Camat dan Lurah Arogan

Jum'at, 13 Februari 2015 - 12:04 WIB
Camat dan Lurah Arogan
Camat dan Lurah Arogan
A A A
SURABAYA - Fenomena pejabat mengundurkan diri tidak hanya terjadi di lingkungan BUMD Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Ketua RW dan ketua RT Bandarejo, Kelurahan Sememi Kecamatan Benowo juga ikut mundur.

Aksi mereka dipicu sikap arogan Camat Benowo dan Lurah Sememi. Mereka yang mengundurkan diri adalah ketua RT 01/RT 05 serta ketua RW VII Bandarejo, Kelurahan Sememi. Pengunduran diri mereka dipicu sikap Camat Benowo Tommi dan Lurah Sememi Mustofa yang dianggap melecehkan pengurus RW dan RT. Sebab, keduanya telah membuka paksa portal Perumahan Griya Cipta Asri di Sememi.

“Kami sebagai pengurus merasa dilecehkan. Camat dan lurah mengambil keputusan sendiri meski belum ada mufakat. Seharusnya persoalan ini dibicarakan dengan pengurus RW setempat, jangan main tutup secara sepihak,” kata Ketua RW VII Bandarejo Kelurahan Sememi, Taufik Rochman. Sikap arogan dari Lurah Sememi dan juga Camat Benowo membuat Taufik geram.

Tanpa pikir panjang, dia langsung melayangkan surat pengajuan pengunduran diri. Taufik langsung menyerahkan stempel RW VII pada Sekretaris Kelurahan Sememi, Hendri. Di hadapan Hendri, dengan tegas Taufik menyatakan mundur dari jabatannya. ”Saya mundur sekarang. Buat apa kalau camat dan lurah berjalan seenaknya sendiri, tidak pernah berkoordinasi dengan kami,” kata Taufik.

Buntut dari persoalan itu adalah warga RW VII Bandarejo Sememi menutup akses perumahan menuju kampungnya. Warga perumahan yang terdiri dari 7 RT pun gerah dan akhirnya ikut menutup akses. Kedua pihak kemudian saling memasang gembok di portalnya pada November 2014. Warga Bandarejo meminta kompensasi dari Rp10 juta kemudian minta Rp5 juta. Ternyata warga perumahan menolak.

Tak berselang lama, warga Bandarejo mendadak meminta portal dibuka semua. ”Kami siap membuka asal orang yang bikin masalah itu meminta maaf. Mereka yang awalnya menutup kok, warga perumahan disalahkan,” kata Taufik.

Persoalan yang meruncing itu kemudian berusaha diselesaikan di kecamatan. Perundingan dihadiri dua belah pihak. Pertemuan pertama, tidak ada kesepakatan karena warga Bandarejo yang meminta portal kembali dibuka juga menuntut pelebaran jalan akses. Pertemuan kedua pada Jumat pekan lalu digelar. Tapi dari 7 RT di RW VII hanya hadir 3 RT.

”Saya tidak bisa datang karena undangannya mendadak. Dan di pertemuan itu diputuskan portal harus dibuka semua oleh kecamatan,” ungkapnya. Yang membuat Taufik marah karena surat keputusan pembukaan dari kecamatan belum diterima, tapi portal telah dibuka paksa pada Rabu pagi.

”Setelah dibuka paksa, baru ada surat. Ini camat dan aparatnya tidak punya etika. Bu Wali (Tri Rismaharini) harus tahu gaya pejabat anak buahnya yang arogan. Insya Allah, semua RT di bawah saya akan mengikuti mundur,” kata pria yang sudah menjabat sebagai ketua RW selama tiga periode ini.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono menyayangkan sikap lurah maupun camat yang terkesan arogan dalam menyikapi persoalan warganya. Seharusnya ketika ada koordinasi dan komunikasi yang baik, pengunduran diri ketua RW ini tidak akan terjadi. Lurah dan camat juga harus memfasilitasi dan menengahi persoalan yang dihadapi warganya.

“Masalah seperti ini (konflik antara RW dan lurah maupun camat) sudah biasa terjadi. Ini menjadi tantangan dan butuh keterampilan tersendiri bagi lurah dan camat untuk menyelesaikannya,” katanya.

Lukman Hakim
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6758 seconds (0.1#10.140)