Rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu Kurang Terawat
A
A
A
BENGKULU - Rumah pengasingan Presiden Soekarno di Bengkulu merupakan satu dari bukti sejarah perjuangan kemerdekaan. Rumah pengasingan Bung Karno saat ini telah menjadi salah satu objek wisata sejarah dan cagar budaya di Bengkulu.
Selain menjadi tempat pengasingan, bangunan klasik berornamen Eropa dan Cina ini juga menjadi tempat perkumpulan seniman dikala itu, seperti Teater Montecarlo. Seperti apa rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu? Berikut liputannya.
Bangunan klasik berukuran 9x18,5 meter ini berada di atas tanah seluas 40.000 meter persegi. Namun, saat ini luasan tanah bangunan itu hanya menyisakan tiga perempat dari luasan semula.
Rumah pengasingan Bung Karno dibangun pertama kali pada tahun 1918 oleh Tjang Tjeng Kwat yang bekerja sebagai penyalur bahan pokok keperluan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di Bengkulu.
Setelah 20 tahun kemudian, yakni tahun 1938, rumah ini dijadikan rumah pengasingan Bung Karno sebagai tahanan politik kala itu. Semasa di rumah pengasingan ini, Bung Karno banyak melakukan diskusi, merancang bangunan, pentas seni, dan lainnya.
Bukti peninggalan Bung Karno di rumah itu masih tampak hingga kini, seperti berbagai peninggalan yang terpajang rapi yang saat ini dijadikan objek wisata sejarah oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu dan merupakan cagar budaya.
Masuk ke dalam rumah, anda akan melihat kursi dan meja yang menjadi ruang tamu dari rumah ini. Kursi dan meja yang terbuat dari kayu itu merupakan salah satu saksi bisu perjuangan Bung Karno saat di Bengkulu.
Di dalam bangunan ini juga terdapat sepeda tua yang digunakan Bung Karno sebagai alat transportasi, lukisan, ranjang tidur, surat cinta, dan ratusan koleksi buku yang sering dibaca oleh Bung Karno.
Rata-rata, koleksi buku ini berbahasa Belanda dan didominasi tentang politik dan ekonomi. Selain itu, terdapat kostum pentas Teater Montecarlo berupa baju, celana, spanduk pertunjukan, payung, serta perlengkapan seni lainnya.
Semua alat-alat itu tersimpan rapi di dalam almari. Kendati bangunan ini menjadi salah satu daya tarik wisatawan, namun perhatian Pemerintah Provinsi Bengkulu terhadap rumah ini terkesan sangat kurang.
Jika berkaca pada 10 belakangan, rumah pengasingan Bung Karno ini tampak tidak terawat. Bahkan, sampai saat ini pun masih tampak jelas di bagian sisi kiri dan kanan bangunan pagar pembatas yang rusak dan berkarat.
Padahal, bangunan bersejarah yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta, Kelurahan Anggut Atas, Kota Bengkulu, ini banyak dikunjungi pengunjung dari dalam dan luar negeri.
Selain untuk mengenang sejarah, para pengunjung yang datang ke rumah ini ingin mengabadikan foto mereka untuk momen spesial seperti foto prawedding, album keluarga, serta lainnya.
Sebelum dijadikan cagar budaya, bangunan ini sempat difungsikan sebagai kantor dan perkumpulan organisasi seperti markas Perjuangan Republik Indonesia, rumah tinggal anggota Auri, Stasiun RRI, dan KNPI.
Untuk menikmati wisata sejarah ini, pengunjung hanya ditarik retribusi sebesar Rp2.500 perorang dan biasanya ramai dikunjungi pada hari-hari libur, serta hari besar lainnya.
Selain menjadi tempat pengasingan, bangunan klasik berornamen Eropa dan Cina ini juga menjadi tempat perkumpulan seniman dikala itu, seperti Teater Montecarlo. Seperti apa rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu? Berikut liputannya.
Bangunan klasik berukuran 9x18,5 meter ini berada di atas tanah seluas 40.000 meter persegi. Namun, saat ini luasan tanah bangunan itu hanya menyisakan tiga perempat dari luasan semula.
Rumah pengasingan Bung Karno dibangun pertama kali pada tahun 1918 oleh Tjang Tjeng Kwat yang bekerja sebagai penyalur bahan pokok keperluan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda di Bengkulu.
Setelah 20 tahun kemudian, yakni tahun 1938, rumah ini dijadikan rumah pengasingan Bung Karno sebagai tahanan politik kala itu. Semasa di rumah pengasingan ini, Bung Karno banyak melakukan diskusi, merancang bangunan, pentas seni, dan lainnya.
Bukti peninggalan Bung Karno di rumah itu masih tampak hingga kini, seperti berbagai peninggalan yang terpajang rapi yang saat ini dijadikan objek wisata sejarah oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu dan merupakan cagar budaya.
Masuk ke dalam rumah, anda akan melihat kursi dan meja yang menjadi ruang tamu dari rumah ini. Kursi dan meja yang terbuat dari kayu itu merupakan salah satu saksi bisu perjuangan Bung Karno saat di Bengkulu.
Di dalam bangunan ini juga terdapat sepeda tua yang digunakan Bung Karno sebagai alat transportasi, lukisan, ranjang tidur, surat cinta, dan ratusan koleksi buku yang sering dibaca oleh Bung Karno.
Rata-rata, koleksi buku ini berbahasa Belanda dan didominasi tentang politik dan ekonomi. Selain itu, terdapat kostum pentas Teater Montecarlo berupa baju, celana, spanduk pertunjukan, payung, serta perlengkapan seni lainnya.
Semua alat-alat itu tersimpan rapi di dalam almari. Kendati bangunan ini menjadi salah satu daya tarik wisatawan, namun perhatian Pemerintah Provinsi Bengkulu terhadap rumah ini terkesan sangat kurang.
Jika berkaca pada 10 belakangan, rumah pengasingan Bung Karno ini tampak tidak terawat. Bahkan, sampai saat ini pun masih tampak jelas di bagian sisi kiri dan kanan bangunan pagar pembatas yang rusak dan berkarat.
Padahal, bangunan bersejarah yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta, Kelurahan Anggut Atas, Kota Bengkulu, ini banyak dikunjungi pengunjung dari dalam dan luar negeri.
Selain untuk mengenang sejarah, para pengunjung yang datang ke rumah ini ingin mengabadikan foto mereka untuk momen spesial seperti foto prawedding, album keluarga, serta lainnya.
Sebelum dijadikan cagar budaya, bangunan ini sempat difungsikan sebagai kantor dan perkumpulan organisasi seperti markas Perjuangan Republik Indonesia, rumah tinggal anggota Auri, Stasiun RRI, dan KNPI.
Untuk menikmati wisata sejarah ini, pengunjung hanya ditarik retribusi sebesar Rp2.500 perorang dan biasanya ramai dikunjungi pada hari-hari libur, serta hari besar lainnya.
(san)