Pemalsuan Dokumen Sertifikat Tanah Pujiama Libatkan Oknum Lintas Profesi
loading...
A
A
A
DENPASAR - Polda Bali diharapkan segera mengusut tuntas laporan pemalsuan dokumen untuk pembuatan sertifikat tanah milik Ketut Gede Pujiama, agar tak memakan lebih banyak korban.
"Semoga Polda segera membongkar kasus ini, agar korban tidak bertambah banyak,"ujar Wihartono, kuasa hukum Pujiama saat mendampingi pemeriksaan kliennya oleh PenyidikDirektorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimun)Polda Bali, Senin (13/7/2020).
Pujiama memberikan keterangan kepada penyidik Ditreskrimum Polda Bali dalam kasus pemalsuan kuitansi jual beli tanah yang diduga dilakukan Wayan Padma. Pemeriksaan berlangsung sekitar dua jam, dengan 22 pertanyaan.
Pemeriksaan kali kedua ini mulai masuk babak baru, yakni lebih fokus pada unsur pemalsuan tanda tangan, materai, blanko kuitansi dan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) yang ditandatangani Kepala Dusun Batas Dukuh Sari dan Lurah Sesetan.
Wihartono mengatakan, dari pendalaman alat bukti tersebut akhirnya terungkap luas tanah yang diambil Padma dari Pujiama di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Merak, Sesetan, Denpasar mencapai 670 meter persegi.
Menurutnya, klaim Padma menguasai tanah berdasarkan kuitansi jelas berbenturan atau tidak sesuai. Di kuitansi jual beli, senilai Rp 60 juta dengan luas tanah yang dibeli 500 meter persegi.
Sementara kuitansi kedua, 150 meter persegi seharga Rp 10 juta.Tapi faktanya, luas tanah di lapangan mencapai 670 meter persegi. Kedua lembar kuitansi itu tertanggal 10 Maret 1990 dan 1 Januari 1990.
Fatalnya, lanjut Wihartono, materai yang dipakai senilai Rp 6000. Padahal, materai itu baru beredar tahun 2006 hingga 2009. Sementara materai yang berlaku tahun 1990 adalah senilai Rp 1000. Tanda tangan Pujiama pun tidak identik dengan dokumen sah miliknya.
Keterangan Sporadik yang dipakai untuk dasar pensertifikatan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) juga diduga palsu. Sebab, Padma tidak pernah menguasai atau tinggal di tanah tersebut sejak 1990.
Ditambahkan Wihartono, selama pemeriksaan juga terungkap bahwa Padma mengusir penghuni tanah yang diklaim sebagai miliknya tersebut.
Diantaranya,Wartawan Senior Joko Sugianto yang membeli tanah seluas 250 meter persegi kepada Pujiama,dan menempatinya sejak tahun 2010. Selain itu, Hadi yang mengontrak tanah pada Pujiama. Padahal, masa kontraknya sampai 2047.
Wihartono menjelaskan, tanah tersebut telah dijual Padma ke orang lain seperti Albert Nahor, Wiwin, Dedik Sunardi dan Muhaji. Dalam menjalankan aksinya, dia diduga melibatkan banyak oknum lintas profesi.
"Proses persertifikatan banyak melibatkan oknum. Dalam waktu dekat ini pasti terbongkar siapa saja pemainnya," tutur. Wihartono. (Baca: Dipicu Dendam, Dua Bersaudara di Nias Bantai Tetangga).
Dari temuan itu, kata Wihartono, penyidik akan terus mengembangkan kasus ini dan melakukan pemeriksaan terhadap saksi yang mengetahui keadaan tanah secara nyata. "Saksi yang mengetahui keadaan tanah di antaranya warga sekitar yang mengetahui secara ril," jelasnya.
"Semoga Polda segera membongkar kasus ini, agar korban tidak bertambah banyak,"ujar Wihartono, kuasa hukum Pujiama saat mendampingi pemeriksaan kliennya oleh PenyidikDirektorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimun)Polda Bali, Senin (13/7/2020).
Pujiama memberikan keterangan kepada penyidik Ditreskrimum Polda Bali dalam kasus pemalsuan kuitansi jual beli tanah yang diduga dilakukan Wayan Padma. Pemeriksaan berlangsung sekitar dua jam, dengan 22 pertanyaan.
Pemeriksaan kali kedua ini mulai masuk babak baru, yakni lebih fokus pada unsur pemalsuan tanda tangan, materai, blanko kuitansi dan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) yang ditandatangani Kepala Dusun Batas Dukuh Sari dan Lurah Sesetan.
Wihartono mengatakan, dari pendalaman alat bukti tersebut akhirnya terungkap luas tanah yang diambil Padma dari Pujiama di Jalan Batas Dukuh Sari, Gang Merak, Sesetan, Denpasar mencapai 670 meter persegi.
Menurutnya, klaim Padma menguasai tanah berdasarkan kuitansi jelas berbenturan atau tidak sesuai. Di kuitansi jual beli, senilai Rp 60 juta dengan luas tanah yang dibeli 500 meter persegi.
Sementara kuitansi kedua, 150 meter persegi seharga Rp 10 juta.Tapi faktanya, luas tanah di lapangan mencapai 670 meter persegi. Kedua lembar kuitansi itu tertanggal 10 Maret 1990 dan 1 Januari 1990.
Fatalnya, lanjut Wihartono, materai yang dipakai senilai Rp 6000. Padahal, materai itu baru beredar tahun 2006 hingga 2009. Sementara materai yang berlaku tahun 1990 adalah senilai Rp 1000. Tanda tangan Pujiama pun tidak identik dengan dokumen sah miliknya.
Keterangan Sporadik yang dipakai untuk dasar pensertifikatan melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) juga diduga palsu. Sebab, Padma tidak pernah menguasai atau tinggal di tanah tersebut sejak 1990.
Ditambahkan Wihartono, selama pemeriksaan juga terungkap bahwa Padma mengusir penghuni tanah yang diklaim sebagai miliknya tersebut.
Diantaranya,Wartawan Senior Joko Sugianto yang membeli tanah seluas 250 meter persegi kepada Pujiama,dan menempatinya sejak tahun 2010. Selain itu, Hadi yang mengontrak tanah pada Pujiama. Padahal, masa kontraknya sampai 2047.
Wihartono menjelaskan, tanah tersebut telah dijual Padma ke orang lain seperti Albert Nahor, Wiwin, Dedik Sunardi dan Muhaji. Dalam menjalankan aksinya, dia diduga melibatkan banyak oknum lintas profesi.
"Proses persertifikatan banyak melibatkan oknum. Dalam waktu dekat ini pasti terbongkar siapa saja pemainnya," tutur. Wihartono. (Baca: Dipicu Dendam, Dua Bersaudara di Nias Bantai Tetangga).
Dari temuan itu, kata Wihartono, penyidik akan terus mengembangkan kasus ini dan melakukan pemeriksaan terhadap saksi yang mengetahui keadaan tanah secara nyata. "Saksi yang mengetahui keadaan tanah di antaranya warga sekitar yang mengetahui secara ril," jelasnya.
(nag)