Prabowo-Gibran Diminta Tetapkan Tuan Rondahaim dari Simalungun Jadi Pahlawan Nasional
loading...
A
A
A
SIMALUNGUN - Pemerintahan Prabowo-Gibran diminta menetapkan Tuan Rondahaim Saragih dari Simalungun , Sumatera Utara sebagai pahlawan nasional. Usulan ini dibahas dalam diskusi dan bedah buku berjudul "Rondahaim: Sebuah Kisah Kepahlawanan Menentang Penjajahan di Simalungun" yang digelar Para Syndicate bersama Nation and Character Building Indonesia (NCBI) di Kantor PARA Syndicate, Jakarta Selatan, belum lama ini.
Diskusi yamg mengangkat tema "Tuan Rondahaim Saragih, Pahlawan Nasional dari Simalungun" ini menghadirkan Sejarawan Senior Asvi Warman Adam, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Pertahanan (Unhan) Herlina JR Saragih.
Selain itu, penulis sejarah dan Dosen Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Pdt Martin Lukito Sinaga. Diskusi dimoderatori Koordinator Komunitas Masyarakat Simalungun sekaligus Direktur Eksekutif NCBI Juliaman Saragih.
Acara dibuka Ketua PARA Syndicate Ari Nurcahyo dilanjutkan tokoh Simalungun seperti Bungaran Saragih (Menteri Pertanian 2000-2004) dan Jopinus Ramli Saragih (Bupati Simalungun 2010-2015 dan 2016-2021).
Dalam diskusi tersebut, Herlina JR Saragih menegaskan pengusulan gelar pahlawan nasional untuk Rondahaim Saragih bukan hanya sekadar bentuk penghargaan bagi masyarakat Simalungun, melainkan bagian dari upaya literasi sejarah bagi seluruh bangsa Indonesia.
Rondahaim memperjuangkan kebebasan wilayah Simalungun dari penjajahan Belanda yang pada akhirnya berkontribusi terhadap kemerdekaan Indonesia.
"Rondahaim adalah ahli strategi perang gerilya yang dijuluki Napoleon-nya orang Batak. Pengakuan ini bukan datang dari komunitas lokal saja, melainkan juga dari forum internasional. Ini makin menguatkan bahwa Rondahaim layak diusulkan sebagai pahlawan nasional," ujar Herlina, Senin (28/10/2024).
Senada, Pdt Martin Lukito Sinaga menjelaskan Rondahaim mengalami perkembangan dalam hal patriotisme, dari yang awalnya hanya berfokus pada kecintaan terhadap Simalungun menjadi cinta kepada Indonesia.
“Ini bukan hanya soal mempertahankan Simalungun, tetapi melibatkan kolaborasi militer yang meluas dari Aceh hingga Semenanjung Malaya. Rondahaim juga menyadari bahwa kolonialisme tidak hanya menyoal kekuatan militer, tetapi juga penguasaan ekonomi," ungkapnya.
Seiring berjalannya waktu, Rondahaim memahami bahwa perjuangan melawan kolonialisme juga harus mencakup perebutan kembali sumber daya alam dari tangan penjajah.
Diskusi yamg mengangkat tema "Tuan Rondahaim Saragih, Pahlawan Nasional dari Simalungun" ini menghadirkan Sejarawan Senior Asvi Warman Adam, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Pertahanan (Unhan) Herlina JR Saragih.
Selain itu, penulis sejarah dan Dosen Sekolah Tinggi Filsafat Theologi (STFT) Pdt Martin Lukito Sinaga. Diskusi dimoderatori Koordinator Komunitas Masyarakat Simalungun sekaligus Direktur Eksekutif NCBI Juliaman Saragih.
Acara dibuka Ketua PARA Syndicate Ari Nurcahyo dilanjutkan tokoh Simalungun seperti Bungaran Saragih (Menteri Pertanian 2000-2004) dan Jopinus Ramli Saragih (Bupati Simalungun 2010-2015 dan 2016-2021).
Dalam diskusi tersebut, Herlina JR Saragih menegaskan pengusulan gelar pahlawan nasional untuk Rondahaim Saragih bukan hanya sekadar bentuk penghargaan bagi masyarakat Simalungun, melainkan bagian dari upaya literasi sejarah bagi seluruh bangsa Indonesia.
Rondahaim memperjuangkan kebebasan wilayah Simalungun dari penjajahan Belanda yang pada akhirnya berkontribusi terhadap kemerdekaan Indonesia.
"Rondahaim adalah ahli strategi perang gerilya yang dijuluki Napoleon-nya orang Batak. Pengakuan ini bukan datang dari komunitas lokal saja, melainkan juga dari forum internasional. Ini makin menguatkan bahwa Rondahaim layak diusulkan sebagai pahlawan nasional," ujar Herlina, Senin (28/10/2024).
Senada, Pdt Martin Lukito Sinaga menjelaskan Rondahaim mengalami perkembangan dalam hal patriotisme, dari yang awalnya hanya berfokus pada kecintaan terhadap Simalungun menjadi cinta kepada Indonesia.
“Ini bukan hanya soal mempertahankan Simalungun, tetapi melibatkan kolaborasi militer yang meluas dari Aceh hingga Semenanjung Malaya. Rondahaim juga menyadari bahwa kolonialisme tidak hanya menyoal kekuatan militer, tetapi juga penguasaan ekonomi," ungkapnya.
Seiring berjalannya waktu, Rondahaim memahami bahwa perjuangan melawan kolonialisme juga harus mencakup perebutan kembali sumber daya alam dari tangan penjajah.