Mafia Tambang Marak, IPW: Waspada Modus Hostile Take Over Caplok Perusahaan

Jum'at, 23 Desember 2022 - 12:22 WIB
loading...
Mafia Tambang Marak, IPW: Waspada Modus Hostile Take Over Caplok Perusahaan
Mafia tambang marak, IPW: waspada modus hostile take over caplok perusahaan. Foto dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengingatkan pemerintah, investor, dan para pelaku bisnis di bidang pertambangan agar waspada terhadap para mafia pertambangan yang semakin marak. Sugeng mengatakan, para mafia tambang bisa menggunakan modus proses hukum, sehingga terlihat legal.

"Model itu dikenal dengan istilah hostile take over. Itulah upaya paksa pencaplokan satu perseroan dengan menggunakan proses hukum yang seolah-olah legalm" kata Sugeng dalam diskusi 'Beking Aparat di Balik Mafia Tambang' yang digelar Sorogan Journalist Forum di Jakarta, Rabu (21/12/2022).

Proses ini, lanjut Sugeng Teguh , biasanya didahului dengan perjanjian-perjanjian yang dibuat antara perusahaan tambang yang memiliki IUP (Izin Usaha Pertambangan) dengan memunculkan pihak ketiga sebagai pihak yang membuat perjanjian.

Modus ini, kata dia, sudah dialami PT Citra Lampia Mandiri (CLM) yang bergerak di industri nikel, berlokasi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Awalnya, kata Sugeng, ada pihak lain yang membuat perjanjian dengan pemegang saham, lalu membayar kurang dari 10 persen nilai perjanjian.

”PT CLM sebagai pemegang IUP kemudian mengadakan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) terkait pembelian saham. PPJB nilainya US$ 28,5 juta, baru dibayar US$ 2 juta. Sisanya sekitar Rp500 miliar, hampir setengah triliun, yang belum dibayar,” terang Sugeng.

Namun, dengan modal kurang dari 10 persen itu, lanjut Sugeng, mereka hendak men-take over satu company yang memiliki IUP, kemudian tidak membayar sisanya.

”Bagaimana caranya? Dengan menggunakan satu proses legal. Dari perjanjian kemudian masuk ranah hukum, lalu mereka menangkan pertarungan hukum, baik melalui proses di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), di peradilan umum, dan terakhir di kepolisian,” ujarnya.

Sugeng mengatakan, proses seperti itu bisa menjadi perdebatan ketika pihak yang merasa dirugikan melapor ke kepolisian. Menurut Sugeng, hostile take over sebenarnya tidak bisa dilakukan jika mengacu pada aturan yang berlaku. Biasanya kalau di kepolisian, polisi akan menggunakan dasar legal juga yang sebetulnya sedang diperdebatkan.

"Dasar legal yang digunakan adalah kondisi terakhir di mana PT A mengambil alih PT B. Padahal, pengambilalihan itu sebenarnya ilegal. Ada syarat-syarat yang tidak terpenuhi. Seperti yang disyaratkan UU Minerba, peralihan saham perseroan pemegang IUP harus berdasarkan persetujuan dari ESDM,” ujarnya.

Lanjut Sugeng, yang kemudian terjadi, dengan akta bikinan notaris yang diduga ikut bermain, lalu dibantu dengan proses di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM, memunculkan akta baru yang seolah sah.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4920 seconds (0.1#10.140)