Jejak Perjuangan KH Ahmad Sanusi, Pahlawan Nasional yang Sering Keluar Masuk Penjara

Senin, 07 November 2022 - 21:17 WIB
loading...
Jejak Perjuangan KH Ahmad Sanusi, Pahlawan Nasional yang Sering Keluar Masuk Penjara
Neni Fauziyah, cucu KH Ahmad Sanusi. Foto: Dharmawan/SINDOnews
A A A
SUKABUMI - Keluar masuk penjara dalam memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, KH Ahmad Sanusi secara resmi ditetapkan pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara.

Selain itu, Ajengan Sanusi nama panggilannya, banyak melahirkan ulama besar yang tersebar di Indonesia.

Cucu KH Ahmad Sanusi, sekaligus Ketua Umum Yaspi Syamsul Ulum, Neni Fauziyah menceritakan, bahwa Ajengan Sanusi sepulang ibadah haji dan belajar agama selama 5 tahun di Makkah Al-Mukarramah, lalu pada Juli 1915 mengabdikan ilmunya di Pesantren Cantayan.



"Selanjutnya, mendirikan pesantren Genteng yang dipimpin dan dikelola langsung oleh beliau sampai dengan tahun 1927, lalu meninggalkan pesantren tersebut karena ditahan selama 15 bulan di penjara Cianjur dan Sukabumi serta diinternir atau dibuang ke Batavia Centrum selama 6 tahun," ujar Neni, Senin (7/11/2022).

Lebih lanjut, Neni mengatakan bahwa KH Ahmad Sanusi menjadi ajengan tanpa pesantren di Batavia Centrum, dan kegiatan dakwahnya tidak terhenti, seningga terkenal dengan julukan Ajengan Batawi.

Lalu, pada tahun 1934, Ajengan Sanusi dipindahkan kembali ke Kota Sukabumi dengan status tahanan kota.



"Pada tahun inilah KH Ahmad Sanusi mendirikan Pesantren Syamsul Ulum Gunungpuyuh Sukabumi yang dipimpin langsung selama 16 tahunan, dengan perincian 5 tahunan masih dalam status tahanan kota dan 11 tahunan sudah dalam status orang bebas," tambah Neni.

Pada Agustus 1927, lanjut Neni, dekat Pesantren Genteng terjadi insiden perusakan dua jaringan kawat telepon yang menghubungkan Sukabumi, Bandung dan Bogor.

Peristiwa ini, dijadikan sebagai bukti Pemerintan Hindia Belanda untuk menangkap dan menahannya.



"Dengan alasan itulah Ajengan Sanusi mendekam di Penjara Cianjur selama 9 bulan sampai Mei 1928, terus dipindahkan ke Penjara Nyomplong Kota Sukabumi selama 6 bulan sampai November 1928. Selanjutnya, sejak November 1928, beliau diasingkan ke Tanah Tinggi Senen Batavia Centrum selama 6 tahunan sampai 1934," paparnya.

Neni menambahkan, pada Agustus 1934, Ajengan Sanusi dipindahkan ke Kota Sukabumi dengan status tahanan kota selama 5 tahun hingga turun keputusan Gubernur Jenderal yang ditandatangani AWL Tjarda isinya menyatakan mengakhiri masa tahanan kota untuk KH Ahmad Sanusi.

"Sejak turunnya Keputusan Gubernur Jenderal tersebut, Ajengan Sanusi menjadi orang bebas. Hikmahnya 15 bulan di penjara dan 11 tahunan di internir dengan status tananan kota, maka beliau menjadi seorang penulis yang produktif. Tidak kurang dari 126 judul kitab telah ditulis dari berbagai disiplin keilmuan seperti Tafsir Al-Quran, lImu Tauhid, lImu Fiqih, Ma'ani, Bayan dan lainnya," sambungnya.



