Pemalsuan Dokumen Sertifikat Tanah Pujiama Libatkan Oknum Lintas Profesi
Selasa, 14 Juli 2020 - 20:40 WIB
DENPASAR - Polda Bali diharapkan segera mengusut tuntas laporan pemalsuan dokumen untuk pembuatan sertifikat tanah milik Ketut Gede Pujiama, agar tak memakan lebih banyak korban.
"Semoga Polda segera membongkar kasus ini, agar korban tidak bertambah banyak,"ujar Wihartono, kuasa hukum Pujiama saat mendampingi pemeriksaan kliennya oleh PenyidikDirektorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimun)Polda Bali, Senin (13/7/2020).
Pujiama memberikan keterangan kepada penyidik Ditreskrimum Polda Bali dalam kasus pemalsuan kuitansi jual beli tanah yang diduga dilakukan Wayan Padma. Pemeriksaan berlangsung sekitar dua jam, dengan 22 pertanyaan.
Pemeriksaan kali kedua ini mulai masuk babak baru, yakni lebih fokus pada unsur pemalsuan tanda tangan, materai, blanko kuitansi dan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) yang ditandatangani Kepala Dusun Batas Dukuh Sari dan Lurah Sesetan.
Wihartono mengatakan, dari pendalaman alat bukti tersebut akhirnya terungkap luas tanah yang diambil Padma dari Pujiama di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Merak, Sesetan, Denpasar mencapai 670 meter persegi.
Menurutnya, klaim Padma menguasai tanah berdasarkan kuitansi jelas berbenturan atau tidak sesuai. Di kuitansi jual beli, senilai Rp 60 juta dengan luas tanah yang dibeli 500 meter persegi.
Sementara kuitansi kedua, 150 meter persegi seharga Rp 10 juta.Tapi faktanya, luas tanah di lapangan mencapai 670 meter persegi. Kedua lembar kuitansi itu tertanggal 10 Maret 1990 dan 1 Januari 1990.
Fatalnya, lanjut Wihartono, materai yang dipakai senilai Rp 6000. Padahal, materai itu baru beredar tahun 2006 hingga 2009. Sementara materai yang berlaku tahun 1990 adalah senilai Rp 1000. Tanda tangan Pujiama pun tidak identik dengan dokumen sah miliknya.
Keterangan Sporadik yang dipakai untuk dasar pensertifikatan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) juga diduga palsu. Sebab, Padma tidak pernah menguasai atau tinggal di tanah tersebut sejak 1990.
"Semoga Polda segera membongkar kasus ini, agar korban tidak bertambah banyak,"ujar Wihartono, kuasa hukum Pujiama saat mendampingi pemeriksaan kliennya oleh PenyidikDirektorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimun)Polda Bali, Senin (13/7/2020).
Pujiama memberikan keterangan kepada penyidik Ditreskrimum Polda Bali dalam kasus pemalsuan kuitansi jual beli tanah yang diduga dilakukan Wayan Padma. Pemeriksaan berlangsung sekitar dua jam, dengan 22 pertanyaan.
Pemeriksaan kali kedua ini mulai masuk babak baru, yakni lebih fokus pada unsur pemalsuan tanda tangan, materai, blanko kuitansi dan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) yang ditandatangani Kepala Dusun Batas Dukuh Sari dan Lurah Sesetan.
Wihartono mengatakan, dari pendalaman alat bukti tersebut akhirnya terungkap luas tanah yang diambil Padma dari Pujiama di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Merak, Sesetan, Denpasar mencapai 670 meter persegi.
Menurutnya, klaim Padma menguasai tanah berdasarkan kuitansi jelas berbenturan atau tidak sesuai. Di kuitansi jual beli, senilai Rp 60 juta dengan luas tanah yang dibeli 500 meter persegi.
Sementara kuitansi kedua, 150 meter persegi seharga Rp 10 juta.Tapi faktanya, luas tanah di lapangan mencapai 670 meter persegi. Kedua lembar kuitansi itu tertanggal 10 Maret 1990 dan 1 Januari 1990.
Fatalnya, lanjut Wihartono, materai yang dipakai senilai Rp 6000. Padahal, materai itu baru beredar tahun 2006 hingga 2009. Sementara materai yang berlaku tahun 1990 adalah senilai Rp 1000. Tanda tangan Pujiama pun tidak identik dengan dokumen sah miliknya.
Keterangan Sporadik yang dipakai untuk dasar pensertifikatan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) juga diduga palsu. Sebab, Padma tidak pernah menguasai atau tinggal di tanah tersebut sejak 1990.
tulis komentar anda