Kisah Inspiratif Aipda Wahyu Mulyawan, Bangun Taman Bacaan hingga Dijuluki Polisi Sayur

Kamis, 30 Juni 2022 - 03:42 WIB
loading...
Kisah Inspiratif Aipda Wahyu Mulyawan, Bangun Taman Bacaan hingga Dijuluki Polisi Sayur
Aipda Wahyu Mulyawan. Foto: Yudha/SINDOnews
A A A
MEDAN - Perjuangan Babin Kamtibmas, Aipda Wahyu Mulyawan (37) dalam membangun Taman Bacaan Anak Nelayan (Tamban) patut diacungi jempol. Taman bacaan itu, kini menjadi pendidikan alternatif bagi siswa miskin.

Tidak hanya itu, Wahyu juga berhasil menciptakan lapangan kerja bagi warga kurang mampu, dengan mendirikan gudang menanam sayur, seperti bawang, cabai, sawi, tomat dan lainnya, di Gang Mawar, Kelurahan Labuhan Deli, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan. Atas jerih payahnya itu, Wahyu sampai mendapat julukan Polisi Sayur.

Rupanya, tugas menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat di kawasan pesisir Jalan Young Panah Hijau, Kelurahan Labuhan Deli, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, Sumatera Utara, tidak cukup bagi Wahyu.



Hatinya tergerak dan merasa miris, saat melihat anak-anak nelayan yang lebih mementingkan mencari uang karena desakan ekonomi ketimbang pendidikan bagi hari depannya. Hal ini lah yang akhirnya membuat dia mendirikan Tamban, untuk mengajarkan kepada warga pentingnya pendidikan, seperti belajar membaca dan berhitung.

Sejak didirikan tahun 2018, Tamban yang berada di bantaran Sungai Deli, Lingkungan VII, Kelurahan Labuhan Deli, Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan, telah memiliki 75 orang siswa-siswi yang terdiri dari anak-anak usia 4 tahun, pelajar putus sekolah, hingga ibu rumah tangga berusia 28 tahun yang mengejar paket C.

"Tamban ini dibuat gratis untuk anak-anak nelayan yang kurang mampu. Misalnya kalau tidak mampu masuk TK, anak itukan harus bisa baca dulu biar gak ribet lagi saat SD. Nah, di Tamban ini kita ajarkan. Bahkan pelajar putus sekolah yang ingin mengejar paket C akan kita bantu," katanya, saat berbincang Rabu (29/6/2022).

Saat ini, sudah ada ada 21 anak, termasuk seorang ibu rumah tangga yang memiliki ijazah paket C karena Tamban.



Dalam menjalankan Tamban, Wahyu tidak sendirian. Dia dibantu dua orang sukarelawan. Mereka fokus pada pendidikan anak-anak usia dini, agar dapat membaca dan berhitung. Yang semakin membanggakan, Wahyu rela memotong honornya sebagai polisi, untuk menggaji dua sukarelawan Tamban masing-masing Rp1 juta perbulan.

"Saya merasa sedih saat melihat anak usia 12 tahun yang harusnya menuntut ilmu di sekolah, tapi karena ekonomi keluarga sulit, harus dibawa ayahnya kelaut mencari ikan. Saya khawatir jika dibiarkan tanpa pendidikan yang baik, nantinya mereka menjadi pemberontak, dan ujung-ujungnya jadi imbang kami para polisi," bebernya.

Ditambah, anak-anak nelayan banyak yang terjerumus ke dalam narkoba dan tawuran. Melalui Tamban, dia berharap dapat menyelamatkan anak-anak nelayan lainnya agar tidak ikut terjerumus ke dalam lembah hitam tersebut.

"Sekarang di kawasan pesisir ini banyak aksi tawuran anak-anak usia dini, bahaya lem kambing, merokok, narkoba dan lainnya. Kita sebagai Babin Kamtibmas berharap, mereka bisa membaca dan memahami apa yang kita sampaikan agar tidak menjurus ke hal-hal negatif tersebut, agar tersematkan lah mereka, insyaallah," ungkapnya.



