Kuasa Hukum Minta Kasus Sunda Empire Diselesaikan melalui Dialog
loading...
A
A
A
BANDUNG - Kuasa hukum Ki Ageng Rangga Sasana, terdakwa perkara Sunda Empire mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Selasa (30/6/2020).
Sidang agenda pembacaan eksepsi berlangsung secara online video conference. Tiga terdakwa, Nasri Banks yang menjabat Perdana Menteri atau Grand Prime Minister Sunda Empire, Kaisar atau Queen of Emperor Sunda Empire R Ratna Ningrum, dan Sekretaris Jenderal Sunda Empire Ki Ageng Rangga Sasana, tetap berada di ruang tahanan Mapolda Jabar. (BACA JABAR: Ditahan di Malaysia 13 Tahun, 2 Putri Sunda Empire Ogah Akui WNI )
Sedangkan majelis hakim, JPU, dan tim kuasa hukum berada di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung. Mereka terhubung dengan terdakwa melalui video. (BACA JUGA: Ajukan Eksepsi, Pengacara: Sunda Empire Tak Buat Gaduh )
Dalam eksepsinya, Misbahul Huda, kuasa hukum Rangga, mengatakan, perkara Sunda Empire hanya masalah pemahaman sejarah. Karena itu, menurut Huda, penanganan kasus ini pun lebih baik secara dialog dan musyawarah. (BACA JUGA: 3 Pimpinan Sunda Empire Didakwa Sebar Cerita Bohong dan Bikin Gaduh )
"Kasus ini (Sunda Empire) berawal dari klaim sejarah versi Sunda Empire. Mereka (Sunda Empire) dituduh menyebarkan berita bohong karena dianggap memanipulasi sejarah dan memutarbalikkan fakta. Tuduhan ini didukung pula dengan hasil pemeriksaan terhadap ahli sejarah, akademisi, budayawan, dan saksi-saksi lainnya yang memberikan keterangan berbeda dengan klaim Sunda Empire," kata Huda.
Huda mengemukakan, penegakkan hukum dalam kasus Sunda Empire problematik. Penegak hukum memilih versi yang janggal. Di sisi lain, kasus yang berawal dari klaim sejarah ini ranah ilmu sejarah sehingga potensi ketidakpastiannya lebih besar dari pada ilmu hukum.
"Dalam kajian sejarah, cukup banyak peristiwa yang memiliki versi saling berbeda satu sama lain. Itu adalah hal yang lumrah," ujar Huda.
Karena itu, tutur Huda, pendekatan atas kasus Sunda Empire ini tak bisa dilakukan secara represif atau pemidanaan. Seharusnya, pendekatan lebih kepada dialog, musyawarah.
"Maka dalam konteks kasus ini, pendekatan yang lebih jelas dan tepat justru bukan represif atau pemidanaan, melainkan dialog, musyawarah, debat akademis. Di situlah, baik para pegiat Sunda Empire maupun tokoh atau akademisi bisa saling beragumentasi mengenai klaim sejarah masing-masing berdasarkan bukti-bukti," tutur dia.
Huda mengungkapkan, jika Sunda Empire tidak bisa membuktikan kebenarannya, konsekuensi dari kesalahannya pun bukan dengan pemidanaan melainkan dengan pembinaan dan pemahaman sejarah yang telah terbukti kebenarannya.
"Dengan demikian, prinsip restoratif justice yang saat ini terus diupayakan dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia dapat terpenuhi," ungkap Huda.
Seperti diberitakan sebelumnya, sidang kasus itu digelar di PN Bandung pada Kamis 18 Juni 2020. Dalam dakwaan, tim JPU dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar menyebut ketiga terdakwa menyebarkan berita bohong hingga menimbulkan keonaran di masyarakat.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan menyiarkan berita atau pemberitaan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata JPU Suharja.
