Kasus Anak Kecanduan Pembalut Rebus Terungkap karena Laporan Orang Tua
A
A
A
SEMARANG - Fenomena anak-anak kecanduan pembalut rebus di Jawa Tengah awalnya diketahui dari laporan masyarakat yang resah dengan perilaku menyimpang generasi muda tersebut. Mereka kehilangan konsentrasi baik ketika di rumah maupun di sekolah.
“Tahunya itu dari keluarga yang datang ke sini, melaporkan bahwa anaknya seperti kecanduan. Banyak bengong, tidak bisa konsentrasi,” ungkap Kepala Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah, AKBP Suprinarto, Selasa (6/11/2018).
Berdasarkan laporan tersebut, BNN bergegas melakukan penyelidikan dan melibatkan psikolog, terlebih korban sekaligus pelaku masih tercatat sebagai anak-anak.“Dari hasil keterangan anak itu ternyata dia bersama rekan-rekannya biasa merebus pembalut lalu diminum airnya rebusannya. Mereka merebus pembalut itu karena tidak bisa membeli sabu, padahal mereka ini ingin merasakan (sensasi sabu),” ujarnya.
Supri menuturkan, anak-anak tersebut mendapat ide merebus pembalut berasal dari kelompok anak lain yang terlebih dahulu melakukan kegiatan serupa. Setelah ditelusuri, petugas menemukan kasus yang sama antara lain di seperti Purwodadi, Kudus, Pati, Rembang, serta di Kota Semarang bagian timur.
“Rata-rata mereka ini tinggal di pinggiran kota. Tidak mampu beli sabu tapi ingin nyabu, makanya mereka bereksperimen,” ujarnya.
Senada, psikolog Indra Dwi Purnomo menyampaikan, fenomena anak-anak kecanduan pembalut rebus sebelumnya juga ditemukan di Karawang, Belitung Timur, dan Yogyakarta. Dia pun prihatin karena fenomena itu menyasar pada anak-anak usia 13-16 tahun.
“Usia remaja ini usia mencoba-coba. Mereka bereksperimen tentang sesuatu yang baru. Temannya di daerah tertentu menyalahgunakan itu (pembalut rebus), lalu mereka ikut nyoba. Jadi dalam satu kelompok, bila kita periksa satu maka yang lain juga sama yaitu minum air rebusan pembalut itu,” jelas Indra.
“Tahunya itu dari keluarga yang datang ke sini, melaporkan bahwa anaknya seperti kecanduan. Banyak bengong, tidak bisa konsentrasi,” ungkap Kepala Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah, AKBP Suprinarto, Selasa (6/11/2018).
Berdasarkan laporan tersebut, BNN bergegas melakukan penyelidikan dan melibatkan psikolog, terlebih korban sekaligus pelaku masih tercatat sebagai anak-anak.“Dari hasil keterangan anak itu ternyata dia bersama rekan-rekannya biasa merebus pembalut lalu diminum airnya rebusannya. Mereka merebus pembalut itu karena tidak bisa membeli sabu, padahal mereka ini ingin merasakan (sensasi sabu),” ujarnya.
Supri menuturkan, anak-anak tersebut mendapat ide merebus pembalut berasal dari kelompok anak lain yang terlebih dahulu melakukan kegiatan serupa. Setelah ditelusuri, petugas menemukan kasus yang sama antara lain di seperti Purwodadi, Kudus, Pati, Rembang, serta di Kota Semarang bagian timur.
“Rata-rata mereka ini tinggal di pinggiran kota. Tidak mampu beli sabu tapi ingin nyabu, makanya mereka bereksperimen,” ujarnya.
Senada, psikolog Indra Dwi Purnomo menyampaikan, fenomena anak-anak kecanduan pembalut rebus sebelumnya juga ditemukan di Karawang, Belitung Timur, dan Yogyakarta. Dia pun prihatin karena fenomena itu menyasar pada anak-anak usia 13-16 tahun.
“Usia remaja ini usia mencoba-coba. Mereka bereksperimen tentang sesuatu yang baru. Temannya di daerah tertentu menyalahgunakan itu (pembalut rebus), lalu mereka ikut nyoba. Jadi dalam satu kelompok, bila kita periksa satu maka yang lain juga sama yaitu minum air rebusan pembalut itu,” jelas Indra.
(whb)