Ubaya Gelar Carnival Run di Dies Natalis Ke-47
A
A
A
SURABAYA - Lapangan parkir Kampus Tenggilis, Universitas Surabaya (Ubaya), tidak seperti Minggu biasanya.
Sekitar 1.700 mahasiswa dan masyarakat tumplek-ruah sejak pukul 05.30 WIB kemarin. Mereka terlibat langsung dalam carnival run sekaligus dies natalis ke-47 Ubaya sepanjang 7 kilometer. Menariknya, setiap melewati pos para pelari itu ditaburi bubuk aneka warna.
Karuan saja kegiatan ini menjadi hiburan tersendiri bagi warga atau mereka yang melintasi rute Tenggilis, Raya Panjang Jiwo, Raya Prapen, Raya Jemursari, Raya Tenggilis, dan berakhir di Kampus Tenggilis kembali.
“Ada 4 pos yang harus peserta lewati. Kaos putih yang dikenakan peserta langsung menjadi sasaran taburan bubuk. Ada merah, biru, hijau, ungu, merah muda, jingga yang melambangkan perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan di Ubaya dilebur jadi satu. Tak ada lagi perbedaan pada kami,” ungkap Imega Winata, ketua panitia carnival run , mahasiswi asal Maumere, Flores.
Selain bermodalkan kaos oblong putih, kacamata hitam dan bersepatu, peserta juga membayar Rp60.000. Carnival run ini juga menarik minat mahasiswa asing yang belajar bahasa di Ubaya. Daniel Krausse salah satunya. Mahasiswa asal Jerman ini harus rela bangun sangat pagi untuk bisa ikut. “Biasanya saya bangun pukul 12 siang, tadi (kemarin) bangun pukul 5 pagi,” tuturnya.
Meski demikian, upayanya tidak sia-sia. Daniel berhak atas medali sebagai 100 pelari pertama yang menginjak finis. Lain halnya dengan Michaela Fedakova, mahasiswi asal Slovakia yang lebih memilih memakai sandal jepit saat lari. “Sandal lebih ringan, enak dipakai tidak ribet . Kalau hujan juga tidak perlu khawatir,” urai Michaela lantas tertawa.
Rute yang ditentukan menjadi tantangan bagi mahasiswa yang tidak pernah jalan jauh. Philips Cheng Budianto di antaranya. Mahasiswa semester empat pada Fakultas Hukum Ubaya ini semangat dan tidak merasa capai karena banyak temannya. “Menyenangkan, capai tapi tidak terasa karena seru disembur bubuk warnawarni, keren, seru. Padahal sebelumnya tidak pernah jalan jauh,” ungkapnya.
Peserta berstatus murid sekolah dasar yang menarik perhatian. Dia, Andika Karaeng, siswa kelas V SDN Jemur Wonosari III yang turut ambil bagian dan mendapat medali tercepat kedua. “Saya orang kedua yang dikalungi medali di antara 100 peserta lari tercepat,” kata Andika.
Ini membuat senang ayahnya, Suratno, yang menuturkan membangunkan Andika pukul 04.30 WIB dan harus mengonsumsi jangkrik goreng atau dioseng untuk mendongkrak stamina saat lari. Bocah yang tinggal di Siwalankerto ini sebelumnya juga mendapatkan penghargaan lima pelari tercepat saat fun run yang diadakan Ciputra beberapa waktu lalu.
Carnival run kali ini digelar sebagai peringatan dies natalis ke-47 Ubaya, sekaligus bertepatan dengan International Women’s Day . Maka sesampainya di garis finis, peserta diminta membuat cap tangan dengan bubuk warna, lalu menempelkan pada spanduk putih sebagai ungkapan simpati terhadap keberhasilan perempuan sedunia atas pekerjaan dan prestasi yang sudah diraih.
Mereka juga digiring melakukan photobooth dengan harga Rp10.000 sekali jepret saat memasuki lapangan parkir Kampus Tenggilis. Nantinya, 50% biaya photobooth ini akan disumbangkan ke Yayasan Savy Amira (korban kekerasan dalam rumah tangga).
Acara yang dibuka Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pukul 06.00 WIB ini, ditutup dengan semburan foam pada peserta sebanyak 45 liter secara terusmenerus dan flashmob oleh Unit Kegiatan Kemahasiswaan Tari.
“Kami anak muda butuh kegiatan enegik, fun , dan tak lupa charity . Dua bulan sudah kami siapkan. Saya bangga karena ini bertepatan dengan International Womens Day,” ungkap Mega sambil meneteskan air mata haru.
