Gunung Tangkuban Parahu Belum Stabil, Status Naik Jadi Waspada
A
A
A
BANDUNG - Status Gunung Tangkuban Parahu di perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Subang, Provisi Jawa barat naik dari level 1 atau normal menjadi Level II atau Waspada, Jumat (2/8/2019) pukul 08.00 WIB.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan SumberDaya Mineral (ESDM), saat ini tengah melakukan valuasi menerus untuk mengantisipasi tingkat aktivitas dan potensi ancaman erupsi.
Kepala PVMBG Kasbani mengatakan, Tangkuban Parahu merupakan gunungapi aktif yang berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat . Erupsi Gunung Tangkuban Parahu umumnya berupa letusan freatik dari Kawah Ratu. Erupsi terakhir terjadi pada 26 Juli 2019.
"Berikut ini disampaikan evaluasi aktivitas Gunung Tangkuban Parahu terkini. Data pemantauan, secara visual, aktivitas permukaan, paska erupsi yang terjadi pada 26 Juli 2019, masih didominasi oleh embusan asap dari kawah utama (Kawah Ratu) dengan ketinggian sekitar 20-200 meter dari dasar kawah, bertekanan lemah hingga sedang dengan warna putih dan intensitas tipis hingga tebal," kata Kasbani di kantor PVMBG, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (2/8/2019).
Erupsi, ujar Kasbani, kembali terjadi pada 1 Agustus 2019 pukul 20.46 WIB dengan tinggi kolom abu teramati kurang lebih 180 meter dari dasar kawah atau 2.284 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Kolom abu teramati berwarna kelabu condong ke arah utara dan timur laut. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 milimeter (overscale) dan durasi kurang lebih 11 menit 23 detik.
"Pada 2 Agustus 2019 sekitar pukul 00:43 WIB, erupsi terjadi dengan tinggi kolom abu tidak teramati. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 mm (overscale) dan durasi kurang lebih 3 menit 6 detik. Erupsi kembali terjadi pada pukul 01.45, 03.57, dan 04.06 WIB. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 mm (overscale)," ujar Kasbani.
Kasbani menuturkan, secara seismik, aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih didominasi oleh gempa-gempa yang mencerminkan aktivitas di kedalaman dangkal berupa Gempa Hembusan.
Setelah erupsi terjadi, rekaman seismik didominasi oleh gempa Hembusan dan Tremor menerus dengan amplitudo maksimum 0.5-31 mm (dominan 0.5-20 mm).
Terekamnya Tremor ini berkaitan dengan pelepasan tekanan berupa embusan-embusan yang terjadi sampai saat ini diikuti oleh rangkain erupsi tanggal 1 dan 2 Agustus 2019.
Secara deformasi, pascaerupsi 26 Juli 2019 Gunung Tangkuban Parahu masih mengalami inflasi kecil bersifat lokal. Data deformasi masih mengindikasikan aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih belum stabil.
Sedangkan secara geokimia gas, pascaerupsi 26 Juli 2019 di area sekitar Kawah Ratu menunjukkan hasil pengukuran konsentrasi gas vulkanik H2S dan cenderung menurun. Namun pengukuran gas tanggal 31 Juli dan 1 Agustus 2019 menunjukkan konsentrasi gas masih berfluktuasi dan cenderung naik.
Berdasarkan hasil pemantauan itu, tutur Kasbani, aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih berada dalam kondisi belum stabil dan potensi erupsi dapat berubah sewaktu-waktu.
"Ancaman bahaya yang terjadi saat ini berupa hujan abu dan embusan gas vulkanik dengan konsentrasi berfluktuasi di sekitar Kawah Ratu yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa pengunjung, pedagang, masyarakat sekitar bila kecenderungan konsentrasi gas-gas vulkanik tinggi. Erupsi freatik dan hujan abu di sekitar kawah berpotensi terjadi tanpa ada gejala vulkanik yang jelas," tutur Kasbani.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kementerian Energi dan SumberDaya Mineral (ESDM), saat ini tengah melakukan valuasi menerus untuk mengantisipasi tingkat aktivitas dan potensi ancaman erupsi.
Kepala PVMBG Kasbani mengatakan, Tangkuban Parahu merupakan gunungapi aktif yang berada di wilayah Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat . Erupsi Gunung Tangkuban Parahu umumnya berupa letusan freatik dari Kawah Ratu. Erupsi terakhir terjadi pada 26 Juli 2019.
"Berikut ini disampaikan evaluasi aktivitas Gunung Tangkuban Parahu terkini. Data pemantauan, secara visual, aktivitas permukaan, paska erupsi yang terjadi pada 26 Juli 2019, masih didominasi oleh embusan asap dari kawah utama (Kawah Ratu) dengan ketinggian sekitar 20-200 meter dari dasar kawah, bertekanan lemah hingga sedang dengan warna putih dan intensitas tipis hingga tebal," kata Kasbani di kantor PVMBG, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (2/8/2019).
Erupsi, ujar Kasbani, kembali terjadi pada 1 Agustus 2019 pukul 20.46 WIB dengan tinggi kolom abu teramati kurang lebih 180 meter dari dasar kawah atau 2.284 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Kolom abu teramati berwarna kelabu condong ke arah utara dan timur laut. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 milimeter (overscale) dan durasi kurang lebih 11 menit 23 detik.
"Pada 2 Agustus 2019 sekitar pukul 00:43 WIB, erupsi terjadi dengan tinggi kolom abu tidak teramati. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 mm (overscale) dan durasi kurang lebih 3 menit 6 detik. Erupsi kembali terjadi pada pukul 01.45, 03.57, dan 04.06 WIB. Erupsi ini terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 50 mm (overscale)," ujar Kasbani.
Kasbani menuturkan, secara seismik, aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih didominasi oleh gempa-gempa yang mencerminkan aktivitas di kedalaman dangkal berupa Gempa Hembusan.
Setelah erupsi terjadi, rekaman seismik didominasi oleh gempa Hembusan dan Tremor menerus dengan amplitudo maksimum 0.5-31 mm (dominan 0.5-20 mm).
Terekamnya Tremor ini berkaitan dengan pelepasan tekanan berupa embusan-embusan yang terjadi sampai saat ini diikuti oleh rangkain erupsi tanggal 1 dan 2 Agustus 2019.
Secara deformasi, pascaerupsi 26 Juli 2019 Gunung Tangkuban Parahu masih mengalami inflasi kecil bersifat lokal. Data deformasi masih mengindikasikan aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih belum stabil.
Sedangkan secara geokimia gas, pascaerupsi 26 Juli 2019 di area sekitar Kawah Ratu menunjukkan hasil pengukuran konsentrasi gas vulkanik H2S dan cenderung menurun. Namun pengukuran gas tanggal 31 Juli dan 1 Agustus 2019 menunjukkan konsentrasi gas masih berfluktuasi dan cenderung naik.
Berdasarkan hasil pemantauan itu, tutur Kasbani, aktivitas Gunung Tangkuban Parahu masih berada dalam kondisi belum stabil dan potensi erupsi dapat berubah sewaktu-waktu.
"Ancaman bahaya yang terjadi saat ini berupa hujan abu dan embusan gas vulkanik dengan konsentrasi berfluktuasi di sekitar Kawah Ratu yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa pengunjung, pedagang, masyarakat sekitar bila kecenderungan konsentrasi gas-gas vulkanik tinggi. Erupsi freatik dan hujan abu di sekitar kawah berpotensi terjadi tanpa ada gejala vulkanik yang jelas," tutur Kasbani.
(rhs)