Penanganan Komprehensif Penyakit Saraf terkait Diabetes Melitus
Minggu, 19 Juli 2020 - 14:14 WIB
SURABAYA - Diabetes melitus atau DM, merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik kadar gula darah tinggi yang diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin atau terjadinya resistensi insulin. (Baca juga: Mengidap Diabetes, Jangan Buru-buru Amputasi Kaki )
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM di berbagai penjuru dunia. (Baca juga: Diabetes, Ibu dari Penyakit yang Bisa Sebabkan Beragam Komplikasi )
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2015, sekitar 900 juta orang di dunia menderita DM (12% dari populasi) dan pada tahun 2050 jumlah ini diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 22%.
Di Indonesia sendiri diperkirakan jumlah penderita DM adalah 8,4 juta orang di tahun 2000, yang akan meningkat menjadi 21,3 juta orang di tahun 2030. Pada wanita, prevalensi DM didapatkan lebih tinggi (21-32%) dibandingkan pria.
Banyak risiko komplikasi yang dapat terjadi pada penderita DM, terutama dengan gula darah dan HbA1C yang tidak terkontrol dengan baik.
Dokter spesialis saraf di Klinik Hayandra, dr Anastasia Maria Loho, SpS, menjelaskan, komplikasi pada DM ini terbagi menjadi menjadi 2 yaitu komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular meliputi, penyakit serebrovaskular (stroke), jantung, dan gangguan pembuluh darah perifer (peripheral artery disease), sedangkan komplikasi mikrovaskular dapat berupa gangguan saraf tepi (neuropati), gangguan ginjal (nefropati) ataupun gangguan pada mata (retinopati). Komplikasi ini dapat terjadi multipel dan berujung pada disabilitas ringan hingga berat, bahkan kematian.
Anastasia menjelaskan, penderita DM berisiko 2,3x mengalami stroke sumbatan dan beresiko 1,6x mengalami stroke perdarahan, sebagai akibat dari akumulasi inflamasi sistemik, kekakuan pembuluh darah, serta gangguan pada sel endotel pembuluh darah.
Selain stroke, sekitar 69% penderita DM mulai mengalami komplikasi neuropati pada tahun ke-5, yaitu gangguan saraf tepi yang dapat mengakibatkan gangguan sensorik seperti rasa baal, rasa kesemutan, sampai ke luka kaki diabetik yang dapat berakibat amputasi kaki. Juga gangguan motorik ataupun otonom seperti gangguan berkemih dan buang air besar.
Tatalaksana penyakit saraf terkait diabetes secara konvensional meliputi pengendalian kadar gula darah, terapi medikamentosa yaitu obat-obatan serta suplemen, serta terapi non-obat seperti fisioterapi dan akupunktur.
Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidensi dan prevalensi DM di berbagai penjuru dunia. (Baca juga: Diabetes, Ibu dari Penyakit yang Bisa Sebabkan Beragam Komplikasi )
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2015, sekitar 900 juta orang di dunia menderita DM (12% dari populasi) dan pada tahun 2050 jumlah ini diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 22%.
Di Indonesia sendiri diperkirakan jumlah penderita DM adalah 8,4 juta orang di tahun 2000, yang akan meningkat menjadi 21,3 juta orang di tahun 2030. Pada wanita, prevalensi DM didapatkan lebih tinggi (21-32%) dibandingkan pria.
Banyak risiko komplikasi yang dapat terjadi pada penderita DM, terutama dengan gula darah dan HbA1C yang tidak terkontrol dengan baik.
Dokter spesialis saraf di Klinik Hayandra, dr Anastasia Maria Loho, SpS, menjelaskan, komplikasi pada DM ini terbagi menjadi menjadi 2 yaitu komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular meliputi, penyakit serebrovaskular (stroke), jantung, dan gangguan pembuluh darah perifer (peripheral artery disease), sedangkan komplikasi mikrovaskular dapat berupa gangguan saraf tepi (neuropati), gangguan ginjal (nefropati) ataupun gangguan pada mata (retinopati). Komplikasi ini dapat terjadi multipel dan berujung pada disabilitas ringan hingga berat, bahkan kematian.
Anastasia menjelaskan, penderita DM berisiko 2,3x mengalami stroke sumbatan dan beresiko 1,6x mengalami stroke perdarahan, sebagai akibat dari akumulasi inflamasi sistemik, kekakuan pembuluh darah, serta gangguan pada sel endotel pembuluh darah.
Selain stroke, sekitar 69% penderita DM mulai mengalami komplikasi neuropati pada tahun ke-5, yaitu gangguan saraf tepi yang dapat mengakibatkan gangguan sensorik seperti rasa baal, rasa kesemutan, sampai ke luka kaki diabetik yang dapat berakibat amputasi kaki. Juga gangguan motorik ataupun otonom seperti gangguan berkemih dan buang air besar.
Tatalaksana penyakit saraf terkait diabetes secara konvensional meliputi pengendalian kadar gula darah, terapi medikamentosa yaitu obat-obatan serta suplemen, serta terapi non-obat seperti fisioterapi dan akupunktur.
tulis komentar anda