Atas perbuatan itu, ujar Suharja, ketiga terdakwa, dijerat tiga pasal. Dakwaan kesatu, Pasal 14 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1946 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dakwaan kedua Pasal 14 ayat (2) Undang-undang nomor 1 tahun 1946 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan ketiga Pasal 15 Undang-undang nomor 1 tahun 1946 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lihat Juga: Sapa Warga, Dhani Wirianata Calon Wakil Wali Kota Bandung Sambangi Warga Cibeunying Kidul
Sidang agenda pembacaan eksepsi berlangsung secara online video conference. Tiga terdakwa, Nasri Banks yang menjabat Perdana Menteri atau Grand Prime Minister Sunda Empire, Kaisar atau Queen of Emperor Sunda Empire R Ratna Ningrum, dan Sekretaris Jenderal Sunda Empire Ki Ageng Rangga Sasana, tetap berada di ruang tahanan Mapolda Jabar. (BACA JABAR: Ditahan di Malaysia 13 Tahun, 2 Putri Sunda Empire Ogah Akui WNI )
Sedangkan majelis hakim, JPU, dan tim kuasa hukum berada di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung. Mereka terhubung dengan terdakwa melalui video. (BACA JUGA: Ajukan Eksepsi, Pengacara: Sunda Empire Tak Buat Gaduh )
Dalam eksepsinya, Misbahul Huda, kuasa hukum Rangga, mengatakan, perkara Sunda Empire hanya masalah pemahaman sejarah. Karena itu, menurut Huda, penanganan kasus ini pun lebih baik secara dialog dan musyawarah. (BACA JUGA: 3 Pimpinan Sunda Empire Didakwa Sebar Cerita Bohong dan Bikin Gaduh )
"Kasus ini (Sunda Empire) berawal dari klaim sejarah versi Sunda Empire. Mereka (Sunda Empire) dituduh menyebarkan berita bohong karena dianggap memanipulasi sejarah dan memutarbalikkan fakta. Tuduhan ini didukung pula dengan hasil pemeriksaan terhadap ahli sejarah, akademisi, budayawan, dan saksi-saksi lainnya yang memberikan keterangan berbeda dengan klaim Sunda Empire," kata Huda.
Huda mengemukakan, penegakkan hukum dalam kasus Sunda Empire problematik. Penegak hukum memilih versi yang janggal. Di sisi lain, kasus yang berawal dari klaim sejarah ini ranah ilmu sejarah sehingga potensi ketidakpastiannya lebih besar dari pada ilmu hukum.
"Dalam kajian sejarah, cukup banyak peristiwa yang memiliki versi saling berbeda satu sama lain. Itu adalah hal yang lumrah," ujar Huda.
Karena itu, tutur Huda, pendekatan atas kasus Sunda Empire ini tak bisa dilakukan secara represif atau pemidanaan. Seharusnya, pendekatan lebih kepada dialog, musyawarah.
"Maka dalam konteks kasus ini, pendekatan yang lebih jelas dan tepat justru bukan represif atau pemidanaan, melainkan dialog, musyawarah, debat akademis. Di situlah, baik para pegiat Sunda Empire maupun tokoh atau akademisi bisa saling beragumentasi mengenai klaim sejarah masing-masing berdasarkan bukti-bukti," tutur dia.
Huda mengungkapkan, jika Sunda Empire tidak bisa membuktikan kebenarannya, konsekuensi dari kesalahannya pun bukan dengan pemidanaan melainkan dengan pembinaan dan pemahaman sejarah yang telah terbukti kebenarannya.
"Dengan demikian, prinsip restoratif justice yang saat ini terus diupayakan dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia dapat terpenuhi," ungkap Huda.
Seperti diberitakan sebelumnya, sidang kasus itu digelar di PN Bandung pada Kamis 18 Juni 2020. Dalam dakwaan, tim JPU dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar menyebut ketiga terdakwa menyebarkan berita bohong hingga menimbulkan keonaran di masyarakat.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan menyiarkan berita atau pemberitaan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," kata JPU Suharja.
Atas perbuatan itu, ujar Suharja, ketiga terdakwa, dijerat tiga pasal. Dakwaan kesatu, Pasal 14 ayat (1) Undang-undang nomor 1 tahun 1946 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dakwaan kedua Pasal 14 ayat (2) Undang-undang nomor 1 tahun 1946 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan ketiga Pasal 15 Undang-undang nomor 1 tahun 1946 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lihat Juga: Sapa Warga, Dhani Wirianata Calon Wakil Wali Kota Bandung Sambangi Warga Cibeunying Kidul
(awd)