Kisah Raja Mataram Amangkurat I Kirim Utusan Khusus untuk Bunuh Ulama
Sabtu, 13 Mei 2023 - 07:58 WIB
Kisah berdarah mewarnai perebutan kekuasaan di Kerajaan Mataram. Bahkan, Raja Mataram, Sultan Amangkurat I disebut pernah mengirimkan utusan khusus untuk membunuh para ulama, hanya karena para ulama tersebut mendukung Pangeran Alit, yang merupakan adik tiri raja.
Kala itu Sultan Amangkurat I memperlihatkan kesedihan yang mendalam atas kematian adiknya. Tetapi di sisi lain, Raja Mataram ini sudah mulai sibuk memeras otak mencari cara bagaimana dapat membalas dendam terhadap para pemuka Islam.
H.J. De Graaf dalam tulisannya yang berjudul: "Disintegrasi Mataram: Di Bawah Mangkurat I", menyebutkan, catatan dari Van Goens utusan Belanda, mengisahkan bagaimana Sultan Amangkurat I memikirkan agar ia tidak diketahui otak dari balik komplotan pembunuhan itu.
Dipanggilnya empat orang kepercayaannya yang sebaya dengannya, dan telah mengabdi kepadanya sejak masa mudanya. Mereka sudah mengisi kedudukan yang ditinggalkan oleh pembesar-pembesar yang terbunuh itu, dan sudah mempunyai banyak anak buah.
Utusan pertama sang Sultan Mataram ini yakni keponakannya "Raden Mas, dan sekarang Pangeran Aria". Keponakan ini sudah sering disebut, misalnya pada tahun 1652, ketika ia bermain-main dengan salah seorang wanita yang paling dicintai raja, sewaktu menyabung ayam jago atau menjadi saingan raja pada pertandingan gada berkuda.
Kedua Tumenggung Nataairnawa, yang selama perjalanan pertama Van Goens masih bernama Kiai Suta, tetapi pada tahun 1649 diangkat sebagai Tumenggung Pati, nama yang paling banyak dipakai untuk dirinya.
Sosok ketiga yang dipercaya Sultan Amangkurat I untuk menghabisi para ulama adalah Tumenggung Suranata, yang menjadi Tumenggung Demak, sejak sekitar tahun 1652. Terakhir yang keempat, adalah Kiai Ngabei Wirapatra orang kesayangan terbesar Raja Mataram yang juga membunuh Tumenggung Wiraguna dengan keris.
Keempat pembesar ini menerima perintah untuk bersama anak buah mereka menyebar ke empat penjuru angin, dan berusaha keras supaya jangan seorangpun dari pemuka-pemuka agama di seluruh wilayah Mataram luput dari pembunuhan.
Supaya rencana ini dapat berhasil lebih baik, mereka mengaku diperintahkan oleh sunan, sehingga mereka bisa menyelidiki nama, keluarga, dan alamat para pemuka agama itu. Ini dianggapnya sebagai siasat yang sekali pukul.
Baca Juga
Kala itu Sultan Amangkurat I memperlihatkan kesedihan yang mendalam atas kematian adiknya. Tetapi di sisi lain, Raja Mataram ini sudah mulai sibuk memeras otak mencari cara bagaimana dapat membalas dendam terhadap para pemuka Islam.
H.J. De Graaf dalam tulisannya yang berjudul: "Disintegrasi Mataram: Di Bawah Mangkurat I", menyebutkan, catatan dari Van Goens utusan Belanda, mengisahkan bagaimana Sultan Amangkurat I memikirkan agar ia tidak diketahui otak dari balik komplotan pembunuhan itu.
Baca Juga
Dipanggilnya empat orang kepercayaannya yang sebaya dengannya, dan telah mengabdi kepadanya sejak masa mudanya. Mereka sudah mengisi kedudukan yang ditinggalkan oleh pembesar-pembesar yang terbunuh itu, dan sudah mempunyai banyak anak buah.
Utusan pertama sang Sultan Mataram ini yakni keponakannya "Raden Mas, dan sekarang Pangeran Aria". Keponakan ini sudah sering disebut, misalnya pada tahun 1652, ketika ia bermain-main dengan salah seorang wanita yang paling dicintai raja, sewaktu menyabung ayam jago atau menjadi saingan raja pada pertandingan gada berkuda.
Kedua Tumenggung Nataairnawa, yang selama perjalanan pertama Van Goens masih bernama Kiai Suta, tetapi pada tahun 1649 diangkat sebagai Tumenggung Pati, nama yang paling banyak dipakai untuk dirinya.
Sosok ketiga yang dipercaya Sultan Amangkurat I untuk menghabisi para ulama adalah Tumenggung Suranata, yang menjadi Tumenggung Demak, sejak sekitar tahun 1652. Terakhir yang keempat, adalah Kiai Ngabei Wirapatra orang kesayangan terbesar Raja Mataram yang juga membunuh Tumenggung Wiraguna dengan keris.
Keempat pembesar ini menerima perintah untuk bersama anak buah mereka menyebar ke empat penjuru angin, dan berusaha keras supaya jangan seorangpun dari pemuka-pemuka agama di seluruh wilayah Mataram luput dari pembunuhan.
Supaya rencana ini dapat berhasil lebih baik, mereka mengaku diperintahkan oleh sunan, sehingga mereka bisa menyelidiki nama, keluarga, dan alamat para pemuka agama itu. Ini dianggapnya sebagai siasat yang sekali pukul.
(eyt)
tulis komentar anda