Kisah Nitisemito Raja Kretek Nusantara sampai Akhir Hayat Buta Aksara

Jum'at, 29 Juli 2022 - 16:15 WIB
loading...
Kisah Nitisemito Raja Kretek Nusantara sampai Akhir Hayat Buta Aksara
Sejarah rokok kretek di tanah air yakni rokok yang ketika dihisap berbunyi kemretek tidak lepas dari nama Mas Nitisemito yang tinggal di Kudus, Jawa Tengah. Foto/Repro/Solichan Arif
A A A
KUDUS - Sejarah rokok kretek di tanah air yakni rokok yang ketika dihisap berbunyi kemretek (Jawa) yang bersumber dari racikan cengkeh yang terbakar, tidak lepas dari nama Mas Nitisemito yang tinggal di Kudus, Jawa Tengah.

Di masa kolonial Belanda, nama Nitisemito adalah yang terbesar. Produksi sekaligus penjualan rokok Tjap Bal Tiga miliknya mengalahkan rokok kretek lainnya. Sehingga Nitisemito kemudian dijuluki Si Raja Kretek.



Sepanjang tahun 1920 hingga 1930-an, distribusi rokok kretek Nitisemito tidak hanya menguasai Kudus, tapi juga tersebar di sejumlah wilayah Nusantara. Kekayaan dan asetnya melimpah di mana-mana.

“Di Kudus sendiri, selain bangunan pabrik di Desa Jati yang mampu menampung 10 sampai 15 ribu pekerja dengan produksi sekitar 10 juta batang per hari, ada juga bangunan yang menjadi lambang kejayaan Nitisemito yaitu rumah kembar,” demikian dikutip dari buku Raja Kretek M Nitisemito Penguasaha Pribumi Terkaya Sebelum Kemerdekaan.

Nitisemito terlahir dengan nama Roesdi di Desa Janggalan, Kudus, Jawa Tengah. Ada yang menyebut tahun kelahirannya 1863, namun versi lain mengatakan 1874. Ayah Nitisemito, yakni Haji Soelaiman adalah seorang kepala desa atau lurah. Sedangkan ibunya, Markanah ibu rumah tangga biasa.

Menginjak umur 17 tahun, Roesdi yang menolak sekolah dan karenanya buta aksara, merantau ke Malang Jawa Timur. Ia mencoba merintis usaha konveksi. Namun usahanya gagal dan lantas memutuskan pulang ke Kudus.



Di tempat kelahirannya, Roesdi yang tidak pernah tertarik menjadi ambtenar (pegawai pemerintah), mencoba berdagang kerbau, dan lagi-lagi hasilnya tidak sesuai ekspektasi.

Roesdi kemudian beralih menjadi pengusaha dokar atau delman. Ia memiliki sejumlah delman yang dikemudikan orang lain, namun dirinya kerap juga turut mengemudikan.

Saat itu di Kota Kudus sedang tumbuh pembuatan rokok klobot dalam skala rumahan. Klobot adalah daun jagung yang dikeringkan yang kebanyakan didatangkan dari Purwodadi. Sedangkan tembakau yang dipakai berasal dari Temanggung, Magelang dan Madura. Sementara cengkeh merupakan produk impor dari Zanzibar.

Roesdi yang kemudian menikahi Nasilah dan mengganti nama Mas Nitisemito, membaca fenomena ekonomi itu sebagai peluang bisnis yang menarik. Di pangkalan delmannya ia mendirikan warung kopi. Selain kopi, di warung itu Nitisemito juga menjajakan tembakau serta batik yang dibeli dari Solo.

“Mula-mula Nitisemito sendiri yang bereksperimen dengan maracik tembakau yang dicampur cengkeh lalu kemudian dibungkus dengan klobot dan diikat dengan benang,” tulis Erlangga Ibrahim & Syahrizal Budi Putranto dalam Raja Kretek M. Nitisemito Penguasaha Pribumi Terkaya Sebelum Kemerdekaan.

Ternyata rokok kretek percobaan Nitisemito, diminati. Rokok kretek selalu ludes dengan permintaan terus meningkat. Istrinya, Nasilah dan dua putrinya, yakni Nahari dan Nafiah turun tangan ikut membantu. Cita rasa kretek buatan Nitisemito yang digemari pasar tidak lepas dari keramahan gaya komunikasi Nitisemito.

Sejak awal, Nitisemito rajin meminta saran dan kritik dari para pembelinya. Hal penting lain yang memacu bisnisnya semakin moncer adalah keputusan memberi merek dagang pada rokok kretek buatannya. Adanya merek membedakan dengan rokok kretek produksi rumahan lain yang kebanyakan dijual tanpa merek.

Pada tahun 1908 merek rokok Tjap Bal Tiga resmi didaftarkan sebagai merek dagang kepada pemerintah Hindia Belanda. Nitisemito juga melakukan langkah terobosan sistem produksi yang itu berdampak positif pada produksi.

Ia memberlakukan sistem serupa inti plasma atau subkotraktor, yakni rokok dilinting di rumah-rumah warga dengan racikan yang sudah ditentukan. Sistem ini diberi nama Abon, dengan tanggung jawab produksi termasuk pengupahan dipercayakan kepada pimpinan subkontraktor.

Untuk bahan baku, Nitisemito merangkul para teman dan kolega yang dipercaya. Penerapan sistem abon mendatangkan keuntungan besar bagi Nitisemito. Para buruh di gedung milik Nitisemito hanya melakukan proses akhir, yakni pembungkusan.

