Eksekusi Lahan Diduga Dipersulit Pengadilan, Pria Ini Mencari Keadilan

Selasa, 23 Januari 2018 - 16:58 WIB
Eksekusi Lahan Diduga Dipersulit Pengadilan, Pria Ini Mencari Keadilan
Eksekusi Lahan Diduga Dipersulit Pengadilan, Pria Ini Mencari Keadilan
A A A
KOTAWARINGIN BARAT - Eksekusi lahan diduga terus diulur pihak Pengadilan Negeri (PN) Kotawaringin Barat (Kobar), Kalteng, seorang warga Pangkalan Bun mencari keadilan hukum.

Warga tersebut adalah Eddy Nata (48) yang tinggal di Gang Tempunuk, RT 17, Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Baru. Ia merasa buntu dan bingung dengan birokrasi hukum.

Padahal ia sudah memenangkan kasus perdata hingga ke peninjaun kembali (PK) di Mahkamah Agung sejak 2015 silam, tapi pihak PN Kobar tak kunjung mengeksekusi dengan berbagai alasan.

"Kasus perdata ini sudah lama sejak tahun 2012 saya gugat secara perdata di PN Kobar dan saya menang terus hingga PK di MA. Dengan pihak tergugat 3 orang yakni Jhoni Kusuma Liu, Amul Bakri dan Sugiarto," ujar Eddy di rumahnya menceritakan kasus hukumnya, Selasa (23/1/2018).

Berawal dari kepemilikan sertifkat tanah bernomor 6206 tahun 2005 yang ia beli pada 2010 dari seorang warga Pangkalan Bun bernama M Yusran yang langsung dibalik nama di depan notaris dengan luas sekira 1 hektare di Jalan Bungur, RT 18 A, Kelurahan Baru.

"Namun pada 2011, saat saya mengecek tanah saya, sudah berdiri bangunan sarang burung walet dua unit. Saya kaget dan bertanya ke orang sekitar lokasi siapa yang bangun walet di tanah saya," ujarnya sambil bercerita.

Ia melanjutkan, setelah ditelusuri, ternyata yang menbangun sarang walet itu adala Jhoni Kusuma Liu dan Amul Bakri warga Pangkalan Bun. "Setelah saya cari tahu keberadaan mereka, ternyata mereka mengaku punya Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dibeli dari M Yusran. Loh ko sama penjualnya," ujar dia.

Setelah diselidiki ternyata M Yusran melakukan penipuan kepada Jhoni Kusuma Liu, Amul Bakri dan Sugiarto. M Yusran mengaku kehilangan sertifikat tanah dan meminta surat dari kepolisian dan diurus ke Kelurahan Baru untuk penerbitan SKT.
"Ternyata yang nakal M Yusran yang sudah menjual sertifikat SHM asli ke saya, tapi menjual lagi dengan SKT palsu kepada 3 orang tersebut," sebutnya.

Karena ketiga orang tersebut tidak mau tahu terkait tumpang tindih kepemilikan tanah tersebut akhirnya digugatlah Jhoni Kusuma Liu, Amul Bakri dan Sugiarto secara perdata ke PN Kobar 2012. "Akhir 2012 perkara perdata saya menangkan, kemudian 3 tergugat banding di Pengadilan Tinggi Kalteng dan kalah lagi mereka pada 6 Maret 2013," terangnya.

Merasa belum puas, ketiganya kemudian kasasi ke MA dan hasilnya tetap kalah dan putusan kasasi MA keluar pada 7 Oktober 2014. "Pada maret 2015, MA memerintahkan PN Kobar untuk segera dieksekusi. Namun saat eksekusi ada perlawanan dari 3 tergugat yang kalah dan akhirnya eksekusi ditunda," jelasnya.

Pada 2015 juga Jhoni Kusuma Liu, Amul Bakri dan Sugiarto melaporkan secara pidana kasus penipuan penjualan SKT palsu dengan tersangka M Yusran dan petugas kelurahan Baru, Ian.

"Putusan pidananya M Yusran dan Ian bersalah karena menjual SKT palsu dan dihukum penjara. Jadi secara tidak langsung ketiganya sudah mengakui itu SKT Palsu yang dibeli," beberanya.

Pada 2016, pihak Eddy Nata kembali mempertanyakan eksekusi ke Pengadilan Negeri Kobar tapi tetap tidak digubris dengan banyak alasan. "Pada 5 Oktober 2017, saya meminta pihak Polres Kobar untuk memediasi dengan ketiga orang tersebut untuk mencari solusi dan dibuatlah perjanjian bahwa ketiga orang tersebut sanggup membayar Rp150 juta untuk membeli tanah yang sudah ada dua bangunan walet. Dan nanti sertifikat akan dipecah. Namun selama 1 bulan ditunggu pada 5 November 2017 tak juga dibayarkan," katanya.

Merasa dibohongi selanjutnya Eddy Nata pada Desember 2017 mempertanyakan eksekusi ke PN Kobar, namun kali ini jawaban pihak PN Kobar, dirinya harus berkoordinasi dengan petugas BPN terkait pengukuran.

"Loh kan aneh, ko saya yang disuruh nanya ke BPN, ke Polisi untuk pengamanan eksekusi. Itu kan harusnya pihak pengadilan yang berkoordinasi ke samuanya, bukan saya," kesalnya.

Ia berharap eksekusi cepat dilaksanakan pihak PN Kobar, jika tidak dirinya akan membawa kasus ini ke MA di Jakarta. Sementara itu saat dikonfirmasi MNC Media, Ketua Panitera PN Kobar, Wardhani membantah mempersulit atau mengulur perintah eksekusi dari MA.

"Kami tidak mempersulit, ini hanya miss komunikasi saja. Karena Eddy Nata juga belum lagi melapor ke sini, terkait persiapan pengamanan saat eksekusi dari Polres Kobar, untuk mendatangkan petugas BPN saat eksekusi, saksi warga yang bersebelahan dengan tanah tersebut," kilahnya tanpa menjelaskan apa maksud pihak Eddy Nata justru yang harus mengurus semuanya, di PN Kobar, Selasa (23/1/2018).
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4872 seconds (0.1#10.140)