FPAK Desak Pemerintah Berikan Hak Tanah untuk Rakyat Kampar
Senin, 20 Juli 2020 - 14:46 WIB
KAMPAR - Kabupaten Kampar merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai lahan perkebunan terluas di Provinsi Riau . Namun lahan yang sangat luas tersebut hanya di miliki oleh segelintir korporasi.
Akibatnya, banyak persoalan agraria yang dialami rakyat kabupaten Kampar. Apalagi pemerintah kabupaten Kampar terkesan tutup mata.
"Kami melihat politik agraria hari ini masih mewarisi politik agraria kolonial. Wujudnya adalah praktek pembiaran hak guna usaha yang hanya menguntungkan korporasi," ujar Kordinator Umum Forum Penyelamat Agraria Kampar (FPAK) David Davijul dalam keterangannya, Senin (20/7/2020) dalam keterangan tertulisnya. (BACA JUGA: Kisah Denis Douglin Momma's Boy, Petinju yang Dilatih Ibu Kandung)
David menilai, saat ini politik pintu terbuka bagi pengusaha atau kapitalis berbagai negara untuk masuk membangun perkebunan modern, buruh dan pabriknya.
Pada masa zaman pejajajahan Belanda terjadi praktik Domein Verklaring zaman Belanda yakni Belanda menguasai tanah yang tidak bisa dibuktikan pemiliknya oleh rakyat dan kemudian di serahkan ke pengusaha atau kapitalis. Sejatinya setelah Indonesia lepas dari penjajahan Belanda, praktik semacam itu tak terjadi lagi.
"Paradigma ekonomi pertumbuhan begitu mempercayai, memberikan lahan luas kepada pengusaha atau kapitalis lebih produktif dibanding memberikan kepada rakyat," jelasnya. (BACA JUGA: Asyik, TREASURE Perlihatkan Konsep dan Tanggal Debut)
David menuturkan, pemberian hak guna usaha lebih berkutat kepada pengusaha juga telah membawa konsekwensi tersendiri. Karena dari hubungan pemodal dan birokrat atau pemerintah untuk mendapatkan hak guna usaha atau memperpanjang dengan proses tertutup dan timbul azas praduga hanya untuk menyuburkan rantai penyuapan.
"Akibatnya, pemberian hak guna usaha kepada pengusaha di satu sisi adalah proses pengambilan tanah rakyat yang berada di luar kawasan hak guna usaha. Inilah yang mencuat kembali perampasan tanah rakyat dan diduga perusahaan menggunakan tanah di dalam kawasan hutan," paparnya.
Kordinator Lapangan FPAK, Hadi juga menambahkan, seharusnya tujuan hak guna usaha untuk menciptakan formasi modal nasional yang dimiliki rakyat yakni keuntungan dinikmati rakyat dan direinvetasi kembali di tengah-tengah rakyat, dan memberikan hak-hak rakyat (memfasilitasi pembangunan perkebunan rakyat 20%). Namun ternyata hal tersebut tidak pernah terjadi. (BACA JUGA: Dajjal Pernah Dipenjara Nabi Sulaiman? Kenali Ciri-cirinya)
Akibatnya, banyak persoalan agraria yang dialami rakyat kabupaten Kampar. Apalagi pemerintah kabupaten Kampar terkesan tutup mata.
"Kami melihat politik agraria hari ini masih mewarisi politik agraria kolonial. Wujudnya adalah praktek pembiaran hak guna usaha yang hanya menguntungkan korporasi," ujar Kordinator Umum Forum Penyelamat Agraria Kampar (FPAK) David Davijul dalam keterangannya, Senin (20/7/2020) dalam keterangan tertulisnya. (BACA JUGA: Kisah Denis Douglin Momma's Boy, Petinju yang Dilatih Ibu Kandung)
David menilai, saat ini politik pintu terbuka bagi pengusaha atau kapitalis berbagai negara untuk masuk membangun perkebunan modern, buruh dan pabriknya.
Pada masa zaman pejajajahan Belanda terjadi praktik Domein Verklaring zaman Belanda yakni Belanda menguasai tanah yang tidak bisa dibuktikan pemiliknya oleh rakyat dan kemudian di serahkan ke pengusaha atau kapitalis. Sejatinya setelah Indonesia lepas dari penjajahan Belanda, praktik semacam itu tak terjadi lagi.
"Paradigma ekonomi pertumbuhan begitu mempercayai, memberikan lahan luas kepada pengusaha atau kapitalis lebih produktif dibanding memberikan kepada rakyat," jelasnya. (BACA JUGA: Asyik, TREASURE Perlihatkan Konsep dan Tanggal Debut)
David menuturkan, pemberian hak guna usaha lebih berkutat kepada pengusaha juga telah membawa konsekwensi tersendiri. Karena dari hubungan pemodal dan birokrat atau pemerintah untuk mendapatkan hak guna usaha atau memperpanjang dengan proses tertutup dan timbul azas praduga hanya untuk menyuburkan rantai penyuapan.
"Akibatnya, pemberian hak guna usaha kepada pengusaha di satu sisi adalah proses pengambilan tanah rakyat yang berada di luar kawasan hak guna usaha. Inilah yang mencuat kembali perampasan tanah rakyat dan diduga perusahaan menggunakan tanah di dalam kawasan hutan," paparnya.
Kordinator Lapangan FPAK, Hadi juga menambahkan, seharusnya tujuan hak guna usaha untuk menciptakan formasi modal nasional yang dimiliki rakyat yakni keuntungan dinikmati rakyat dan direinvetasi kembali di tengah-tengah rakyat, dan memberikan hak-hak rakyat (memfasilitasi pembangunan perkebunan rakyat 20%). Namun ternyata hal tersebut tidak pernah terjadi. (BACA JUGA: Dajjal Pernah Dipenjara Nabi Sulaiman? Kenali Ciri-cirinya)
tulis komentar anda