Soeprayitno
Sekitar 1.700 mahasiswa dan masyarakat tumplek-ruah sejak pukul 05.30 WIB kemarin. Mereka terlibat langsung dalam carnival run sekaligus dies natalis ke-47 Ubaya sepanjang 7 kilometer. Menariknya, setiap melewati pos para pelari itu ditaburi bubuk aneka warna.
Karuan saja kegiatan ini menjadi hiburan tersendiri bagi warga atau mereka yang melintasi rute Tenggilis, Raya Panjang Jiwo, Raya Prapen, Raya Jemursari, Raya Tenggilis, dan berakhir di Kampus Tenggilis kembali.
“Ada 4 pos yang harus peserta lewati. Kaos putih yang dikenakan peserta langsung menjadi sasaran taburan bubuk. Ada merah, biru, hijau, ungu, merah muda, jingga yang melambangkan perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan di Ubaya dilebur jadi satu. Tak ada lagi perbedaan pada kami,” ungkap Imega Winata, ketua panitia carnival run , mahasiswi asal Maumere, Flores.
Selain bermodalkan kaos oblong putih, kacamata hitam dan bersepatu, peserta juga membayar Rp60.000. Carnival run ini juga menarik minat mahasiswa asing yang belajar bahasa di Ubaya. Daniel Krausse salah satunya. Mahasiswa asal Jerman ini harus rela bangun sangat pagi untuk bisa ikut. “Biasanya saya bangun pukul 12 siang, tadi (kemarin) bangun pukul 5 pagi,” tuturnya.
Meski demikian, upayanya tidak sia-sia. Daniel berhak atas medali sebagai 100 pelari pertama yang menginjak finis. Lain halnya dengan Michaela Fedakova, mahasiswi asal Slovakia yang lebih memilih memakai sandal jepit saat lari. “Sandal lebih ringan, enak dipakai tidak ribet . Kalau hujan juga tidak perlu khawatir,” urai Michaela lantas tertawa.
Rute yang ditentukan menjadi tantangan bagi mahasiswa yang tidak pernah jalan jauh. Philips Cheng Budianto di antaranya. Mahasiswa semester empat pada Fakultas Hukum Ubaya ini semangat dan tidak merasa capai karena banyak temannya. “Menyenangkan, capai tapi tidak terasa karena seru disembur bubuk warnawarni, keren, seru. Padahal sebelumnya tidak pernah jalan jauh,” ungkapnya.
Peserta berstatus murid sekolah dasar yang menarik perhatian. Dia, Andika Karaeng, siswa kelas V SDN Jemur Wonosari III yang turut ambil bagian dan mendapat medali tercepat kedua. “Saya orang kedua yang dikalungi medali di antara 100 peserta lari tercepat,” kata Andika.
Ini membuat senang ayahnya, Suratno, yang menuturkan membangunkan Andika pukul 04.30 WIB dan harus mengonsumsi jangkrik goreng atau dioseng untuk mendongkrak stamina saat lari. Bocah yang tinggal di Siwalankerto ini sebelumnya juga mendapatkan penghargaan lima pelari tercepat saat fun run yang diadakan Ciputra beberapa waktu lalu.
Carnival run kali ini digelar sebagai peringatan dies natalis ke-47 Ubaya, sekaligus bertepatan dengan International Women’s Day . Maka sesampainya di garis finis, peserta diminta membuat cap tangan dengan bubuk warna, lalu menempelkan pada spanduk putih sebagai ungkapan simpati terhadap keberhasilan perempuan sedunia atas pekerjaan dan prestasi yang sudah diraih.
Mereka juga digiring melakukan photobooth dengan harga Rp10.000 sekali jepret saat memasuki lapangan parkir Kampus Tenggilis. Nantinya, 50% biaya photobooth ini akan disumbangkan ke Yayasan Savy Amira (korban kekerasan dalam rumah tangga).
Acara yang dibuka Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pukul 06.00 WIB ini, ditutup dengan semburan foam pada peserta sebanyak 45 liter secara terusmenerus dan flashmob oleh Unit Kegiatan Kemahasiswaan Tari.
“Kami anak muda butuh kegiatan enegik, fun , dan tak lupa charity . Dua bulan sudah kami siapkan. Saya bangga karena ini bertepatan dengan International Womens Day,” ungkap Mega sambil meneteskan air mata haru.
Soeprayitno
(ftr)