Rencana Bobby Nasution Tata Kawasan Medan Utara Didukung Akademisi USU
loading...
A
A
A
MEDAN - Rencana penataan pengembalian kejayaan Kawasan Medan Utara yang digagas olehBobby Afif Nasution jika terpilih menjadi wali kota Medanmendapat dukungan.
Seperti diketahui Kawasan Medan Utara pada abad 17 hingga awal abad 20 cukup tersohor sebagai jalur transfortasi dan perekonomian di Kota Medan. Namun kini kondisinya cukup tertinggal, padahal daerah itu memiliki potensi besar jika diberi sentuhan penataan secara menyeluruh dari berbagai aspek.
Bobby Afif Nasution sejak awal sudah menaruh perhatian khusus akan kemajuan kawasan Medan Utara sehingga tidak tertinggal. (BACA JUGA: Kapolda Sumut - BNN Kompak Tindak Tegas Bandar Narkoba)
Medan Utara yang terdiri dari tiga kecamatan, Belawan, Medan Deli dan Medan Marelan termasuk kawasan paling padat penduduk di Kota Medan. Akibatnya, kawasan ini terkesan terbelakang dalam segala bidang. Khusus Belawan dan Medan Deli, infrastruktur terbilang cukup jauh dari kata memadai.
Meskipun, wali kota Medan telah berganti, Medan Utara, masih tetap kurang sentuhan perubahan yang cukup signifikan.
Kondisi tersebut diamati oleh pemerhati politik dan pemerintahan dari Universitas Sumatera Utara (USU), Dadang Darmawan. Ada beberapa poin yang dalam catatan Dadang sering diabaikan wali kota terdahulu.
Menurutnya, yang pertama, Medan Utara jelas suatu tipikal bagian kota yang kompleks, yang sebagian masyarakatnya bekerja sebagian nelayan dan corak kehidupannya di pinggiran pantai (Belawan, Labuhan, Deli), di mana terdapat pusat pelabuhan Kota Medan. (BACA JUGA: AHY Temui Airlangga Hartarto, Ini yang Dibahas)
"Karena itu, soal Medan Utara tidak hanya menyangkut soal pembangunan fisik, melainkan juga mental dan budaya khas yang harus mendapatkan perhatian," kata Dadang Jumat (26/6/2020).
Dadang mengatakan, kebanyakan wali kota potong kompas untuk membangun fisik di Medan Utara sebagai sasaran utamanya. Sedangkan pendekatan budaya masih dikesampingkan, seperti pendekatan budaya termasuk pendidikan, keagamaan, kebudayaan setempat termasuk kesukuan --dalam hal ini Melayu-- sering diabaikan.
"Akibatnya, secara fisik banyak bangunan sentra bisnis muncul yang menyenangkan bagi pebisnis, namun masyarakat pinggiran pantai tetap terpuruk miskin, kumuh, padat, pemukiman tidak tertata, pendidikan rendah, muncul sejumlah penyakit masyarakat akut dan lainnya," papar Dadang.
Seperti diketahui Kawasan Medan Utara pada abad 17 hingga awal abad 20 cukup tersohor sebagai jalur transfortasi dan perekonomian di Kota Medan. Namun kini kondisinya cukup tertinggal, padahal daerah itu memiliki potensi besar jika diberi sentuhan penataan secara menyeluruh dari berbagai aspek.
Bobby Afif Nasution sejak awal sudah menaruh perhatian khusus akan kemajuan kawasan Medan Utara sehingga tidak tertinggal. (BACA JUGA: Kapolda Sumut - BNN Kompak Tindak Tegas Bandar Narkoba)
Medan Utara yang terdiri dari tiga kecamatan, Belawan, Medan Deli dan Medan Marelan termasuk kawasan paling padat penduduk di Kota Medan. Akibatnya, kawasan ini terkesan terbelakang dalam segala bidang. Khusus Belawan dan Medan Deli, infrastruktur terbilang cukup jauh dari kata memadai.
Meskipun, wali kota Medan telah berganti, Medan Utara, masih tetap kurang sentuhan perubahan yang cukup signifikan.
Kondisi tersebut diamati oleh pemerhati politik dan pemerintahan dari Universitas Sumatera Utara (USU), Dadang Darmawan. Ada beberapa poin yang dalam catatan Dadang sering diabaikan wali kota terdahulu.
Menurutnya, yang pertama, Medan Utara jelas suatu tipikal bagian kota yang kompleks, yang sebagian masyarakatnya bekerja sebagian nelayan dan corak kehidupannya di pinggiran pantai (Belawan, Labuhan, Deli), di mana terdapat pusat pelabuhan Kota Medan. (BACA JUGA: AHY Temui Airlangga Hartarto, Ini yang Dibahas)
"Karena itu, soal Medan Utara tidak hanya menyangkut soal pembangunan fisik, melainkan juga mental dan budaya khas yang harus mendapatkan perhatian," kata Dadang Jumat (26/6/2020).
Dadang mengatakan, kebanyakan wali kota potong kompas untuk membangun fisik di Medan Utara sebagai sasaran utamanya. Sedangkan pendekatan budaya masih dikesampingkan, seperti pendekatan budaya termasuk pendidikan, keagamaan, kebudayaan setempat termasuk kesukuan --dalam hal ini Melayu-- sering diabaikan.
"Akibatnya, secara fisik banyak bangunan sentra bisnis muncul yang menyenangkan bagi pebisnis, namun masyarakat pinggiran pantai tetap terpuruk miskin, kumuh, padat, pemukiman tidak tertata, pendidikan rendah, muncul sejumlah penyakit masyarakat akut dan lainnya," papar Dadang.