Sukacita Warga Sumba Timur dan Jurnalis Bertani di Tengah Pandemi COVID-19
loading...
A
A
A
WAINGAPU - Pandemi COVID-19 hingga kini belumlah berakhir, realita itu tak bisa dipungkiri membawa dampak bagi kehidupan sosial kemasyarakatan. Begitupun halnya di Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur – NTT. Kendati demikian, lebih dari sebulan terakhir, sekelompok jurnalis yang sehari – hari bertugas di kabupaten terbesar di Pulau Sumba itu, terus memberikan motivasi kepada sekelompok warga Tanambi, Desa Mbatakapidu untuk tetap optimistis ditengah pandemi. Warga diberikan pelatihan dan pendampingan untuk bertani sayuran organik pada lahan atau kebun di Daerah Aliran Sungai (DAS).
“Kalau dari persiapan lahan hingga saat ini yaa bisa lebih dari sebulan. Kami bahagia sekali bisa membagikan semangat kepada warga di sini untuk tetap semnagat di tengah pandemi. Mereka mau bersama kami menanami lahan yang sebelumnya terlantar ini dengan aneka sayuran organik. Dan syukur hari ini kami bisa sama – sam mereka panen dan hasilnya langsung dibeli oleh salah satu warga Singapura,” jelas Junus Imanuel Hauteas, jurnalis salah satu koran harian regional di NTT, Senin (30/6/2020).
Junus menjelaskan, inisiator dari kegiatan bertani organik di lokasi ini adalah Heinrich Dengi. Namun demikian, tentu niat mulia itu tidak akan jadi realita jika tidak disambut warga setempat dengan tangan terbuka. (Baca: Mobil Alphard Via Vallen Diduga Dibakar Orang)
“Bung Heinrich Dengi yang awalnya mengajak saya dan kawan – kawan wartawan lainnya untuk sama – sama bertanam sayur organik dan memotifasi warga di sini. Jadi kebun ini kolaborasi antara warga disini, Yayasan Komunitas Radio Max Waingapu dan jurnalis,” imbuh Junus.
Heinrich Dengi, yang juga seorang jurnalis itu kepada media ini menuturkan, budidaya sayuran organik di tempat ini, menggunakan peralatan non BBM untuk mengangkat air dari sungai ke kebun yang berada di atas atau berposisi lebih tinggi.
“Kami gunakan pompa Barsha, yakni sebuah teknologi tepat guna, tidak mengunakan BBM fosil dan hanya menggunakan kekuatan udara dan air itu sendiri. Kebun ini diusakahan dan dipanen dalam kebersamaan,” urainya sembari menambahkan, sayuran seperti pak coy green dan white, kol dan bawang serta pitcay dan selada menjadi primadona untuk dikembangkan di lahan seluas hampir satu hektare itu.
“Kalau dulu kami memang tanam sayur juga di sini. Tapi hanya satu dua bedeng kecil dan kami makan sendiri. Sekarang dengan pompa Barsha kami bisa tanam sayuran lebih dari seratus bedeng. Tadi juga ada orang dari kota dan luar negeri yang datang beli, padahal ini baru panen perdana kami,” ungkap Kareri hara, seorang ibu yang lebih dari sebulan terakhir habiskan waktunya dikebun itu.
Ungkapan suka cita dan kepuasan juga dituturkan pembeli yang kala itu datang memborong hasil panen di hari pertama itu. Adalah Sherly Amaya yang kala itu mewakili sekelompok warga yang antusias datang membeli dan bahkan berfoto ria di kebun. “Kami beri apresiasi yang tinggi kepada warga di sini yang tetap semangat di tengah pandemi untuk terus bertani. Apalagi sayuran yang ditanam airnya diangkat dengan alat tanpa BBM fosil. Selain itu sayuran di sini segar – segar karena organik tanpa setetespun pupuk kimia,” ungkapnya.
Sayuran organik yang dibeli dalam jumlah banyak itu, demikian lanjut Sherly adalah pesanan Sherly Budiman Lie, seorang pengusaha dan donatur asal Singapura. Figur itulah yang menginginkan sayuran organik segar dan sehat itu dibeli dan selanjutnya dibagikan ke sejumlah panti asuhan. Harapannya, demikian Sherly, agar para penghuni panti bisa pula mengkonsumsi sayuran organik segar dan sehat.
