Negarakertagama, Kitab yang Jadi Saksi Kejayaan Majapahit

Selasa, 30 Agustus 2022 - 05:03 WIB
loading...
Negarakertagama, Kitab yang Jadi Saksi Kejayaan Majapahit
Salah satu peninggalan jaman Kerajaan Majapahit. Foto ilustrasi SINDOnews
A A A
Kerajaan Majapahit dengan rajanya yang terkenal Hayam Wuruk (1350–1389) bisa dikenal hingga saat ini berkat karya emas Mpu Prapanca. Lewat karyanya yang tertuang dalam kitab Negarakertagama, kejayaan Majapahit dapat diketahui.



Disebutkan, pujangga hebat Prapanca ini merampungkan karyanya pada bulan Aswina tahun Saka 1287. Kitab ini ditulis dalam bentuk puisi. Dalam Negarakertagama, Prapanca melukiskan bagaimana Hayam Wuruk memerintah hingga membuat Majapahit aman, damai dan sejahtera.

Pencapaian tersebut mendorong Mpu Prapanca untuk menulis semua apa yang terjadi kala itu. Sri Wintala Achmad, dalam bukunya berjudul "Hitam Putih Mahaputih Gajah Mada " menyampaikan bahwa Kakawin Negarakertagama ditulis bukan atas perintah Hayam Wuruk. Negarakertagama merupakan inisiatif Mpu Prapanca, semacam ungkapan kekaguman sekaligus baktinya pada raja.

Kitab Negarakertagama ditulis sangat rapi dan sistematis. Prapanca menyampaikan ulasannya dengan mengelompokkannya ke dalam bab atau pupuh. Dalam Pupuh I, Prapanca menyampaikan rasa kagumnya terhadap yang mulia baginda raja. Sang pujangga bahkan memandang Raja Hayam Wuruk sebagai titisan Siwa Buddha.

Lalu pada pupuh II-VI, Prapanca menggambarkan bagaimana hubungan kekerabatan raja bergelar Sri Rajasanagara itu. Semua itu, menurut Prapanca, karena kecakapan nenek raja, yang bernama Rajapatni putri Gayatri yang selalu menjadi penasihat raja.

Pada pupuh VIII, kembali menyoroti raja sebagai titisan dewa. Hayam Wuruk sebagai utusan yang mengusap duka, dewa Indra, yang menurunkan hujan di atas bumi. Lebih dalam dia menggambarkan sang raja sebagai sosok penjaga Pertiwi, meresap ke semua tempat laksana hawa. Sedangkan rupanya laksana bulan. Semua orang tunduk kepada kuasa raja.

Pada pupuh VIII-XII, Prapanca mendeskripsikan keindahan istana Majapahit, termasuk para punggawa dan pegawai istana. Lalu disusul pupuh XIII - XIV tentang wilayah kekuasaan Majapahit, lengkap dengan nama nama-nama daerah dan pulau yang tunduk kepada Majapahit.

Tidak luput dari perhatiannya soal hubungan antara Kerajaan Majapahit dengan negara-negara asing. Itu dituangkan Prapanca dalam pupuh XV. Beberapa negara sahabat disebutkan, misalnya Singanagari, Kamboja, Siam, Dharmanagara, dan Campa.

Prapanca juga memuji kecakapan Hayam Wuruk saat memimpin kerajaan. Pada pupuh XVII-LX, ia menyampaikan bahwa raja sering blusukan untuk melihat kondisi masyarakatnya. Itu dilakuka raja pada tahun 1359 di beberapa wilayah di Jawa Timur.

Perjalanan raja tahun 1361 ke Desa Simping, memperbaiki candi makam ditulis pada pupuh LXI-LXII. Raja datang ke sana karena candi makam tersebut rusak. Kematian nenek Hayam Wuruk dan proses selamatannya digambarkan oleh Mpu Prapanca di Pupuh LXIII-LXVII.

Dia menulis bahwa saat nenek Gayatri wafat, digelar pesta secara besar-besaran pada 1362. Upacaranya selamatan dilakukan Hayam Wuruk.

Pada pupuh LXVIII-LXIX, Prapanca mengalihkan perhatian ke kerajaan Mataram. Ia mengisahkan bagaimana Airlangga raja dari dinasti Kerajaan Mataram Kuno membagi dua wilayah untuk dua anaknya.

Ia mengisahkan bahwa kerajaan itu dibagi oleh Raja Airlangga menjadi Janggala dan Panjalu, dengan cara menuangkan air kendi dari udara. Sampai di atas pohon di Desa Palungan, Mpu Baradha terhenti karena jubahnya terkait pada puncak pohon asam dan kendinya jatuh di desa itu.

Lalu pupuh LXX-LXXVIII, melanjutkan kisah Hayam Wuruk yang kembali dari Desa Simping usai memperbaiki candi makam. Di ini digambarkan bagaimana sepeninggal Gajah Mada, jabatannya diembang oleh enam menteri, dan tidak akan digantikan oleh satu sosok karena tidak ada sosok yang mampu menyamai Gajah Mada.

Kemudian, pada pupuh LXXIV-LXXXII, Prapanca menyebut nama-nama candi makam, desa kebuddhaan, tanah perdikan, asrama, dan kesiwaan di Majapahit , terutama di Pulau Jawa dan Bali. Kebesaran Hayam Wuruk juga disoroti pada pupuh LXXXII.

Pupuh LXXXIV lanjutan pupuh LXXXIII, disampaikan bahwa pada bulan 14 petang Hayam Wuruk berkeliling kota dengan naik tandu kuning. Ia diiringi para pembesar, pendeta, sarjana, dalam pakaian seragam. Pada prosesi ini dibacakan puja sloka, gubahan kawiraja dari berbagai kota untuk menyambut baginda raja setibanya di Manguntur.

Pupuh LXXXV menggambarkam bagaimana musyawarah berlangsung di istana. Sisampaikan bahwa musyawarah melibatkan semua orang yang memiliki tanggung jawab dalam pemerintahan Majapahit.

Selanjutnya, pesta perang Bubat dihadiri oleh Hayam Wuruk dijelaskan pada pupuh LXXXVI-XCII. Perayaan ini kemudian ditutup dengan pembagian hadiah kepada para pemenang. Hadiah diserahkan langsung oleh raja Hayam Wuruk.

Prapanca juga menyampaikan bahwa banyak pendeta yang menciptakan kakawin puja sastra untuk baginda raja. Salah satu di antara mereka adalah Buddha Sri Aditya yang menggubah Shogawali dalam sloka. Pendeta tersebut berasal dari Jambudwipa India, dari kota Kancanapuri, dari asrama Sadwihara. Ini disampaikan dalam pada pupuh XCIII-XCIV.

Dan yang XCV-XCVIII menguraikan bahwa Prapanca kemudian memutuskan untuk menyepi dan bertapa di gunung. Itu ia lakukan setelah merasa tugasnya sudah selesai.
(don)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2516 seconds (0.1#10.140)