Rais Aam Dipilih Sistem Ahwa

Rabu, 05 Agustus 2015 - 09:34 WIB
Rais Aam Dipilih Sistem Ahwa
Rais Aam Dipilih Sistem Ahwa
A A A
JOMBANG - Forum Rais Syuriyah PCNU, PWNU, dan Pengurus Cabang Istimewa (PCI), akhirnya kembali memilih model Ahlul Halli Wal Aqdi (Ahwa) atau musyawarah mufakat untuk memilih Rais Aam PBNU.

Kesepakatan ini diambil setelah seluruh Rais Syuriyah melakukan voting terkait model yang akan dipakai dalam pemilihan. Hasilnya 252 suara sepakat dengan model Ahwa, 235 menolak Ahwa, dan sembilan lainnya memilih abstain. Musyawarah forum Rais Syuriyah kemarin berlangsung alot.

Hal ini karena peserta masih beda tafsir mengenai hasil keputusan pleno tata tertib yang sebelumnya disampaikan Rais Aam PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Senin (3/8). Perdebatan tersebut berakhir setelah mereka sepakat voting. “Telah disetujui mekanisme Ahwa atau formatur. Nanti akan ada sembilan orang yang akan memilih Rais Aam. Dan Rais Aam nanti yang akan mengajukan nama tanfid (Ketua PBNU),” kata Anggota Rais Aam PBNU KH Masdar F Masudi.

Menurut dia untuk model pemilihan ini sudah tidak ada masalah. Sebab semua telah sepakat. “Yang pasti, semua sudah selesai. Kalau tentang Ahwa sudah selesai, sudah tidak ada masalah, tinggal formatur,” katanya melalui sambungan telepon tadi malam.

Disinggung mengenai nama calon formatur, Masdar mengaku tidak tahu. Pasalnya, nama-nama calon formatur sudah disaring dari cabangcabang. “Mereka yang belum mengusulkan ya silakan disusulkan. Bagaimana lagi, wong sudah menjadi keputusan. Besok pagi agendanya pleno hasilhasil komisi, pembentukan anggota Ahwa. Ahwa menentukan Rais Aam. Kemudian Rais Aam menjaring nama-nama dari bawah untuk Ketua Umum,” ujarnya.

Sementara dinamika calon Ketua Umum PBNU juga tak kalah seru. Siang kemarin misalnya, dua kandidat PBNU KH Salahuddin Wahid (Gus Solah) dan mantan Wakil Ketua Badan Intelijen Negara (BIN) Kiai As’ad Said Ali bertemu. Bersama mereka juga ada calon Ketua Rais Aam PBNU KH Hasyim Muzadi.

Tidak diketahui agenda pertemuan tertutup ketiga tokoh NU di kediaman Gus Solah tersebut. Namun, beredar kabar bahwa ketiganya tengah melakukan kompromi politik untuk memenangi persaingan Rais Aam dan Tanfidziyah PBNU. Dukungan suara Gus Solah akan dilimpahkan kepada Kiai As’ad Said Ali untuk menjadi Ketua Umum PBNU.

Sementara dukungan suara kedua kandidat ini akan digabungkan untuk memuluskan KH Hasyim Muzadi menjadi Rais Aam PBNU. Kemungkinan ini memang bisa terjadi karena kabarnya Gus Solah tidak mendapat restu dari keluarga besar Ponpes Tebu Ireng.

Adik kandung KH Abdurrahman Wahid ini lebih dibutuhkan membesarkan pesantren peninggalan KH Hasyim Asyari. “Apalagi Gus Solah ini pernah kalah dengan KH Said Aqil saat muktamar NU di Makassar lima tahun lalu. Kalau sampai Gus Solah tidak jadi maju, maka boleh jadi suara akan dilimpahkan kepada kandidat lain, yakni Pak Said,” kata salah seorang pendukung Gus Solah yang enggan disebutkan namanya.

Dugaan ini kiranya tidak berlebihan. Sebab di kalangan tim sukses beredar SMS berisi kaidah fiqh yang diplesetkan, yakni “Almuhafadotu Ala Qodimi Solah, Wal Akhdu Bil Jadidi Asád (mengambil tradisi lamanya Solah/Gus Solah dan mengambil tradisi barunya As’ad).

Di luar itu, As’ad juga disebut telah mempersiapkan untuk memuluskan jalan menuju Ketua Umum PBNU. As’ad bahkan telah melakukan gerilya di sejumlah pondok pesantren dan cabang-cabang untuk merebut simpati para kiai. Tim Sukses KH Salahuddin Wahid, KH Misbahus Salam, membenarkan pertemuan ketiga tokoh tersebut.

