DPPPA Makassar Terima 200 Laporan Kasus Kekerasan Anak

Rabu, 15 Juni 2022 - 19:45 WIB
loading...
A A A
Sementara itu, Hakim Anak Pengadilan Negeri Makassar, Herianto, mengatakan anak berhadapan hukum alias ABH butuh perlindungan khusus. Olehnya itu, hal tersebut menjadi salah satu bagian dari atensi kasus kekerasan terhadap anak.

Sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), penanganan ABH mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

Kata Herianto, undang-undang tersebut menggunakan pendekatan yuridis formal dengan menonjolkan penghukuman atau retributif yang berparadigma penangkapan, penahanan dan penghukuman penjara terhadap anak.

"Hal tersebut tentu berpotensi membatasi kebebasan dan merampas kemerdekaan anak dan berdampak pada masa depan seperti kepentingan terbaik bagi anak,” katanya.

Namun setelah diberlakukannya Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), hal ini dinilai bisa menjadi solusi yang baik dalam penanganan ABH. Pasalnya, Undang-Undang SPPA lebih mengutamakan pendekaan keadilan restoratif melalui sistem diversi.

"Anak yang berhadapan hukum, apalagi kalau tidak ada korbannya, baiknya dibina saja. Jalur hukum bukan jalan keluar untuk menghukum anak. Jika anak ditahan, maka setelah keluar tahanan dia akan lebih menjadi-jadi. Mending tidak usah diproses, baiknya dibina dan diawasi," jelasnya.



Kendati demikian, lanjut dia, masih ada hambatan dalam pelaksanaan UU SPPA. Sebab tidak jarang pemahaman aparat penegak hukum dalam penanganan ABH masih bervariasi dan cenderung menggunakan persepsi yang berbeda.

"Belum semua perkara anak diselesaikan menggunakan pendekatan keadilan restoratif demi kepentingan terbaik bagi anak. Undang-undang SPPA belum dipahami secara komprehensif dan terpadu oleh para pemangku kepentingan dan masyarakat," tandasnya.
(tri)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.4064 seconds (0.1#10.140)