Demo RUU HIP di Gedung Sate, Orator Desak Pemerintah Terapkan Hukum Islam
loading...
A
A
A
BANDUNG - Ratusan orang dari sejumalh organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di Jawa Barat menggelar unjuk rasa menolak Rancana Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Minggu (5/7/2020).
Massa yang datang sebagian besar berpakaian putih-putih dan bersorban. Mereka membawa spanduk dan poster berisi penolakan agar RUU HIP tidak dibahas, tidak ditunda, dan tidak disahkan menjadi undang-undang.
Diketahui, RUU HIP menjadi polemik dan ditolak karena dianggap menganulir Pancasila. Dilihat dari pokok permasalahannya, sejak awal, pertama, RUU HIP ini berawal dari tidak dimasukannya Tap MPRS tentang Larangan Ajaran Komunisme dan Marxisme di konsideran RUU HIP.
Kemudian, kedua, ada pasal kontroversial di RUU HIP yakni Pasal 7. Ayat 2 Pasal 7 menyebutkan ciri pokok Pancasila berupa trisila, sosio demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
Kemudian ayat 3 nya menyebutkan trisila sebagaimana dimaksud ayat 2, terkristalisasi dalam ekasila yaitu gotong royong. Dua hal itulah yang semula jadi kontroversi dan dianggap bahwa RUU HIP akan mengganti Pancasila.
Salah satu orator yang menyampaikan aspiranya adalah advokat Eggy Sudjana. Dalam orasi, hukum Islam harusnya berlaku di Indonesia karena didukung aspek yuridis dan sosiologis.
"Menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945, yang memberlakukan (hukum Islam) adalah Presiden dan DPR. Sebab, DPR dan Presiden diberi kewenangan oleh undang-undang untuk membuat dan menegakkan hukum," kata Eggy.
Menurut dia, Pasal 5 ayat 1 UUD 1945 mengatur soal kewenangan Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang ke DPR. Ayat itu merupakan hasil amandemen pertama UUD 1945.
"Presiden dan DPR harus memberlakukan hukum Islam. Tapi pertanyaan seriusnya secara yuridis, presiden kita sudah tujuh kali ganti presiden, ribuan anggota DPR sudah berganti. Apakah hukum Islam berlaku sekarang, apakah berlaku?," ujar Eggy.
"Berarti problemnya ada di DPR. Harusnya secara konstitusi Indonesia negara tauhid. Indonesia negara tauhid. Ulangi bersama-sama. Indonesia," ujar Eggy dan dijawab oleh massa.
Selain menolak RUU HIP, massa juga menuntut penegak hukum mengusut dan menghukum inisiator rancangan undang-undang tersebut. "Ini delik makar, tindak pidana. Harusnya langsung diproses. Penegak hukum jangan diam saja," ujar Eggi.
Lihat Juga: Sapa Warga, Dhani Wirianata Calon Wakil Wali Kota Bandung Sambangi Warga Cibeunying Kidul
Massa yang datang sebagian besar berpakaian putih-putih dan bersorban. Mereka membawa spanduk dan poster berisi penolakan agar RUU HIP tidak dibahas, tidak ditunda, dan tidak disahkan menjadi undang-undang.
Diketahui, RUU HIP menjadi polemik dan ditolak karena dianggap menganulir Pancasila. Dilihat dari pokok permasalahannya, sejak awal, pertama, RUU HIP ini berawal dari tidak dimasukannya Tap MPRS tentang Larangan Ajaran Komunisme dan Marxisme di konsideran RUU HIP.
Kemudian, kedua, ada pasal kontroversial di RUU HIP yakni Pasal 7. Ayat 2 Pasal 7 menyebutkan ciri pokok Pancasila berupa trisila, sosio demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
Kemudian ayat 3 nya menyebutkan trisila sebagaimana dimaksud ayat 2, terkristalisasi dalam ekasila yaitu gotong royong. Dua hal itulah yang semula jadi kontroversi dan dianggap bahwa RUU HIP akan mengganti Pancasila.
Salah satu orator yang menyampaikan aspiranya adalah advokat Eggy Sudjana. Dalam orasi, hukum Islam harusnya berlaku di Indonesia karena didukung aspek yuridis dan sosiologis.
"Menurut Pasal 5 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945, yang memberlakukan (hukum Islam) adalah Presiden dan DPR. Sebab, DPR dan Presiden diberi kewenangan oleh undang-undang untuk membuat dan menegakkan hukum," kata Eggy.
Menurut dia, Pasal 5 ayat 1 UUD 1945 mengatur soal kewenangan Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang ke DPR. Ayat itu merupakan hasil amandemen pertama UUD 1945.
"Presiden dan DPR harus memberlakukan hukum Islam. Tapi pertanyaan seriusnya secara yuridis, presiden kita sudah tujuh kali ganti presiden, ribuan anggota DPR sudah berganti. Apakah hukum Islam berlaku sekarang, apakah berlaku?," ujar Eggy.
"Berarti problemnya ada di DPR. Harusnya secara konstitusi Indonesia negara tauhid. Indonesia negara tauhid. Ulangi bersama-sama. Indonesia," ujar Eggy dan dijawab oleh massa.
Selain menolak RUU HIP, massa juga menuntut penegak hukum mengusut dan menghukum inisiator rancangan undang-undang tersebut. "Ini delik makar, tindak pidana. Harusnya langsung diproses. Penegak hukum jangan diam saja," ujar Eggi.
Lihat Juga: Sapa Warga, Dhani Wirianata Calon Wakil Wali Kota Bandung Sambangi Warga Cibeunying Kidul
(awd)