Dia juga mengakui ada pembicaraan mengenai sukses Rais Aam dan Ketua PBNU. Namun, dia membantah bahwa telah ada pelimpahan dukungan dari Gus Solah kepada Kiai As’ad Ali. “Nggak mungkin itu. Yang ada malah suara Pak As’ad yang dilimpahkan kepada Gus Solah. Sebab Gus Solah sudah memastikan untuk maju,” katanya.

Meski begitu, pengasuh Pondok Pesantren Raudoh Darussalam Jember ini mengakui telah ada kesepakatan di antara ketiganya. “Ini sinyal bahwa dua kekuatan (Gus Solah dan As’ad Ali) telah bersatu untuk bersaing dengan kubu Said Aqil,” kata mantan Ketua PC PMII Jember ini.

Dihubungi terpisah, Kiai As’ad mengakui pertemuan dengan KH Hasyim Muzadi dan Gus Solah tersebut. Hanya dia berdalih bahwa pertemuan itu hanya silaturahmi biasa. Pihaknya juga membuat komitmen bersama mengawal proses muktamar agar tetap kondusif. “Lagi pula saya tadi hanya mampir setelah berkunjung dari rumah teman,” katanya melalui pesan pendek.

Pada kesempatan itu, As’ad Said juga menegaskan kesiapannya tetap maju sebagai calon Ketua Umum PBNU di Muktamar Ke-33 NU kali ini. “Saya konsisten maju,” katanya. Disinggung soal Rais Aam, Wakil Ketua PBNU ini tidak mempersoalkan siapa pun yang terpilih. Dia mengaku cocok dengan siapa saja asalkan dipilih muktamirin. “Dengan siapa saja saya cocok. Misalnya Gus Mus, Pak Hasyim, Mbah Maemun, Kiai Ma’ruf Amin, Kiai Tolhah, dan lain-lain,” katanya.

Gus Solah: Fatwa Gus Mus Tidak Dilaksanakan

Pada kesempatan lain, Pengasuh Pondok Pesantren Tebu Ireng Gus Solah mengatakan, fatwa Rais Aam PBNU KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) tak dilaksanakan panitia muktamar, karena Ahwa sebagai mekanisme pemilihan tak langsung tetap dibahas dalam sidang komisi yang dilakukan tertutup pula.

“Mereka tidak melaksanakan fatwa tersebut, karena tetap membahas Ahwa dalam sidang komisi dan dilakukan tertutup. Bahkan ada juga yang seharusnya ikut membahas malah tidak ikut. Nah yang tidak berhak ikut membahas kok malah ikut dan jumlahnya cukup banyak,” kata tokoh NU yang akrab disapa Gus Solah di Jombang, kemarin.

Fatwa yang disampaikan Gus Mus dalam sidang pleno pembahasan tata tertib pada Senin (3/8) tersebut, mengamanatkan agar pemilihan Rais Aam dilakukan oleh Rais Syuriyah PW dan PC menggunakan mekanisme musyawarah mufakat (Ahwa) atau dengan cara pemungutan suara jika opsi mekanisme pertama tidak tercapai kata sepakat.

Gus Solah juga melihat ada kemungkinan rekayasa (setting) oleh pihak yang berkepentingan di balik pemilihan Ketua Umum PBNU sehingga memaksakan penggunaan sistem tersebut pada Muktamar Ke-33 NU. “Saya tetap berpandangan Ahwa tidak bisa dilakukan pada muktamar kali ini. Saat ini hanya bisa dilakukan pembahasannya dan baru bisa diberlakukan pada muktamar selanjutnya. Ini juga sudah saya ungkapkan ke Hasyim Asy’ari dan As’ad Said Ali,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Gus Solah mengonfirmasi pertemuan secara tertutup dengan Hasyim Muzadi dan As’ad Said Ali sesungguhnya untuk penolakan Ahwa sebagai meka-nisme memilih Rais Aam PBNU dalam Muktamar Ke-33 NU. “Tadi siang itu hanya pertemuan biasa, pertemuan itu untuk saling mendukung dalam menolak Ahwa dan bagaimana cara efektif menolak Ahwa, itu saja,” kata adik kandung Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid atau Gus Dur itu.

Gus Solah juga menepis pemberitaan yang mengabarkan dirinya bertemu dengan Hasyim dan As’ad mengisya-ratkan bersatu kubu dirinya dengan Wakil Ketua Umum PBNU As’ad Said Ali dalam pemilihan ketua umum. “Kita ini intinya hanya menolak Ahwa, jika pemilihanya masing-masing. Jadi tidak benar jika ada yang mengatakan memilih As’aditu sama dengan milih Gus Solah, bedalah, memilih As’ad ya pilih As’ad, pilih saya ya pilih saya,” ujarnya.

