Pelaku Pencabulan Anak Kandung Divonis 13 Tahun, Ketua RPA Partai Perindo: Jangan Sekalipun Lakukan Kekerasan Sekual Anak!
loading...
A
A
A
KEDIRI - Ketua Relawan Perempuan dan Anak (RPA) Partai Perindo, Jeanny Latumahina mengatakan puas atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri yang menjatuhkan vonis 13 tahun penjara kepada pelaku pencabulan anak kandung.
Dia juga memberikan apresiasi terhadap majelis hakim, dan jaksa penuntut umum (JPU).
“Kami sangat berterimakasih terhadap majelis hakim dan JPU, dengan vonis ini juga peringatan terhadap siapapun agar jangan melakukan perbuatan kekerasan seksual terhadap anak. Karena sanksinya sangat berat," tegas Jeanny, Kamis (25/8/2022).
Partai Perindo dikenal sebagai partai yang peduli terhadap perlindungan perempuan dan anak.
Sementara dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Quraisyiyah menyatakan bahwa terdakwa ZA divonis 13 tahun penjara karena terbukti bersalah dengan pemberatan.
Pemberatan salah satunya lantaran korban (anak kandung terdakwa) tidak memaafkan perbuatan terdakwa.
Dalam catatan hakim selama persidangan, akibat perbuatan terdakwa menyebabkan korban trauma berat.
Bahkan selama pemeriksaan dari catatan ahli dokter dan psikolog hingga persidangan, kondisi kejiwan korban masih tidak stabil.
Dia juga memberikan apresiasi terhadap majelis hakim, dan jaksa penuntut umum (JPU).
Baca Juga
“Kami sangat berterimakasih terhadap majelis hakim dan JPU, dengan vonis ini juga peringatan terhadap siapapun agar jangan melakukan perbuatan kekerasan seksual terhadap anak. Karena sanksinya sangat berat," tegas Jeanny, Kamis (25/8/2022).
Partai Perindo dikenal sebagai partai yang peduli terhadap perlindungan perempuan dan anak.
Sementara dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Quraisyiyah menyatakan bahwa terdakwa ZA divonis 13 tahun penjara karena terbukti bersalah dengan pemberatan.
Pemberatan salah satunya lantaran korban (anak kandung terdakwa) tidak memaafkan perbuatan terdakwa.
Dalam catatan hakim selama persidangan, akibat perbuatan terdakwa menyebabkan korban trauma berat.
Bahkan selama pemeriksaan dari catatan ahli dokter dan psikolog hingga persidangan, kondisi kejiwan korban masih tidak stabil.