Kepul, Aplikasi Jasa Jual Sampah Online Buatan Anak Medan
A
A
A
MEDAN - Karya anak-anak muda Medan, Sumatera Selatan ini patut mendapat apresiasi dan dibanggakan. Melalui Kepul, aplikasi jasa jual sampah daur ulang secara daring (online), proyek ini menjadi satu-satunya startup dari Sumut yang berhasil menjadi delegasi Indonesia pada Asia Pasific ICT Alliance Awards (APICTA Awards) 2018. Kompetisi ini akan digelar di Guangzhou, China pada 9-13 Oktober 2018.
Tim Kepul dibentuk pada 2017, berangkat dari kegelisahan Abdul Latif Nasution dan Afrizal Yusuf Rangkuti. Keduanya merupakan sarjana Informasi Teknologi dari Universitas Sumatera Utara (USU).
Latif mengaku ketika masih menjadi mahasiswa USU, dia berkeinginan mengeksplorasi skill yang bisa bermanfaat untuk orang banyak, sehingga tercetuslah ide membuat aplikasi Kepul. Dia lalu dibantu temannya sesama mahasiswa Informasi Teknologi USU ketika itu, yakni Amalia Rahmi Simanjuntak, Novira Naili Ulya Siregar, Dendy Herlambang dan Astria M Silaban.
"Tim kami ada enam orang. Awalnya kita berpikir bagaimana membuat aplikasi yang mirip seperti aplikasi transportasi daring yang sudah ada, tapi bisa dimanfaatkan untuk jasa jual sampah daur ulang. Sehingga aplikasi ini dapat menjadi solusi terhadap masalah sampah, di sisi lain masyarakat juga dapat mengubah sampah menjadi rupiah," kata Latif yang ditemui bersama dua rekannya yakni Novira Naili Ulya Siregar dan Amalia Rahmi Simanjuntak, Selasa (18/9/2018).
Latif menyadari aplikasi ini muncul karena persoalan sampah yang tak teratasi. Banyaknya sampah menumpuk di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS), hal itu juga disebabkan minimnya Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) di Medan. Sebagai upaya menjaga lingkungan yang baik, maka persoalan sampah ini harus diurai. Salah satunya dengan menciptakan aplikasi layanan yang bisa diakses masyarakat secara mudah, cepat dan murah.
Aplikasi jasa pengumpulan sampah daur ulang ini dilakukan melalui pengepul-pengepul (tukang botot) yang ada di sekitar tempat tinggal masyarakat. Jadi pengguna aplikasi yang ingin mengumpulkan sampah daur ulang miliknya dapat mencari pengepul terdekat dari rumahnya melalui aplikasi Kepul dengan memanfaatkan sistem navigasi GPS. Tentunya, sampah yang diterima merupakan sampah berupa kertas, plastik, logam dan barang yang dapat di daur ulang lainnya.
"Para pengepul ini nantinya akan mengumpulkan sampah dari pengguna aplikasi. Sebaliknya, pengepul akan memberikan uang sesuai dengan harga dan jumlah berat sampah yang diberikan. Berapa banyak sampah yang dikumpulkan akan diisi oleh pengguna di dalam aplikasi, hal ini untuk menjaga kejujuran pengepul kepada kita," kata Latif.
Selain itu, Kepul juga menyediakan pasar untuk produk daur ulang barang bekas (sampah). Harapannya aplikasi juga nantinya bisa dimanfaatkan untuk memasarkan produk UMKM hasil daur ulang sampah.
Saat ini, aplikasi Kepul masih menggunakan sistem call center, karena aplikasi Kepul masih di review oleh Google, dan baru bulan depan dilaunching di Playstore. Namun, selama lima bulan berjalan dengan sistem call center, sudah sebanyak 10 pengepul yang bergabung. Tiga pengepul berada di kawasan Padang Bulan, 2 pengepul di Medan Johor, 2 di Setia Budi, dan 3 di kawasan Sisingamangaraja. Selain itu, jumlah transaksi juga sudah mencapai sebanyak 750 transaksi.
"Jadi pengguna saat ini bisa menghubungi call center kami, dan para pengepul nantinya akan menjemput sampah daur ulang ke masyarakat yang menelepon kami,"kata Latif.
Menurut Latif, untuk memulai menjalankan aplikasi ini banyak tantangan yang dihadapi, terutama dari sisi pengepul. Beruntung tim Kepul bisa menemukan salah seorang pengepul yang masih muda sehingga mengerti akan kemajuan teknologi. Dari pengepul inilah yang kemudian menyebar luas ke pengepul lainnya. "Harapan kami pada saat aplikasi ini di-launching di Playstore nantinya sudah ada sebanyak 1.000 pengepul," kata Latif optimistis.
Tim Kepul berharap menang dalam kompetisi APICTA Awards 2018. Mereka mengharapkan dukungan dari berbagai pihak, terutama dukungan dana untuk dapat berangkat mengikuti kompetisi tersebut. Bahkan mereka juga membuat gerakan 3.000 orang donatur yang berbaik hati dan bersedia menyumbangkan Rp10.000 per orang, agar mereka dapat mengikuti kompetisi tersebut.