Pertemuan antara tiga tokoh organisasi massa berbasis agama Islam terbesar di Indonesia tersebut dilakukan pada Selasa (4/8) siang di kediaman Gus Solah, Kompleks Pesantren Tebu Ireng. Informasi yang dihimpun, Ahwa tersebut adalah institusi khusus berfungsi sebagai badan legislatif dengan berisi orang-orang berpengaruh dalam NU dan diperuntukkan bagi keperluan khusus, termasuk pemilihan kepemimpinan NU.

Muhammadiyah Pilih 13 Formatur

Dari Makassar, pemilihan calon ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah periode 2015-2020 akan berlangsung hari ini. Dari 39 nama yang lolos pada sidang tanwir, peserta muktamar kembali akan memilih calon untuk menentukan 13 nama formatur atau ketua PP Muhammadiyah.

Ketua Pemilihan Muktamar Muhammadiyah Dahlan Rais mengatakan, proses pemilihan hari ini dilakukan secara terbuka. Pemungutan suara secara manual, sedangkan penghitungan menggunakan sistem elektronik. “Penghitungan suara kita gunakan IT, menggunakan ecounting Muhammadiyah,” ucap Dahlan saat menggelar konferensi pers di Gedung Universitas Muhammadiyah (Unismuh), Makassar, tadi malam.

Dia menjelaskan, hingga tadi malam sudah tercatat 2.568 peserta pemilihan yang memiliki hak suara. Mereka telah diberikan tanda khusus yang menegaskan keikutsertaannya di rapat pleno III tersebut. “Kita akan memanggil per wilayah secara urut lewat undian. Diawali pimpinan wilayah, kemudian ke tiap daerah,” jelas Dahlan.

Dia tidak menampik bahwa tensi persaingan antarcalon menjelang pemi-lihan semakin meningkat. Pendekatan dari sejumlah pihak untuk meloloskan kandidat yang diinginkannya juga mulai banyak terlihat. “Saya kira bukan muktamar kali ini saja yang seperti itu, tapi sebelumnya juga terjadi. Kalau dibilang ada persaingan, ada, tapi tetap ada etika,” ujarnya.

Untuk diketahui, proses pemilihan akan dimulai sejak pukul 08.00 Wita. Panitia menyediakan 20 bilik serta 10 kotak suara untuk mendukung terselenggaranya pemilihan. Panitia Pusat Muktamar ke- 47 Muhammadiyah Ahmad Maruf mengatakan, sistem pemilihan hari ini menggunakan sistem paket.

Peserta bebas memilih 13 nama sekaligus dari 39 nama yang diputuskan saat sidang tanwir. “Peserta memilih 13 nama sekaligus, bisa menulis nama atau nomor urut kandidat,” kata Ahmad Maruf di Unismuh.

Adapun posisi ketua umum PP Muhammadiyah periode 2015-2020 akan ditentukan melalui musyawarah mufakat yang dilakukan 13 formatur. Sementara itu, kendati pemilihan formatur akan dilakukan hari ini, suasana muktamar relatif tenang. Salah satu bukti muktamar berlangsung tenang dan damai yakni tidak ditemukannya poster atau spanduk kandidat sejak sebelum pembu-kaan muktamar hingga kemarin.

Abdul Muti, kandidat ketua umum, mengatakan bahwa fenomena ini tidak lepas dari proses muktamar yang dianggap hal yang biasa dalam mencari pemimpin terbaik. Jabatan di lembaganya bukan untuk diperebutkan, melainkan sebuah amanah.

Kandidat yang menempati peringkat kedua perolehan suara terbanyak pada pemungutan suara sidang tanwir ini mengatakan bahwa kepemimpinan di Muhammadiyah bersifat kolektif kolegial. “Jadi bukan siapa yang akan menjadi ketua umum, tapi bagaimana kami memiliki pemimpin terbaik untuk kemudian saling memperkuat dan melengkapi satu sama lain,” jelasnya.

Hajrianto Y Thohari, kandidat ketua umum lainnya, mengatakan bahwa yang dilihat pemilih di muktamar adalah keikhlasan dari calon. “Saya rasa persepsi dari peserta muktamar adalah keikhlasan dan jiwa perjuangan dari caloncalon itu. Tahapan berikutnya baru pada sisi kemampuan para calon,” kata mantan wakil ketua MPR itu.

Ihya ulumuddin/ Dian ramdhani/ Anwar majid/ant
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6338 seconds (0.1#10.140)