Antara Kerusakan Muara dan Mitos Buaya Putih

Selasa, 02 Juni 2015 - 07:51 WIB
Antara Kerusakan Muara...
Antara Kerusakan Muara dan Mitos Buaya Putih
A A A
SIDOARJO - Kemunculan buaya di Sungai Porong menggemparkan Jawa Timur selama dua pekan terakhir ini.

Ratusan warga dari Sidoarjo dan sekitarnya berdatangan ke Sungai Porong hanya untuk menyaksikan buaya, yang barangkali belum pernah muncul sejak sembilan tahun semburan lumpur Lapindo terjadi. Ada yang menyebut kemunculan buaya ini dipengaruhi kerusakan muara Sungai Porong akibat lumpur Lapindo. Bagi yang percaya mitos, kemunculan buaya ini juga terkait dengan mitos buaya putih di Sungai Porong.

Meski sering muncul, tidak mudah untuk bisa menyaksikan predator yang selama ini hidup di muara Sungai Porong itu berjemur. “Biasanya kalau muncul sore hari, itu pun tidak setiap hari,” ujar Ismail, warga Dusun Awar-awar, Desa Tambakrejo, Kecamatan Krembung, Sidoarjo.

Bahkan, untuk bisa melihat binatang karnivora itu, warga rela menunggu berjam-jam. Itu pun belum tentu bisa muncul. Bila beruntung, kita bisa melihat buaya motif cokelat kuning dan kehitaman itu berjemur di areal sungai yang dangkal. “Seperti kapan hari itu, buaya tiba-tiba muncul dan berjemur kelihatan semuanya,” ujar Suparno, juga warga sekitar yang sering ke Sungai Porong.

Bukan hanya warga sekitar yang penasaran akan kemunculan buaya itu. Warga dari luar Desa Tambakrejo juga memadati bibir sungai. Saking ingin melihat buaya itu muncul, warga memancingnya dengan seekor bebek. Bebek apes itu diikat layaknya umpan pancing kemudian diarahkan ke tengah sungai.

Predator melata yang dikenal sangat setia kepada pasangannya itu juga menampakkan batang hidungnya. “Hampir seharian dipancing dengan bebek tapi buayanya tak tertarik,” ujar Kholid, juga warga yang ingin melihat buaya itu muncul di sungai tersebut.

Bagi warga Desa Kedungrejo, tetangga Desa Tambakrejo, ada buaya di Sungai Porong memang sudah menjadi legenda. Namun, mereka jarang melihat buaya di sungai kawasan desanya. Mitosnya di kawasan itu juga ada buaya putih. “Mitosnya begitu, tapi warga tidak pernah melihatnya,” ujar salah satu warga.

Dari mana kawanan buaya itu muncul? Sejumlah warga menduga buaya itu bermigrasi dari muara Sungai Porong. Dasar pendapat ini adalah motif kulit buaya itu cokelat kekuningan. Ciri-ciri buaya ini ditemukan di bagian muara Sungai Porong. Ismail Syarif, salah satu petambak menuturkan, sejak ia masih kecil sudah tahu jika di muara Sungai Porong merupakan habitat buaya muara. “Habitatnya biasa di muara Sungai Porong yang menuju Pulau Dem,” ujarnya.

Ismail Syarif menduga mereka berpindah habitat karena muara Sungai Porong rusak akibat sedimentasi lumpur. Bukan hanya pendangkalan, kondisi air di muara Sungai Porong juga tercemar. “Kalau istilah petambak, air di muara sungai banger (bau) jadi buaya itu mencari lokasi yang airnya relatif bagus,” katanya.

Meski jenis predator karnivora, buaya Sungai Porong tidak ganas. Selama kemunculannya, warga belum pernah mendengar ada orang diserang buaya. “Kalau di muara sering melihat buaya muncul. Biasanya berjemur di lumpur sedimentasi,” kata Ismail Syarif yang selama ini mengelola tambak di salah satu lokasinya di muara Sungai Porong.

Pria yang juga pengurus organisasi petambak di Sidoarjo ini mengatakan buaya muara biasa makan ikan dan hewan lain. Saat makan biasanya agak siang ketika matahari mulai tinggi. Sementara menjelang sore, buaya-buaya itu muncul ke permukaan untuk berjemur. “Kalau di muara jika berjemur ada puluhan buaya,” ujar Ismail Syarif.

Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jatim menyimpulkan kawanan buaya yang muncul di Sungai Porong adalah buaya muara. Hal ini disampaikan Wiwit Widodo, Kepala Seksi III Surabaya BKSDA Jatim, setelah mengamati ciri-ciri buaya itu. “Kesimpulan kami buaya itu memiliki habitat di muara,” ujarnya.

Ciri-ciri buaya muara, kata Wiwit, ada tonjolan punggung lebih halus dan berwarna putih. Buaya muara bisa hidup di air tawar. Habitat aslinya memang berada di muara perjumpaan air tawar dan asin. Dalam situasi terdesak, buaya muara bisa menjelajah hingga ke sungai.

Kesimpulan ini dikuatkan dengan fakta bahwa habitat muara di pesisir Sidoarjo rusak parah. Selain sedimentasi atau pendangkalan karena lumpur, air di kawasan itu pekat dan berminyak. “Kemungkinan habitat yang rusak ini membuat buaya tersebut pindah ke sungai,” kata Wiwit.

Humas Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), Dwinanto Hesti Prasetyo, membantah keberadaan buaya di Sungai Porong berkaitan dengan endapan lumpur di bagian muara. Dwinanto menjelaskan, sudah menangani muara Sungai Porong sejak 2009. “Sejak saat itu kami tidak pernah melihat ada buaya. Kami belum melihat buaya di muara,” ujarnya.

Dwinanto juga sudah menanyakan kepada warga dan nelayan di muara perihal buaya ini. Jawaban warga versi Dwinanto, tidak ada yang pernah melihat buaya. Di kawasan pulau lumpur pun, BPLS mengklaim tidak pernah melihat buaya. Pulau lumpur ini ditangani BPLS dengan ditanami bakau.

Bila lumpur dianggap mengakibatkan kerusakan parah di kawasan muara, tidak akan ada nelayan yang berburu ikan dan udang di sana. BPLS masih melihat banyak nelayan beraktivitas di kawasan muara. “Kami tidak memiliki kompetensi apa pun untuk menjelaskan terkait buayabuaya itu,” kata Dwinanto.

Abdul Rouf
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5005 seconds (0.1#10.140)