Sebagai guru dan orangtua yang baik, KH Ahmad Sanusi mendidik dengan baik anak-anaknya maupun santrinya menjadi ulama besar dan berpengaruh tidak hanya di Jawa Barat, tetapi di tingkat nasional.

Ketika mengajar di Pesantren Cantayan, berhasil melahirkan santri angkatan pertama menjadi ulama besar, diantaranya, Ajengan Nakhrowi Pendiri Ponpes YASMIDA Cibatu Cisaat Sukabumi, Ajengan Abas Nawawi Guru di Pesantren Gunungpuyuh, Ajengan Masturo Pendiri Pondok Pesantren Al Masthuriyyah Cisaat Sukabumi, Ajengan Uci Sanusi Pendiri Pondok Pesantren Sunanul Huda Cikaroya Cisaat Sukabumi, Ajengan Afandi Pimpinan Pondok Pesantren Tarbiyatul Falah Sadamukti, Cicurug, Sukabumi, Ajengan M. Fudholi Pendiri Pondok Pesantren Al-Falah dan Madrasah Jannatul Amal Cikarang, Bekasi dan lainnya.

Selanjutnya, ketika mengajar di Pesantren Genteng Babakansirna, ujar Neni, KH Ahmad Sanusi melahirkan santri angkatan kedua menjadi ulama-ulama besar diantaranya, Ajengan Abdullah bin Nuh Pimpinan Pondok Pesantren Al-Ghozali dan Al-Ihya Bogor, Ajengan Damiri Yusur Laujiri Pendiri Pondok Pesantren Ipari Wanaraja Garut, Ajengan Badruddin Pendiri Pondok Pesantren Kadudampit dan lain-lain.



"Ketika mengajar di Pesantren Gunungpuyuh melahirkan santri angkatan ketiga menjadi ulama-ulama besar, diantaranya, Ajengan Dadun Abdul Qohhar Pendiri Pesantren Ad-Dakwah Cibadak Sukabumi, Ajengan Khoer Apandi Pendiri Pondok pesantren Miftahul Huda Manonjaya Tasikmalaya, Muttaqin Pendiri UNISBA Bandung, Ajengan Maksum Pendiri Pondok Pesantren Bondongan Bogor, Prof. K.H. lbrahim Husein, LML Pendiri dan Rektor pertama lI serta pernah menjadi Ketua Majelis Fatwa MUI Pusat, Ajengan Rukhyat Pendiri Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya, Ajengan lshak Farid Pimpinan Pondok Pesantren Cintawana Singaparna Tasikmalaya, Ajengan Irfan Hilmi Pimpinan Pondok Pesantren Darussalam Kabupaten Ciamis, Ajengan Soleh Iskandar Tokoh militer, KH Syamsuddin Mantan Kanwil Depag Provinsi Jawa Barat dan lainnya," ungkap Neni.

Dalam memperjuangkan pemikiran dan gagasannya untuk kepentingan agama, bangsa dan negara, Ajengan Sanusi aktif dalam berbagai lembaga dan kegiatan baik sebagai pendiri dan pelaku maupun sebagai pelaksana diantaranya, menjadi anggota BPUPKI (Dokuritsu Junbi Cosaka), Pengurus Jawa Hokokai (Kebangkitan Jawa), Pengurus Masyumi (Majelis Syuro' Muslimin Indonesia), Anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat), Anggota Dewan Penasehat Daerah Bogor (Gin Bogor Shu sangi Ka), Wakil Residen Bogor (Uku Syucokan).

"Pada Minggu 15 Syawal 1369 H bertepatan dengan 31 Juli 1950 M sekitar pukul 21.00 WIB, dalam usia 63 tahun Ajengan Sanusi dipanggil sang pencipta dan menghembuskan napas terakhirnya di Pesantren Gunungpuyuh dan dikebumikan di Kompleks Pemakaman Keluarga di sebelah utara dari Pesantren Gunungpuyuh Sukabumi," tukasnya.
(san)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1271 seconds (0.1#10.140)