KH Bisri Syansuri, Tokoh NU yang Lantang Menolak P4 di Parlemen
A
A
A
Bisri Syansuri dilahirkan di Desa Tayu, Pati, Jawa Tengah, 18 September 1886. Ayahnya bernama Syansuri dan ibunya bernama Mariah.
Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Ia memperoleh pendidikan awal di beberapa pesantren lokal, antara lain pada KH Abdul Salam di Kajen, KH Fathurrahman bin Ghazali di Sarang Rembang, KH Kholil di Bangkalan, dan KH Hasyim Asy'arie di Tebu Ireng, Jombang.
Saat belajar tersebut ia juga berkenalan dengan rekan sesama santri, Abdul Wahab Chasbullah, yang kelak juga menjadi tokoh NU.
Bisri kemudian mendalami pendidikannya di Mekkah dan belajar kepada sejumlah ulama terkemuka antara lain Syekh Muhammad Baqir, Syekh Muhammad Sa'id Yamani, Syekh Ibrahim Madani, Syekh Jamal Maliki, Syekh Ahmad Khatib Padang, Syekh Syu'aib Daghistani, dan Kiai Mahfuz Termas.
Ketika berada di Mekkah, Bisri Syansuri menikahi adik perempuan Abdul Wahab Chasbullah. Di kemudian hari, anak perempuan Bisri Syansuri menikah dengan KH Wahid Hasyim dan menurunkan KH Abdurrahman Wahid dan Ir.H. Solahuddin Wahid.
Sepulangnya dari Mekkah, dia menetap di pesantren mertuanya di Tambak Beras, Jombang, selama dua tahun.
Ia kemudian berdiri sendiri dan pada 1917 mendirikan Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif di Denanyar, Jombang.
Saat itu, Bisri Syansuri adalah kiai pertama yang mendirikan kelas khusus untuk santri-santri wanita di pesantren yang didirikannya.
Di sisi pergerakan, ia bersama-sama para kiai muda saat itu antara lain KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Mas Mansyur, KH Dahlan Kebondalem, dan KH Ridwan, membentuk klub kajian yang diberi nama Taswirul Afkar (konseptualisasi pemikiran) dan sekolah agama dengan nama yang sama, yaitu Madrasah Taswirul Afkar.
Bisri adalah peserta aktif dalam musyawarah hukum agama, yang sering berlangsung di antara lingkungan para kiai pesantren, sehingga pada akhirnya terbentuklah organisasi Nahdlatul Ulama (NU).
Keterlibatannya dalam upaya pengembangan organisasi NU antara lain berupa pendirian rumah-rumah yatim piatu dan pelayanan kesehatan yang dirintisnya di berbagai tempat.
Di masa penjajahan Jepang, Bisri Syansuri ini terlibat dalam pertahanan negara, yakni menjadi Kepala Staf Markas Oelama Djawa Timur (MODT), yang berkedudukan di Waru, dekat Surabaya.
Pada masa kemerdekaan ia pun terlibat dalam lembaga pemerintahan, antara lain dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), mewakili unsur Masyumi (tempat Nahdlatul Ulama tergabung secara politis).
Kemudian juga menjadi anggota Dewan Konstituante tahun 1956, hingga ke masa pemilihan umum tahun 1971.
Salah satu peristiwa monumental yang selalu tercatat dalam sejarah khususnya parlemen adalah sikapnya yang secara konsisten menolak P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila) sebagai ketetapan MPR.
Saat berlangsung SU MPR 1978, Bisri yang tergabung dalam Fraksi PPP tidak sepakat dengan fraksi lain mengenai materi Rancangan Ketetapan MPR tentang P4.
PPP sudah menggariskan untuk menolak, berbagi argumentasi sudah diajukan kepada fraksi lain oleh Fraksi PPP namun belum juga membuahkan hasil.
Akhirnya seluruh anggota fraksi PPP memilih walk-out (keluar) dari ruang sidang. Dipimpin KH. Bisri Syansuri berada di urutan paling depan seluruh anggota Fraksi PPP meninggalkan ruangan sebagai tanda tidak setuju keputusan MPR. Kiai Bisri yang sudah berusia 92 tahun berjalan memimpin anggota PPP.
Mungkin hal itu biasa bagi kehidupan politik kita di saat sekarang, ketika pemerinta sudah tak "sekuat" dulu, ketika jaman sudah sangat terbuka.
Namun bisa dibayangkan betapa kuatnya tekanan yang harus dihadapi politis seperti Kiai Bisri dalam suasana politik yang sangat otoriter.
Tapi itulah KH. Bisri Syansuri, kiai besar yang sangat tinggi dan dalam ilmu agamanya serta sangat luas pengetahuan yang beliau miliki.
Hingga akhir hayatnya Kiai Bisri masih menjadi anggota DPR yang sangat disegani, Rais Aan PB NU, Rais Aam Majelis Syuro DPP PPP namun tetap memimpin dan aktif mengasuh Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar yang beliau rintis dan dirikan.
KH. Bisri Syansuri meninggal di Jombang 25 April 1980 pada usia 94 tahun. Beliau dimakamkan di kompleks Pesantren Denanyar, Jombang.
