Keluarga Anton Minta ER Turun Tangan
A
A
A
BATU - Penahanan tersangka kasus dugaan korupsi PT Batu Wisata Resource (BWR) Dwi Martono Arlianto membuat keluarga resah. Orang tua mantan komisioner KPU itu, Sukarli Arief, meminta Wali Kota Batu Eddy Rumpoko (ER) ikut bertanggung jawab.
“Wali kota yang memberikan pekerjaan pada Anton untuk menjadi direktur PT BWR. Jadi wajar kalau keluarga menuntut tanggung jawabnya. Apalagi wali kota menjanjikan modal PT BWR Rp5 miliar. Tapi yang dicairkan hanya Rp2 miliar saja,” ujar Sukarli Arief di rumahnya, kemarin.
Ketidakmampuan pemkot memenuhi modal, kata Sukarli, menjadi akar masalah PT BWR. Padahal modal sebesar Rp5 miliar telah disepakati dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang PT BWR yang diketok tahun 2010. Menurutnya, untuk menutupi kekurangan modal usaha di PT BWR, Anton terpaksa menjual rumahnya di Jalan Diponegoro seharga Rp350 jutaan.
Selain itu, Anton masih meminjam uang kepada kakaknya Rp200 juta, termasuk meminjam uang kepada Sukarli sehingga nilainya tidak terhitung lagi. “Saya kepada anak tidak pernah menghitung. Setiap Anton pinjam uang selalu saya beri,” ujarnya. Dia sampai saat ini tidak yakin kalau anaknya melakukan tindak pidana korupsi. Kalau Anton melakukan tindakan korupsi, mestinya rumah dia tidak dijual.
Saat ini anak bersama istrinya menyewa rumah di perumahan Cluster Imam Bonjol. “Yang kami sesalkan lagi, Komisaris PT BWR Zadiem Efisiensi tidak berbuat apa pun untuk Anton. Mestinya komisaris mengetahui apa yang dikerjakan Anton selama ini,” ucapnya.
Pria yang membuka usaha rumah makan di Jalan Diponegoro Kota Batu ini, tidak ingin menuduh pihak manapun terkait dugaan korupsi yang dituduhkan penyidik Kejari Kota Batu kepada Anton. “Anak saya telah dizalimi. Jadi masalah ini saya pasrahkan kepada Allah SWT. Dia yang maha mengetahui mana yang benar dan salah,” ucapnya.
Lebih lanjut diterangkannya, kerugian yang dialami PT BWR bukan kerugian negara, melainkan kerugian bisnis/ usaha. Sukarli menilai, karena modal usaha PT BWR tidak komplet sehingga Anton kewalahan dalam melaksanakan bisnis PT BWR.
“Anton terlalu jujur dan idealis sehingga tidak mengetahui dia sedang dikorbankan orang lain. Bahkan demi PT BWR, dia harus mengorbankan pekerjaannya sebagai PNS di BPPT. Sekarang pihak keluarga pasrah pada penegak hukum. Keadilan pasti akan didapat anak saya,” kata Sukarli terlihat matanya berkaca-kaca.
Saat ini Sukarli mengatakan, keluarga hanya berharap Anton panggilan akrab Dwi Martono Arlianto mendapatkan izin menjadi tahanan kota. Dia menjamin jika Anton tidak akan melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti. “Kami menjadi jaminannya,” ujarnya.
Sebelumnya Wali Kota Batu Eddy Rumpoko mengatakan, kerugian di PT BWR bukan termasuk kerugian negara, tapi tergolong kerugian bisnis. Untuk menyelesaikan masalah di PT BWR harus digelar dulu rapat umum pemegang saham (RUPS).
“Harus digelar RUPS dulu, setelah itu diaudit modal usaha PT BWR. Dari RUPS itu akan diketahui apakah manajemennya harus diganti atau dipertahankan. Selain itu, apakah harus ditambah modal usahanya atau tetap dibiarkan seperti sekarang. Yang jelas keberadaan PT BWR masih dibutuhkan pemerintah untuk mengawal investasi dan mengurusi pedagang kaki lima (PKL) di Kota Batu,” kata Eddy Rumpoko.
