Bongkar Sendiri Rumah Tanpa Bantuan Pemkab
A
A
A
BOJONEGORO - Marem, 67, janda yang tinggal di bantaran Kali Gandong, Bojonegoro, tak punya pilihan lain. Dia terpaksa harus membongkar rumah yang ditempatinya selama ini karena nyaris terseret longsor bantaran Kali Gandong yang terus melebar.
Marem membongkar rumah warisan orang tuanya itu dengan biayanya sendiri. Sampai kini tak sepeser pun bantuan dari pemerintah datang kepadanya. “Terpaksa rumah peninggalan orang tua ini saya bongkar,” ungkap Marem saat duduk di teras depan rumah kayu berukuran 10x11 meter di Dusun Korgan, Desa/Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro, kemarin.
Rumah Marem kini hanya berjarak 2-3 meter dengan tebing Kali Gandong. Setiap hari bantaran Kali Gandong yang longsor terus bertambah. Panjang tebing longsoran sekarang setengah kilometer dan lebarnya 50 meter. Sementara kedalaman longsor mencapai 20 meter. Tanah di samping rumah Marem sudah ambles terlebih dulu terseret longsor.
Begitu pula bangunan kamar mandi berukuran 3 x 3 meter di belakang rumah sudah tercebur ke dasar sungai. Untuk membongkar rumah, Marem punya uang Rp10 juta, pemberian kelima anaknya di luar kota. Dia juga menjual beberapa batang pohon jati yang berhasil diselamatkan dari longsoran untuk tambahan.
Marem berniat membangun rumah baru berukuran lebih kecil hanya 10 meter di sebelah barat rumahnya sekarang. “Mau pindah ke lokasi yang lain saya tidak punya uang. Saya cuma berharap longsoran bantaran Kali Gandong tidak terus melebar,” ungkapnya. Beberapa material, seperti pasir, batu, dan genting, sudah berada di dekat rumah Marem.
Sementara Mbah Dono, saudara Marem, telah terlebih dulu membongkar rumahnya yang berdinding kayu dan sasak bambu. Rumah itu semula juga berada persis di dekat tebing Kali Gandong yang longsor. Ketika membongkar rumah tahun 2014, Mbah Dono juga memakai biaya sendiri. “Tidak ada uang sepeser pun diberikan pemerintah untuk membongkar rumah itu,” ujar Mbah Dono kesal.
Mbah Dono mengatakan, telah menyampaikan kondisi bantaran Kali Gandong yang longsor dan mengancam permukiman penduduk itu pada Bupati Bojonegoro Suyoto saat dialog terbuka hari Jumat. Ia mengaku bukan hanya dirinya dan Marem yang rumahnya terancam terseret longsor, melainkan ada 17 rumah warga lainnya juga terdampak.
“Setelah saya menyampaikan Pak Bupati, ada dua orang asisten Pemkab Bojonegoro mengecek langsung kondisi bantaran Kali Gandong yang longsor itu. Rencananya tebing Kali Gandong yang longsor itu akan dibangun tangkisan,” ujarnya.
Kali Gandong sepanjang delapan kilometer yang mengalir dari Kecamatan Tambakrejo, Gayam, dan berakhir di Kecamatan Purwosari, itu merupakan anak Sungai Bengawan Solo. Bantaran Kaligandong yang longsor ini berada di dekat titik pertemuan Kali Gandong dengan Sungai Bengawan Solo.
Bantaran Kali Gandong terus longsor lantaran di daerah Sungai Bengawan Solo ada kegiatan pengambilan pasir memakai mesin diesel secara masif.
Muhammad Roqib
Marem membongkar rumah warisan orang tuanya itu dengan biayanya sendiri. Sampai kini tak sepeser pun bantuan dari pemerintah datang kepadanya. “Terpaksa rumah peninggalan orang tua ini saya bongkar,” ungkap Marem saat duduk di teras depan rumah kayu berukuran 10x11 meter di Dusun Korgan, Desa/Kecamatan Purwosari, Kabupaten Bojonegoro, kemarin.
Rumah Marem kini hanya berjarak 2-3 meter dengan tebing Kali Gandong. Setiap hari bantaran Kali Gandong yang longsor terus bertambah. Panjang tebing longsoran sekarang setengah kilometer dan lebarnya 50 meter. Sementara kedalaman longsor mencapai 20 meter. Tanah di samping rumah Marem sudah ambles terlebih dulu terseret longsor.
Begitu pula bangunan kamar mandi berukuran 3 x 3 meter di belakang rumah sudah tercebur ke dasar sungai. Untuk membongkar rumah, Marem punya uang Rp10 juta, pemberian kelima anaknya di luar kota. Dia juga menjual beberapa batang pohon jati yang berhasil diselamatkan dari longsoran untuk tambahan.
Marem berniat membangun rumah baru berukuran lebih kecil hanya 10 meter di sebelah barat rumahnya sekarang. “Mau pindah ke lokasi yang lain saya tidak punya uang. Saya cuma berharap longsoran bantaran Kali Gandong tidak terus melebar,” ungkapnya. Beberapa material, seperti pasir, batu, dan genting, sudah berada di dekat rumah Marem.
Sementara Mbah Dono, saudara Marem, telah terlebih dulu membongkar rumahnya yang berdinding kayu dan sasak bambu. Rumah itu semula juga berada persis di dekat tebing Kali Gandong yang longsor. Ketika membongkar rumah tahun 2014, Mbah Dono juga memakai biaya sendiri. “Tidak ada uang sepeser pun diberikan pemerintah untuk membongkar rumah itu,” ujar Mbah Dono kesal.
Mbah Dono mengatakan, telah menyampaikan kondisi bantaran Kali Gandong yang longsor dan mengancam permukiman penduduk itu pada Bupati Bojonegoro Suyoto saat dialog terbuka hari Jumat. Ia mengaku bukan hanya dirinya dan Marem yang rumahnya terancam terseret longsor, melainkan ada 17 rumah warga lainnya juga terdampak.
“Setelah saya menyampaikan Pak Bupati, ada dua orang asisten Pemkab Bojonegoro mengecek langsung kondisi bantaran Kali Gandong yang longsor itu. Rencananya tebing Kali Gandong yang longsor itu akan dibangun tangkisan,” ujarnya.
Kali Gandong sepanjang delapan kilometer yang mengalir dari Kecamatan Tambakrejo, Gayam, dan berakhir di Kecamatan Purwosari, itu merupakan anak Sungai Bengawan Solo. Bantaran Kaligandong yang longsor ini berada di dekat titik pertemuan Kali Gandong dengan Sungai Bengawan Solo.
Bantaran Kali Gandong terus longsor lantaran di daerah Sungai Bengawan Solo ada kegiatan pengambilan pasir memakai mesin diesel secara masif.
Muhammad Roqib
(ftr)