Kecolongan Miras Cherrybelle, Pemkab Garut Revisi Perda
A
A
A
GARUT - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Garut kecolongan atas kasus miras oplosan Cherrybelle yang merenggut belasan jiwa warganya. Bupati Garut Rudy Gunawan mengakui, pengawasan atas peredaran miras termasuk bahan-bahan miras oplosan di Garut kurang.
"Ya kecolongan. Kita akan bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan terkait penjualan bahan-bahan miras oplosan seperti metanol dan lainnya. Karena memang pengawasannya kurang," kata Rudy di Mapolres Garut, Senin (8/12/2014).
Selain berjanji meningkatkan pengawasan, bupati juga akan merevisi denda dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Anti Perbuatan Maksiat, yang memuat soal peredaran miras.
"Kita akan merevisinya kembali. Sebab aturan dalam perda itu tipiring. Maksimalnya sudah diatur, hanya tiga bulan, tidak boleh lebih. Dendanya juga hanya sekitar Rp1 juta hingga Rp2 juta. Kita juga harus merevisi dendanya supaya untuk menimbulkan efek jera," ujarnya.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Garut Suherman mengakui pengawasan pihaknya lemah. Menurutnya, kewenangan Satpol PP dalam penegakan Perda masih sangat terbatas.
Dalam Perda, Satpol PP hanya bisa melakukan pengawasan. Sedangkan penegakan aturan hanya bisa dilakukan polisi dan penyidik PNS.
"Karena itu bila ada pelanggar, Satpol PP hanya bisa melakukan peringatan dan pemanggilan saja," ucapnya.
Sementara itu, lebih dari 6.079 botol miras berbagai merek dimusnahkan dalam acara Deklarasi Anti Minuman Keras dan Narkoba di Lapangan Mapolres Garut. Miras yang dihancurkan ini merupakan hasil razia aparat kepolisian di Garut beberapa bulan ke belakang, sebelum kasus miras oplosan Cherrybelle terjadi.
Salah satu tokoh ulama Garut, Ceng Mujib, menyatakan polisi harus bertindak untuk memberantas miras. Bila tidak, dia akan mengerahkan seluruh pesantren untuk memusnahkannya.
"Kepada pemilik toko-toko penjual miras berikut pabrik miras di Garut, sebaiknya tutup dari sekarang. Kalau tidak ditutup, akan kami hancurkan," katanya.
"Ya kecolongan. Kita akan bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Kesehatan terkait penjualan bahan-bahan miras oplosan seperti metanol dan lainnya. Karena memang pengawasannya kurang," kata Rudy di Mapolres Garut, Senin (8/12/2014).
Selain berjanji meningkatkan pengawasan, bupati juga akan merevisi denda dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Anti Perbuatan Maksiat, yang memuat soal peredaran miras.
"Kita akan merevisinya kembali. Sebab aturan dalam perda itu tipiring. Maksimalnya sudah diatur, hanya tiga bulan, tidak boleh lebih. Dendanya juga hanya sekitar Rp1 juta hingga Rp2 juta. Kita juga harus merevisi dendanya supaya untuk menimbulkan efek jera," ujarnya.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Garut Suherman mengakui pengawasan pihaknya lemah. Menurutnya, kewenangan Satpol PP dalam penegakan Perda masih sangat terbatas.
Dalam Perda, Satpol PP hanya bisa melakukan pengawasan. Sedangkan penegakan aturan hanya bisa dilakukan polisi dan penyidik PNS.
"Karena itu bila ada pelanggar, Satpol PP hanya bisa melakukan peringatan dan pemanggilan saja," ucapnya.
Sementara itu, lebih dari 6.079 botol miras berbagai merek dimusnahkan dalam acara Deklarasi Anti Minuman Keras dan Narkoba di Lapangan Mapolres Garut. Miras yang dihancurkan ini merupakan hasil razia aparat kepolisian di Garut beberapa bulan ke belakang, sebelum kasus miras oplosan Cherrybelle terjadi.
Salah satu tokoh ulama Garut, Ceng Mujib, menyatakan polisi harus bertindak untuk memberantas miras. Bila tidak, dia akan mengerahkan seluruh pesantren untuk memusnahkannya.
"Kepada pemilik toko-toko penjual miras berikut pabrik miras di Garut, sebaiknya tutup dari sekarang. Kalau tidak ditutup, akan kami hancurkan," katanya.
(zik)