Terkejut dan Bangga Pak Tik Ditunjuk Jadi Mensesneg
A
A
A
BOJONEGORO - Senin (27/10), Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengumumkan susunan menteri yang dinamakan Kabinet Kerja. Dari 34 nama yang diumumkan, ada satu putra Bojonegoro yang disebut-sebut sebagai orang kepercayaan Jokowi. Dia adalah Prof Dr Pratikno, Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang ditunjuk menjadi Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg).
Keluarga dan kerabat lebih akrab menyapanya dengan nama Pak Tik. Dia lahir dan dibesarkan di Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro. Kampung ini termasuk daerah pelosok yang berjarak sekitar 40 km dari Kota Bojonegoro. Masyarakat desa ini baru mengenal listrik pada 1994.
Tentu saja kabar penunjukan Pratikno sebagai Mensesneg membuat heboh kampung halamannya, terlebih keluarga dan kerabatnya.
Keluarga mengaku terkejut karena sebelumnya Pratikno tidak pernah memberi kabar bila dia mendapat tawaran di kementerian, apalagi dengan posisi yang cukup strategis. “Pertama kali mendengar kabar itu, keluarga sempat tidak percaya karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan dari Pakde Tik. Namun, kami semua bersyukur sekaligus bangga terhadap beliau,” ujar Virgiawan Listianto, keponakan yang tinggal di rumah keluarga Pratikno.
Keluarga bersyukur dan bangga atas kepercayaan besar yang diberikan kepada Pratikno. Mereka ingin tetap bisa melihat sosok Pak Tik yang sederhana dan bersahaja serta berdoa agar dia bisa mengemban amanah itu dengan baik.
Putra kedua dari tujuh bersaudara ini memang berasal dari keluarga terpelajar untuk ukuran desa saat itu. Bapaknya, almarhum Haji Kariman, merupakan Kepala Desa Dolokgede sejak 1977-1998. Dia juga Kepala SD Dolokrejo. Sementara, ibunya adalah guru di sekolah tersebut.
Sejauh ini keluarga Pratikno di Bojonegoro belum punya rencana menggelar syukuran atas pelantikan Praktikno sebagai Mensesneg. Keluarga belum bisa berunding karena sebagian masih di Jakarta, termasuk ibu kandung Praktikno, Hajah Kasminah, 74. “Kalau sudah berkumpul di rumah, kami akan bermusyawarah perlu tidaknya syukuran itu,” ujarnya.
Rumah masa kecil Pratikno terbilang sederhana. Rumah model joglo kuno itu berdinding kayu dengan lantai keramik biasa. Letaknya di tengah perkampungan penduduk itu dan masih kokoh berdiri hingga saat ini. Rumah itu kini ditempati Hajah Kasminah dan Vian bersama istrinya.
Dalam kesempatan sebelumnya, Hajah Kasminah mengakui, sejak kecil Pratikno memang terlihat menonjol dari segi akademis. Lahir pada 13 Februari 1962, Pratikno mulai mengenyam pendidikan dasar di SD Desa Dologgede. Selama di SD, prestasi akademik Pratikno di atas teman-temannya dengan selalu meraih peringkat pertama di kelas.
Lulus dari SD, dia melanjutkan pendidikan di SMP N 1 Padangan. Lagi-lagi prestasinya gemilang hingga lulus dan melanjutkan ke SMAN 2 Bojonegoro. Lulus dari SMA dengan nilai yang bagus, Pratikno lalu memilih UGM Yogyakarta untuk melanjutkan jenjang pendidikan sarjana strata satu (S-1).
Hajah Kasminah mengenal Pratikno sebagai pribadi yang mandiri, cerdas, dan disiplin sejak kecil. Selama kuliah, Pratikno mencari uang sendiri untuk menutup biaya kuliah hingga lulus tanpa meminta sepeserpun dari orang tua. “Saya bangga dengan anak saya itu,” kata Hajah Kasmi dengan mata berkaca-kaca.
Setelah tidak tinggal di rumah yang sama, Hajah Kami masih sering berkomunikasi dengan Pratikno melalui telepon. Baginya, Pratikno adalah sosok yang penuh perhatian keluarga, terlebih orang tua. Ketika ada waktu luang, dia juga menyempatkan pulang untuk sekalian bersilaturahmi dengan masyarakat. “Sampai saat ini pun, ketika akan pergi, dia selalu memberikan kabar atau berpamitan, meski sedang di luar kota,” ujarnya.