Sumber:
jawatimuran.wordpress.
wikipedia.org
diolah dari berbagai sumber
Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara. Ia memperoleh pendidikan awal di beberapa pesantren lokal, antara lain pada KH Abdul Salam di Kajen, KH Fathurrahman bin Ghazali di Sarang Rembang, KH Kholil di Bangkalan, dan KH Hasyim Asy'arie di Tebu Ireng, Jombang.
Saat belajar tersebut ia juga berkenalan dengan rekan sesama santri, Abdul Wahab Chasbullah, yang kelak juga menjadi tokoh NU.
Bisri kemudian mendalami pendidikannya di Mekkah dan belajar kepada sejumlah ulama terkemuka antara lain Syekh Muhammad Baqir, Syekh Muhammad Sa'id Yamani, Syekh Ibrahim Madani, Syekh Jamal Maliki, Syekh Ahmad Khatib Padang, Syekh Syu'aib Daghistani, dan Kiai Mahfuz Termas.
Ketika berada di Mekkah, Bisri Syansuri menikahi adik perempuan Abdul Wahab Chasbullah. Di kemudian hari, anak perempuan Bisri Syansuri menikah dengan KH Wahid Hasyim dan menurunkan KH Abdurrahman Wahid dan Ir.H. Solahuddin Wahid.
Sepulangnya dari Mekkah, dia menetap di pesantren mertuanya di Tambak Beras, Jombang, selama dua tahun.
Ia kemudian berdiri sendiri dan pada 1917 mendirikan Pondok Pesantren Mambaul Ma'arif di Denanyar, Jombang.
Saat itu, Bisri Syansuri adalah kiai pertama yang mendirikan kelas khusus untuk santri-santri wanita di pesantren yang didirikannya.
Di sisi pergerakan, ia bersama-sama para kiai muda saat itu antara lain KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Mas Mansyur, KH Dahlan Kebondalem, dan KH Ridwan, membentuk klub kajian yang diberi nama Taswirul Afkar (konseptualisasi pemikiran) dan sekolah agama dengan nama yang sama, yaitu Madrasah Taswirul Afkar.
Bisri adalah peserta aktif dalam musyawarah hukum agama, yang sering berlangsung di antara lingkungan para kiai pesantren, sehingga pada akhirnya terbentuklah organisasi Nahdlatul Ulama (NU).
Keterlibatannya dalam upaya pengembangan organisasi NU antara lain berupa pendirian rumah-rumah yatim piatu dan pelayanan kesehatan yang dirintisnya di berbagai tempat.
Di masa penjajahan Jepang, Bisri Syansuri ini terlibat dalam pertahanan negara, yakni menjadi Kepala Staf Markas Oelama Djawa Timur (MODT), yang berkedudukan di Waru, dekat Surabaya.
Pada masa kemerdekaan ia pun terlibat dalam lembaga pemerintahan, antara lain dalam Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), mewakili unsur Masyumi (tempat Nahdlatul Ulama tergabung secara politis).
Kemudian juga menjadi anggota Dewan Konstituante tahun 1956, hingga ke masa pemilihan umum tahun 1971.
Salah satu peristiwa monumental yang selalu tercatat dalam sejarah khususnya parlemen adalah sikapnya yang secara konsisten menolak P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila) sebagai ketetapan MPR.
Saat berlangsung SU MPR 1978, Bisri yang tergabung dalam Fraksi PPP tidak sepakat dengan fraksi lain mengenai materi Rancangan Ketetapan MPR tentang P4.
PPP sudah menggariskan untuk menolak, berbagi argumentasi sudah diajukan kepada fraksi lain oleh Fraksi PPP namun belum juga membuahkan hasil.
Akhirnya seluruh anggota fraksi PPP memilih walk-out (keluar) dari ruang sidang. Dipimpin KH. Bisri Syansuri berada di urutan paling depan seluruh anggota Fraksi PPP meninggalkan ruangan sebagai tanda tidak setuju keputusan MPR. Kiai Bisri yang sudah berusia 92 tahun berjalan memimpin anggota PPP.
Mungkin hal itu biasa bagi kehidupan politik kita di saat sekarang, ketika pemerinta sudah tak "sekuat" dulu, ketika jaman sudah sangat terbuka.
Namun bisa dibayangkan betapa kuatnya tekanan yang harus dihadapi politis seperti Kiai Bisri dalam suasana politik yang sangat otoriter.
Tapi itulah KH. Bisri Syansuri, kiai besar yang sangat tinggi dan dalam ilmu agamanya serta sangat luas pengetahuan yang beliau miliki.
Hingga akhir hayatnya Kiai Bisri masih menjadi anggota DPR yang sangat disegani, Rais Aan PB NU, Rais Aam Majelis Syuro DPP PPP namun tetap memimpin dan aktif mengasuh Pondok Pesantren Mambaul Maarif Denanyar yang beliau rintis dan dirikan.
KH. Bisri Syansuri meninggal di Jombang 25 April 1980 pada usia 94 tahun. Beliau dimakamkan di kompleks Pesantren Denanyar, Jombang.
Sumber:
jawatimuran.wordpress.
wikipedia.org
diolah dari berbagai sumber
(nag)