Sindikat Penjual Daging Celeng untuk Warung Bakso dan RM di Jabar Terbongkar
loading...
A
A
A
CIMAHI - Petugas Satreskrim Polres Cimahi berhasil membekuk pasangan suami istri (pasutri) yang menjual daging celeng (babi hutan) yang dicampur dengan daging sapi untuk bahan membuat bakso. Bersama pasutri yang berinisial T (45) dan R (24) warga Padalarang, Bandung Barat itu, turut ditangkap juga D (49) pedagang di Tasikmalaya dan N (38) pedagang di Purwakarta.
Kapolres Cimahi AKBP M Yoris Maulana Yusuf Marzuki mengungkapkan, kasus ini terbongkar pada Jumat (26/6) setelah terendusnya praktik penjualan daging celeng dari warga yang berprofesi sebagai pemburu babi hutan. Pembelinya adalah sepasang suami istri di Padalarang berinisial T dan R. Setelah diselidiki dan dilakukan penggerebekkan mereka terbukti menyimpan sebanyak 12 kg daging celeng di dalam mesin pendingin dan 120 kg daging sapi impor.
"Modus mereka ini mencampurkan daging sapi dan daging celeng dengan perbandingan 2:1 lalu dijual ke sejumlah rumah makan dan penjual baso. Mereka sudah menjalankan aksinya sejak tahun 2014 dan telah memiliki pelanggan tetap di Majalaya, Cianjur, Purwakarta, Tasikmalaya, dan Bandung," kata Yoris saat gelar perkara kasus ini di Mapolres Cimahi, Selasa (30/6/2020). (Baca juga: AKB Diterapkan, Kota Bandung Kembali Diserbu Wisatawan Domestik )
Yoris menyebutkan, para pelaku menjual daging celeng dengan harga Rp50.000/kg kepada pelanggannya. Kemudian daging celeng itu dioplos dengan daging sapi menjadi bahan baku pembuatan bakso maupun rendang dan dijual lagi dengan harga Rp100.000/kg. Pasutri ini bisa memasok daging celeng ke pelanggannya di Purwakarta sebanyak 70 kg/bulan, Tasikmalaya 30 kg/bulan, Cianjur dan Kota Bandung masing-masing 40 kg/bulan.
Pelanggannya memang penjual bakso dan rumah makan, dimana dalam setahun mereka bisa memperoleh keuntungan hingga Rp150 juta. Modus penjualannya, pelaku menawarkan langsung ke pembeli lalu ketika ada pesanan langsung dikirim. Dari tangan pelaku turut diamankan pula tiga mesin pendingin daging, satu timbangan, satu unit mobil, dan dua unit motor Yamaha Mio dan Nmax. (Baca juga: Nakes Terdeteksi Positif COVID-19, RSGM Unpad Batal Buka Awal Juli )
"Mereka akan dijerat Pasal 62 Ayat 1 atau 2 Jo Pasal 8 Ayat 1 huruf d UU RI Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 91 A Jo Pasal 58 Ayat 6 UU RI Nomor 41/2014 tentang perubahan atas UU Nomor 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara," sebut Yoris yang didampingi Kasatreskrim, AKP Yohannes Redhoi Sigiro.
Pelaku R mengaku jika ide menjual daging celeng ini muncul dari dirinya, karena bisa dibeli dengan harga murah tapi dijual dengan harga tinggi setelah dioplos dengan daging sapi. Semua daging celeng itu dibelinya dari pemasok warga Sukabumi dengan harga Rp20.000/kg. Dirinya berkilah jika saat menawarkan barang disebutkan bahwa itu daging celeng dan para pembelinya sudah mengetahui hal tersebut.
"Saya jualnya daging celeng ke luar, kalau di Padalarang atau Cimahi tidak ada. Setahun saya bisa dapat untung Rp150 juta dan uang itu dipakai untuk kebutuhan sehari-hari," ucapnya.
Kapolres Cimahi AKBP M Yoris Maulana Yusuf Marzuki mengungkapkan, kasus ini terbongkar pada Jumat (26/6) setelah terendusnya praktik penjualan daging celeng dari warga yang berprofesi sebagai pemburu babi hutan. Pembelinya adalah sepasang suami istri di Padalarang berinisial T dan R. Setelah diselidiki dan dilakukan penggerebekkan mereka terbukti menyimpan sebanyak 12 kg daging celeng di dalam mesin pendingin dan 120 kg daging sapi impor.
"Modus mereka ini mencampurkan daging sapi dan daging celeng dengan perbandingan 2:1 lalu dijual ke sejumlah rumah makan dan penjual baso. Mereka sudah menjalankan aksinya sejak tahun 2014 dan telah memiliki pelanggan tetap di Majalaya, Cianjur, Purwakarta, Tasikmalaya, dan Bandung," kata Yoris saat gelar perkara kasus ini di Mapolres Cimahi, Selasa (30/6/2020). (Baca juga: AKB Diterapkan, Kota Bandung Kembali Diserbu Wisatawan Domestik )
Yoris menyebutkan, para pelaku menjual daging celeng dengan harga Rp50.000/kg kepada pelanggannya. Kemudian daging celeng itu dioplos dengan daging sapi menjadi bahan baku pembuatan bakso maupun rendang dan dijual lagi dengan harga Rp100.000/kg. Pasutri ini bisa memasok daging celeng ke pelanggannya di Purwakarta sebanyak 70 kg/bulan, Tasikmalaya 30 kg/bulan, Cianjur dan Kota Bandung masing-masing 40 kg/bulan.
Pelanggannya memang penjual bakso dan rumah makan, dimana dalam setahun mereka bisa memperoleh keuntungan hingga Rp150 juta. Modus penjualannya, pelaku menawarkan langsung ke pembeli lalu ketika ada pesanan langsung dikirim. Dari tangan pelaku turut diamankan pula tiga mesin pendingin daging, satu timbangan, satu unit mobil, dan dua unit motor Yamaha Mio dan Nmax. (Baca juga: Nakes Terdeteksi Positif COVID-19, RSGM Unpad Batal Buka Awal Juli )
"Mereka akan dijerat Pasal 62 Ayat 1 atau 2 Jo Pasal 8 Ayat 1 huruf d UU RI Nomor 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Pasal 91 A Jo Pasal 58 Ayat 6 UU RI Nomor 41/2014 tentang perubahan atas UU Nomor 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dengan ancaman hukuman di atas lima tahun penjara," sebut Yoris yang didampingi Kasatreskrim, AKP Yohannes Redhoi Sigiro.
Pelaku R mengaku jika ide menjual daging celeng ini muncul dari dirinya, karena bisa dibeli dengan harga murah tapi dijual dengan harga tinggi setelah dioplos dengan daging sapi. Semua daging celeng itu dibelinya dari pemasok warga Sukabumi dengan harga Rp20.000/kg. Dirinya berkilah jika saat menawarkan barang disebutkan bahwa itu daging celeng dan para pembelinya sudah mengetahui hal tersebut.
"Saya jualnya daging celeng ke luar, kalau di Padalarang atau Cimahi tidak ada. Setahun saya bisa dapat untung Rp150 juta dan uang itu dipakai untuk kebutuhan sehari-hari," ucapnya.
(mpw)