Pamerkan Busana di Catwalk 800 Meter

Senin, 03 November 2014 - 19:19 WIB
Pamerkan Busana di Catwalk 800 Meter
Pamerkan Busana di Catwalk 800 Meter
A A A
Sepanjang Jalan Hayam Wuruk, Kota Mojokerto pagi hingga siang kemarin dijejali ribuan masyarakat. Di jalan yang berhimpitan dengan Sungai Brantas itu terhampar red carpet sepanjang 800 meter.

Di antara catwalk itu terdapat lima panggung. Peragaan busana batik ini diikuti ratusan peserta dari 10 kabupaten/kota di Jawa Timur. Berbagai busana berbahan batik pun ditampilkan. Dengan berbagai kategori busana baik busana modern, muslim, hingga etnik, gelaran Batik on The Streetini cukup menghibur masyarakat yang sengaja mengisi liburan di jalanan ini. Peserta pun agaknya terlihat cukup lelah karena harus berlenggaklenggok memamerkan busana di tengah teriknya matahari.

Terlebih, lintasan yang dilalui cukup panjang. Sedikitnya 220 peserta menuntaskan peragaan busana yang sudah kali kedua digelar itu. Peserta didominasi oleh kalangan anak-anak. Namun tak sedikit pula para remaja yang ikut ambil bagian, terutama remaja putri. Busana yang ditampilkan terbilang kreatif. Kendati berbahan utama kain batik, namun hasil kreasi cukup apik jika dipakai dalam momen harian.

Beberapa busana kreatif dengan konsep unik cukup menyita perhatian masyarakat. Violin, salah satu peserta asal Kota Probolinggo misalnya. Gadis cilik berusia 12 tahun ini mampu memukau penonton dengan busana unik yang ia kenakan. Dengan agak kesulitan, busana hasil kreasi Livo itu diperagakan Violin. Sejumlah masyarakat pun tak menyia- nyiakan momen ini untuk berfoto meski Violin masih berjalan di atas catwalk.

Busana dengan konsep percampuran budaya Majapahit dan Madura ini menempelkan berbagai aksesori kesenian, salah satunya adalah kuda lumping. Livo menyebut, ia butuh waktu satu pekan untuk menyelesaikan pembuatan busana ini. Dengan mengambil konsep potret budaya Majapahit dan Madura, ia mengharuskan si pemeraga busana untuk ekstra kuat. “Memang agak berat dan susah untuk berjalan. Ada banyak aksesori yang menempel. Tapi ini merupakan busana unik yang layak untuk dipamerkan dalam momen karnaval seperti ini,” ungkap Livo.

Dia menyebut, konsep busana batik selama ini lebih mengesankan formal bagi pemakaiannya. Namun kata dia, jika disentuh dengan kreatif, busana batik bisa disajikan dengan beragam bentuk yang unik namun tetap enak dipandang. ”Pun jika dibuat untuk segala momen, batik tetap bisa diunggulkan. Harapannya agar momen seperti ini bisa berkelanjutan untuk mewadahi kreativitas perancang busana,” tukasnya.

Batik on The Street cukup menyita perhatian para perancang busana di beberapa kota di Jatim. Tercatat peserta berasal dari Mojokerto, Lamongan, Tuban, Bojonegoro, Jombang, Madiun, Kediri, Tulungagung, Sidoarjo, Surabaya, dan Malang. ”Momen ini sekaligus untuk mempererat persaudaraan antara warga. Batik menjadi pemersatunya,” ungkap Wali Kota Mojokerto Masud Yunus. Batik on The Street kata Masud Yunus, sudah kali kedua digelar.

Momen ini sekaligus untuk mengangkat budaya lokal lantaran Kota Mojokerto sendiri yang memiliki batik khas. Ia berharap momen seperti ini bisa menjadi wisata lokal. “Cukup hangat sambutan acara ini, baik dari masyarakat maupun para peserta sendiri,” ujarnya. Dia menyebut, karena cukup sukses di pagelaran fashion show kedua kalinya ini, Pemkot Mojokerto bakal melanjutkan pagelaran yang sama di tahun depan.

Dengan konsep yang lebih matang, ia yakin jika Batik on The Street menjadi momen yang ditunggu masyarakat setiap tahunnya. “Ini juga bisa meningkatkan ekonomi masyarakat karena ada banyak wisatawan yang datang,” tuturnya.

TRITUS JULAN
Mojokerto
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6796 seconds (0.1#10.140)