“Hingga kini, pesanan sayuran organic terus ada mungkin karena rekan – rekan wartawan yang terlibat dalam kegiatan ini tulis berita dan bagikan infonya, jadi meluas informasinya,” pungkas Heinrich ketika kembali ditemui, Senin (29/06/2020) siang lalu di sekitar bedeng bawang merah.
“Kalau dari persiapan lahan hingga saat ini yaa bisa lebih dari sebulan. Kami bahagia sekali bisa membagikan semangat kepada warga di sini untuk tetap semnagat di tengah pandemi. Mereka mau bersama kami menanami lahan yang sebelumnya terlantar ini dengan aneka sayuran organik. Dan syukur hari ini kami bisa sama – sam mereka panen dan hasilnya langsung dibeli oleh salah satu warga Singapura,” jelas Junus Imanuel Hauteas, jurnalis salah satu koran harian regional di NTT, Senin (30/6/2020).
Junus menjelaskan, inisiator dari kegiatan bertani organik di lokasi ini adalah Heinrich Dengi. Namun demikian, tentu niat mulia itu tidak akan jadi realita jika tidak disambut warga setempat dengan tangan terbuka. (Baca: Mobil Alphard Via Vallen Diduga Dibakar Orang)
“Bung Heinrich Dengi yang awalnya mengajak saya dan kawan – kawan wartawan lainnya untuk sama – sama bertanam sayur organik dan memotifasi warga di sini. Jadi kebun ini kolaborasi antara warga disini, Yayasan Komunitas Radio Max Waingapu dan jurnalis,” imbuh Junus.
Heinrich Dengi, yang juga seorang jurnalis itu kepada media ini menuturkan, budidaya sayuran organik di tempat ini, menggunakan peralatan non BBM untuk mengangkat air dari sungai ke kebun yang berada di atas atau berposisi lebih tinggi.
“Kami gunakan pompa Barsha, yakni sebuah teknologi tepat guna, tidak mengunakan BBM fosil dan hanya menggunakan kekuatan udara dan air itu sendiri. Kebun ini diusakahan dan dipanen dalam kebersamaan,” urainya sembari menambahkan, sayuran seperti pak coy green dan white, kol dan bawang serta pitcay dan selada menjadi primadona untuk dikembangkan di lahan seluas hampir satu hektare itu.
“Kalau dulu kami memang tanam sayur juga di sini. Tapi hanya satu dua bedeng kecil dan kami makan sendiri. Sekarang dengan pompa Barsha kami bisa tanam sayuran lebih dari seratus bedeng. Tadi juga ada orang dari kota dan luar negeri yang datang beli, padahal ini baru panen perdana kami,” ungkap Kareri hara, seorang ibu yang lebih dari sebulan terakhir habiskan waktunya dikebun itu.
Ungkapan suka cita dan kepuasan juga dituturkan pembeli yang kala itu datang memborong hasil panen di hari pertama itu. Adalah Sherly Amaya yang kala itu mewakili sekelompok warga yang antusias datang membeli dan bahkan berfoto ria di kebun. “Kami beri apresiasi yang tinggi kepada warga di sini yang tetap semangat di tengah pandemi untuk terus bertani. Apalagi sayuran yang ditanam airnya diangkat dengan alat tanpa BBM fosil. Selain itu sayuran di sini segar – segar karena organik tanpa setetespun pupuk kimia,” ungkapnya.
Sayuran organik yang dibeli dalam jumlah banyak itu, demikian lanjut Sherly adalah pesanan Sherly Budiman Lie, seorang pengusaha dan donatur asal Singapura. Figur itulah yang menginginkan sayuran organik segar dan sehat itu dibeli dan selanjutnya dibagikan ke sejumlah panti asuhan. Harapannya, demikian Sherly, agar para penghuni panti bisa pula mengkonsumsi sayuran organik segar dan sehat.
“Hingga kini, pesanan sayuran organic terus ada mungkin karena rekan – rekan wartawan yang terlibat dalam kegiatan ini tulis berita dan bagikan infonya, jadi meluas informasinya,” pungkas Heinrich ketika kembali ditemui, Senin (29/06/2020) siang lalu di sekitar bedeng bawang merah.
(sms)