan ayahnya yang dibuang oleh penjajah Belanda ke Srilanka karena dianggap membangkang dan difitnah oleh Kanjeng Ratu dan Patih Danurejo.
Sejak kecil, seperti dikutip dari laman wonogirikab, Raden Mas Said hidup tidak seperti layaknya bangsawan dan justru menghabiskan waktu bersama teman-temannya yang merupakan anak dari para abdi dalem.
Oleh karena itu, dia mengerti betul dengan kehidupan rakyat kecil di bawah sehingga memiliki sifat peduli terhadap sesama dan kebersamaan yang tinggi.
Meski merupakan bangsawan darah biru, namun perlakukan yang diterima Raden Mas Said dari penguasa kerajaan saat itu tidak seperti layaknya seorang pangeran.
Baca Juga
Hingga akhirnya, keresahannya memuncak saat Raja Keraton Solo, Paku Buwono II menempatkanya sebagai sebagai Gandhek Anom (Manteri Anom) yang sejajar dengan Abdi Dalem Manteri. Padahal semestinya Raden Mas Said dengan posisinya saat itu menjadi Pangeran Sentana.
Lihat Juga :
tulis komentar anda