“Selain volume produksi dapat meningkat cepat, biaya produksi pun dapat ditekan”.

Pada tahun 1918 Nitisemito melakukan pengembangan bisnis besar-besaran. Seiring nama perusahaan yang diresmikan menjadi Sigariten Fabriek M Nitisemito Koedoes, ia mendirikan pabrik baru di atas lahan seluas 6 hektare. Lokasi pabrik di Desa Jati itu berada di pinggir jalan raya yang menghubungkan Kudus dan Semarang.

Di pabrik baru dengan jumlah 10 ribu orang buruh tersebut, seluruh kegiatan produksi termasuk pengawasan mutu dijalankan. Pasar rokok Tjap Bal Tiga semakin meluas. Tidak hanya merambah Semarang, tapi juga mencakup seluruh Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Bahkan rokok Tjap Bal Tiga juga dipasarkan ke Singapura dan Malaysia. Dalam Raja Kretek M. Nitisemito Penguasaha Pribumi Terkaya Sebelum Kemerdekaan, Nusjirwan Soemadji, keturunan Nitisemito menyebut pangsa pasar Tjap Bal Tiga di seluruh wilayah Hindia Belanda mencapai 60 persen.

Keberhasilan penguasaan pasar rokok Tjap Bal Tiga sangat dipengaruhi dengan cara Nitisemito melakukan strategi pemasaran. Meski buta aksara, ia mampu menciptakan langkah maju yang belum dipikirkan para pengusaha rokok lainnya.

Untuk promosi, Nitisemito menawarkan hadiah kepada para konsumen yang mengumpulkan sejumlah bungkus rokok Tjap Bal Tiga. Hadiah itu diantaranya perkakas rumah tangga, piring, gelas, cangkir, jam atau arloji hingga sepeda lengkap dengan lambang Tjap Bal Tiga.

Kemudian adanya mobil-mobil khusus branding Tjap Bal Tiga yang berkeliling di Kota Kudus dan kota lainnya dengan memajang hadiah di dalamnya.

Selain itu manajemen juga rutin membuka stan di acara keramaian seperti pasar malam, pekan raya, sekatenan, termasuk berpromosi di acara kesenian sandiwara keliling.

Nitisemito juga mendirikan Radio Bal Tiga yang menyajikan hiburan seperti keroncong dan gending Jawa. Rokok Tjap Bal Tiga juga menumpang promosi di acara pemutaran film, menjadi promosi tunggal di acara olah raga dan sebagainya.

Dikutip dari Raja Kretek M Nitisemito Penguasaha Pribumi Terkaya Sebelum Kemerdekaan. Yang paling dahsyat adalah ketika tahun 1930-an, di mana Nitisemito menyewa pesawat carter berjenis Fokker F-200 untuk menyebarkan pamflet bergambar rokok Tjap Bal Tiga.

“Bukan hanya di Kudus atau kota-kota lain di Jawa Tengah, tapi juga sampai ke Bandung dan Jakarta”.

Amen Budiman dan sejarawan Onghokham dalam Hikayat Kretek menyebut Nitisemito berhasil menerapkan sejumlah prinsip perusahaan modern. Langkah tersebut berhasil membawa rokok Tjap Bal Tiga pada posisi yang terdepan.

Strategi bisnis yang ternyata sudah dilakukan Nitisemito pada paruh pertama abad XX itu dinilai tidak berbeda dengan langkah-langkah pemasaran dari perusahaan rokok yang maju saat ini, seperti Djarum, Gudang Garam dan Sampoerna.

Mark Hanusz, peneliti asing yang juga penulis buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes menjuluki Nitisemito sebagai Henry Ford di industri rokok Nusantara. Yakni karena persamaan sebagai pelopor perubahan sebuah komoditas dari produksi rumahan ke dalam industrialisasi.

“Bedanya, jika di Amerika Serikat komoditas itu berupa mobil, di Indonesia berupa rokok”.



Nama Nitisemito sebagai raja kretek di Hindia Belanda begitu dikenal. Di kalangan para pejuang kemerdekaan Indonesia, nama Nitisemito juga harum, karena secara diam-diam banyak berkontribusi dana untuk perjuangan.

Sayangnya bisnis yang sudah demikian besar itu pada akhirnya runtuh akibat konflik keluarga dan diperparah intervensi pemerintah kolonial Belanda. Ambruknya perusahaan rokok Tjap Bal Tiga setelah Nitisemito mempercayakan roda bisnis kepada anak, menantu serta cucunya.

Karena terlalu berat menanggung hutang pajak yang dibebankan pemerintah kolonial Belanda, pada tahun 1938, Nitisemito memutuskan menutup pabrik rokok Tjap Bal Tiga. Pada tahun 1942, yakni masa penjahaan Jepang, Tjap Bal Tiga mencoba diproduksi lagi.

Namun upaya untuk bangkit kembali itu, gagal. Rokok Tjap Bal Tiga memang masih dijumpai di pasar, namun roda bisnis berjalan kembang kempis. Pada Sabtu Kliwon, 7 Maret 1953 Nitisemito meninggal dunia. Sang raja kretek Nusantara itu dimakamkan di TPU Sedioloehoer Kudus.

Di tahun yang sama itu pula (1953), perusahaan rokok Tjap Bal Tiga dinyatakan resmi tutup, di mana produknya kemudian lenyap dari pasaran hingga kini.
(shf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1481 seconds (0.1#10.140)