Selain sangat peduli dengan pendidikan anak-anak nelayan, Aipda Wahyu juga membuka lapangan kerja bagi warga kurang mampu dengan berjualan sayuran. Dari sinilah dia akhirnya mendapat julukan Polisi Sayur.

"Saya dulu dibesarkan oleh nenek saya di Aceh. Sejak usia 3 tahun, sering dibawa menanam cabai, tomat, kol dan sayur lainnya. Sampai saya tamat sekolah pun aktivitas sehari-hari saya, ya di kebun bercocok tanam sayur. Jadi sudah hobi saya. Alhamdulillah hingga sekarang ibu-ibu di sini dapat tambahan rezeki," sambungnya.

Polisi Sayur ini juga dikenal sebagai sosok ayah bagi anak yatim di tempatnya bertugas. Ada kisah pilu di balik kebesaran hati Wahyu membantu anak yatim, dan peduli dengan pendidikan anak-anak nelayan.

Berawal pada 2004 silam, saat terjadi tsunami di Aceh. Wahyu mengaku kehilangan ibu, ayah, dan empat adiknya dalam peristiwa itu. Hingga kini, mereka tidak pernah bertemu. Bahkan, usai terjangan tsunami itu, kampung halamannya di Leupung rata dengan tanah. Dari sini, Wahyu sangat merasakan betul kehilangan sosok keluarga.



"Berkaca dari kisah saya, saya punya keinginan semampu saya, anak-anak yatim yang kehilangan ayah mereka masih bisa memiliki sosok ayah melalui saya," sambung Aipda Wahyu.

Setidaknya, sebulan sekali Wahyu mengunjungi 3 anak yatim yang dirawatnya untuk memberikan kebutuhan makanan, seperti beras, telur, sayur dan sejumlah uang untuk sekolah. Dia juga rutin memberikan perlengkapan fardhu kifayah kepada warganya yang mengalami kemalangan, seperti kain kafan, wewangian, bahkan peti mati.

Setelah peristiwa Tsunami 2004, Aipda Wahyu pindah bertugas ke Medan, selama 1 tahun. Selama di Medan, hatinya gelisah, seperti pengabdiannya terhadap orang tua dan adik-adiknya yang belum tertunai dengan baik. Dirinya pun kembali ke Aceh, ke kampung halamannya. Dari sini lah, pengalaman spiritual Wahyu dimulai.

Selama di Aceh, dia bertemu Ustaz Syamsudin yang dianggap sebagai guru dan sosok teladannya. Pertemuan dengan ustaz Syamsudin inilah yang menyiasatinya untuk membantu fardhu kifayah warga kurang mampu.



"Kembali ke Aceh, mengirimkan doa ke keluarga saya, lalu bertemu dengan Al Ustaz. Beliaulah yang menganjurkan saya untuk memberikan bantuan fardhu kifayah ke orang yang membutuhkan sebanyak 6 buah, sebagai tanda balas jasa ke kedua orang tua dan 4 adik saya yang tidak sempat saya laksanakan fardhu kifayahnya," sambungnya.

Tidak terasa, air mata Wahyu membasahi pipi. Tampak, pergolakan batinnya sangat hebat. Namun, dia berusaha tegar. Semua aktivitas sosialnya dijalankan dengan sepenuh hati. Bahkan mengilhami warga lainnya.

Bersama istrinya Mira Risky dan ke-4 anaknya, Aipda Wahyu Mulyawan berharap sosok polisi di mata masyarakat akan tetap menjadi panutan. Hal ini sejalan dengan visi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, untuk mewujudkan polisi Presisi yang memiliki arti prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan.

Dengan tujuan memberikan pemelihara keamanan dan ketertiban, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan di tengah-tengah masyarakat.

(Yudha Bahar)
(san)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2370 seconds (0.1#10.140)