"Kami memang mengajak kita semua untuk berjuang bersama, agar tim ini bisa berkompetisi di China," kata Latif yang saat itu juga mengharapkan dukungan dari pemerintah daerah.
Tim Kepul dibentuk pada 2017, berangkat dari kegelisahan Abdul Latif Nasution dan Afrizal Yusuf Rangkuti. Keduanya merupakan sarjana Informasi Teknologi dari Universitas Sumatera Utara (USU).
Latif mengaku ketika masih menjadi mahasiswa USU, dia berkeinginan mengeksplorasi skill yang bisa bermanfaat untuk orang banyak, sehingga tercetuslah ide membuat aplikasi Kepul. Dia lalu dibantu temannya sesama mahasiswa Informasi Teknologi USU ketika itu, yakni Amalia Rahmi Simanjuntak, Novira Naili Ulya Siregar, Dendy Herlambang dan Astria M Silaban.
"Tim kami ada enam orang. Awalnya kita berpikir bagaimana membuat aplikasi yang mirip seperti aplikasi transportasi daring yang sudah ada, tapi bisa dimanfaatkan untuk jasa jual sampah daur ulang. Sehingga aplikasi ini dapat menjadi solusi terhadap masalah sampah, di sisi lain masyarakat juga dapat mengubah sampah menjadi rupiah," kata Latif yang ditemui bersama dua rekannya yakni Novira Naili Ulya Siregar dan Amalia Rahmi Simanjuntak, Selasa (18/9/2018).
Latif menyadari aplikasi ini muncul karena persoalan sampah yang tak teratasi. Banyaknya sampah menumpuk di Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS), hal itu juga disebabkan minimnya Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) di Medan. Sebagai upaya menjaga lingkungan yang baik, maka persoalan sampah ini harus diurai. Salah satunya dengan menciptakan aplikasi layanan yang bisa diakses masyarakat secara mudah, cepat dan murah.
Aplikasi jasa pengumpulan sampah daur ulang ini dilakukan melalui pengepul-pengepul (tukang botot) yang ada di sekitar tempat tinggal masyarakat. Jadi pengguna aplikasi yang ingin mengumpulkan sampah daur ulang miliknya dapat mencari pengepul terdekat dari rumahnya melalui aplikasi Kepul dengan memanfaatkan sistem navigasi GPS. Tentunya, sampah yang diterima merupakan sampah berupa kertas, plastik, logam dan barang yang dapat di daur ulang lainnya.
"Para pengepul ini nantinya akan mengumpulkan sampah dari pengguna aplikasi. Sebaliknya, pengepul akan memberikan uang sesuai dengan harga dan jumlah berat sampah yang diberikan. Berapa banyak sampah yang dikumpulkan akan diisi oleh pengguna di dalam aplikasi, hal ini untuk menjaga kejujuran pengepul kepada kita," kata Latif.
Selain itu, Kepul juga menyediakan pasar untuk produk daur ulang barang bekas (sampah). Harapannya aplikasi juga nantinya bisa dimanfaatkan untuk memasarkan produk UMKM hasil daur ulang sampah.
Saat ini, aplikasi Kepul masih menggunakan sistem call center, karena aplikasi Kepul masih di review oleh Google, dan baru bulan depan dilaunching di Playstore. Namun, selama lima bulan berjalan dengan sistem call center, sudah sebanyak 10 pengepul yang bergabung. Tiga pengepul berada di kawasan Padang Bulan, 2 pengepul di Medan Johor, 2 di Setia Budi, dan 3 di kawasan Sisingamangaraja. Selain itu, jumlah transaksi juga sudah mencapai sebanyak 750 transaksi.
"Jadi pengguna saat ini bisa menghubungi call center kami, dan para pengepul nantinya akan menjemput sampah daur ulang ke masyarakat yang menelepon kami,"kata Latif.
Menurut Latif, untuk memulai menjalankan aplikasi ini banyak tantangan yang dihadapi, terutama dari sisi pengepul. Beruntung tim Kepul bisa menemukan salah seorang pengepul yang masih muda sehingga mengerti akan kemajuan teknologi. Dari pengepul inilah yang kemudian menyebar luas ke pengepul lainnya. "Harapan kami pada saat aplikasi ini di-launching di Playstore nantinya sudah ada sebanyak 1.000 pengepul," kata Latif optimistis.
Tim Kepul berharap menang dalam kompetisi APICTA Awards 2018. Mereka mengharapkan dukungan dari berbagai pihak, terutama dukungan dana untuk dapat berangkat mengikuti kompetisi tersebut. Bahkan mereka juga membuat gerakan 3.000 orang donatur yang berbaik hati dan bersedia menyumbangkan Rp10.000 per orang, agar mereka dapat mengikuti kompetisi tersebut.
"Kami memang mengajak kita semua untuk berjuang bersama, agar tim ini bisa berkompetisi di China," kata Latif yang saat itu juga mengharapkan dukungan dari pemerintah daerah.
(amm)