Muhammad Roqib
Keluarga dan kerabat lebih akrab menyapanya dengan nama Pak Tik. Dia lahir dan dibesarkan di Desa Dolokgede, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro. Kampung ini termasuk daerah pelosok yang berjarak sekitar 40 km dari Kota Bojonegoro. Masyarakat desa ini baru mengenal listrik pada 1994.
Tentu saja kabar penunjukan Pratikno sebagai Mensesneg membuat heboh kampung halamannya, terlebih keluarga dan kerabatnya.
Keluarga mengaku terkejut karena sebelumnya Pratikno tidak pernah memberi kabar bila dia mendapat tawaran di kementerian, apalagi dengan posisi yang cukup strategis. “Pertama kali mendengar kabar itu, keluarga sempat tidak percaya karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan dari Pakde Tik. Namun, kami semua bersyukur sekaligus bangga terhadap beliau,” ujar Virgiawan Listianto, keponakan yang tinggal di rumah keluarga Pratikno.
Keluarga bersyukur dan bangga atas kepercayaan besar yang diberikan kepada Pratikno. Mereka ingin tetap bisa melihat sosok Pak Tik yang sederhana dan bersahaja serta berdoa agar dia bisa mengemban amanah itu dengan baik.
Putra kedua dari tujuh bersaudara ini memang berasal dari keluarga terpelajar untuk ukuran desa saat itu. Bapaknya, almarhum Haji Kariman, merupakan Kepala Desa Dolokgede sejak 1977-1998. Dia juga Kepala SD Dolokrejo. Sementara, ibunya adalah guru di sekolah tersebut.
Sejauh ini keluarga Pratikno di Bojonegoro belum punya rencana menggelar syukuran atas pelantikan Praktikno sebagai Mensesneg. Keluarga belum bisa berunding karena sebagian masih di Jakarta, termasuk ibu kandung Praktikno, Hajah Kasminah, 74. “Kalau sudah berkumpul di rumah, kami akan bermusyawarah perlu tidaknya syukuran itu,” ujarnya.
Rumah masa kecil Pratikno terbilang sederhana. Rumah model joglo kuno itu berdinding kayu dengan lantai keramik biasa. Letaknya di tengah perkampungan penduduk itu dan masih kokoh berdiri hingga saat ini. Rumah itu kini ditempati Hajah Kasminah dan Vian bersama istrinya.
Dalam kesempatan sebelumnya, Hajah Kasminah mengakui, sejak kecil Pratikno memang terlihat menonjol dari segi akademis. Lahir pada 13 Februari 1962, Pratikno mulai mengenyam pendidikan dasar di SD Desa Dologgede. Selama di SD, prestasi akademik Pratikno di atas teman-temannya dengan selalu meraih peringkat pertama di kelas.
Lulus dari SD, dia melanjutkan pendidikan di SMP N 1 Padangan. Lagi-lagi prestasinya gemilang hingga lulus dan melanjutkan ke SMAN 2 Bojonegoro. Lulus dari SMA dengan nilai yang bagus, Pratikno lalu memilih UGM Yogyakarta untuk melanjutkan jenjang pendidikan sarjana strata satu (S-1).
Hajah Kasminah mengenal Pratikno sebagai pribadi yang mandiri, cerdas, dan disiplin sejak kecil. Selama kuliah, Pratikno mencari uang sendiri untuk menutup biaya kuliah hingga lulus tanpa meminta sepeserpun dari orang tua. “Saya bangga dengan anak saya itu,” kata Hajah Kasmi dengan mata berkaca-kaca.
Setelah tidak tinggal di rumah yang sama, Hajah Kami masih sering berkomunikasi dengan Pratikno melalui telepon. Baginya, Pratikno adalah sosok yang penuh perhatian keluarga, terlebih orang tua. Ketika ada waktu luang, dia juga menyempatkan pulang untuk sekalian bersilaturahmi dengan masyarakat. “Sampai saat ini pun, ketika akan pergi, dia selalu memberikan kabar atau berpamitan, meski sedang di luar kota,” ujarnya.
Muhammad Roqib
(ftr)