Maman Adi Saputro
“Wali kota yang memberikan pekerjaan pada Anton untuk menjadi direktur PT BWR. Jadi wajar kalau keluarga menuntut tanggung jawabnya. Apalagi wali kota menjanjikan modal PT BWR Rp5 miliar. Tapi yang dicairkan hanya Rp2 miliar saja,” ujar Sukarli Arief di rumahnya, kemarin.
Ketidakmampuan pemkot memenuhi modal, kata Sukarli, menjadi akar masalah PT BWR. Padahal modal sebesar Rp5 miliar telah disepakati dalam Peraturan Daerah (Perda) tentang PT BWR yang diketok tahun 2010. Menurutnya, untuk menutupi kekurangan modal usaha di PT BWR, Anton terpaksa menjual rumahnya di Jalan Diponegoro seharga Rp350 jutaan.
Selain itu, Anton masih meminjam uang kepada kakaknya Rp200 juta, termasuk meminjam uang kepada Sukarli sehingga nilainya tidak terhitung lagi. “Saya kepada anak tidak pernah menghitung. Setiap Anton pinjam uang selalu saya beri,” ujarnya. Dia sampai saat ini tidak yakin kalau anaknya melakukan tindak pidana korupsi. Kalau Anton melakukan tindakan korupsi, mestinya rumah dia tidak dijual.
Saat ini anak bersama istrinya menyewa rumah di perumahan Cluster Imam Bonjol. “Yang kami sesalkan lagi, Komisaris PT BWR Zadiem Efisiensi tidak berbuat apa pun untuk Anton. Mestinya komisaris mengetahui apa yang dikerjakan Anton selama ini,” ucapnya.
Pria yang membuka usaha rumah makan di Jalan Diponegoro Kota Batu ini, tidak ingin menuduh pihak manapun terkait dugaan korupsi yang dituduhkan penyidik Kejari Kota Batu kepada Anton. “Anak saya telah dizalimi. Jadi masalah ini saya pasrahkan kepada Allah SWT. Dia yang maha mengetahui mana yang benar dan salah,” ucapnya.
Lebih lanjut diterangkannya, kerugian yang dialami PT BWR bukan kerugian negara, melainkan kerugian bisnis/ usaha. Sukarli menilai, karena modal usaha PT BWR tidak komplet sehingga Anton kewalahan dalam melaksanakan bisnis PT BWR.
“Anton terlalu jujur dan idealis sehingga tidak mengetahui dia sedang dikorbankan orang lain. Bahkan demi PT BWR, dia harus mengorbankan pekerjaannya sebagai PNS di BPPT. Sekarang pihak keluarga pasrah pada penegak hukum. Keadilan pasti akan didapat anak saya,” kata Sukarli terlihat matanya berkaca-kaca.
Saat ini Sukarli mengatakan, keluarga hanya berharap Anton panggilan akrab Dwi Martono Arlianto mendapatkan izin menjadi tahanan kota. Dia menjamin jika Anton tidak akan melarikan diri maupun menghilangkan barang bukti. “Kami menjadi jaminannya,” ujarnya.
Sebelumnya Wali Kota Batu Eddy Rumpoko mengatakan, kerugian di PT BWR bukan termasuk kerugian negara, tapi tergolong kerugian bisnis. Untuk menyelesaikan masalah di PT BWR harus digelar dulu rapat umum pemegang saham (RUPS).
“Harus digelar RUPS dulu, setelah itu diaudit modal usaha PT BWR. Dari RUPS itu akan diketahui apakah manajemennya harus diganti atau dipertahankan. Selain itu, apakah harus ditambah modal usahanya atau tetap dibiarkan seperti sekarang. Yang jelas keberadaan PT BWR masih dibutuhkan pemerintah untuk mengawal investasi dan mengurusi pedagang kaki lima (PKL) di Kota Batu,” kata Eddy Rumpoko.
Maman Adi Saputro
(ftr)