Nasib Pramuwisata Terkatung-Katung di Tengah Pandemi Covid-19

Minggu, 26 April 2020 - 05:25 WIB
loading...
Nasib Pramuwisata Terkatung-Katung...
Ujung tombak dan garda terdepan pariwisata ini nasibnya terkatung-katung pasca ditutupnya tempat wisata. Foto/Ist
A A A
SURABAYA - Ditutupnya tempat-tempat wisata untuk menghindari risiko penyebaran virus corona pada pertengahan Maret 2020 lalu, cukup membuat pelaku wisata hingga palaku industri kreatif terpukul. Lumbung-lumbung untuk mengais rejeki di sekitaran wisatapun langsung tiarap.

Di antara sederet domain wisata yang terpukul yakni para pramuwisata. Para duta pariwisata ini menjadi yang pertama merasakan dampak ditutupnya tempat wisata. Kemampuan bahasa asing yang mereka kuasai, seperti bahasa Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, Arab, Mandarin, hingga bahasa Jepang, menjadi tak berdaya disaat tamu-tamu asing dilarang masuk.

Padahal, lewat kemampuan itulah mereka mengantar wisatawan asing dan domestik yang datang untuk menikmati dan melihat keindahan pesona alam, keaneragaman budaya, adat istiadat, bahasa, serta kelezatan cita rasa kuliner, supaya nantinya wisatawan juga mengabarkan pada dunia betapa indahnya negara Indonesia.

Sebagai ujung tombak dan garda terdepan pariwisata, dimana pariwisata merupakan penyumbang devisa negara terbesar kedua setelah migas, lantas bagaimana nasib para pramuwisata saat ini ?

Ketua DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Jawa Timur, Sujai Asmed mengungkapkan, sejak ditutupnya tempat wisata terutama diwilayah Jawa Timur, 600 orang pramuwisata anggota HPI sudah tidak berdaya. "Praktis tidak ada kegiatan wisata yang di lakukan anggota kami, karna memang banyaknya larangan untuk memutus mata rantai penyebaran covid-19,"katanya.

Alhasil, kini para duta wisata ini tidak bisa berbuat apa-apa selain menghabiskan sisa tabungan. Sujai mengatakan, bagi yang tidak memiliki tabungan terpaksa harus gali lubang tutup lubang dengan meminjam uang kesana-sini untuk menutupi kebutuhan pangan. Belum lagi banyaknya tagihan seperti BPJS Kesehatan, Listrik, Air hingga biaya sekolah anaknya.

Ia melanjutkan, tidak sedikit anggota HPI kini terpaksa beralih profesi dengan berjualan sembako, alat alat kesehatan, membuka warkop, berjualan empon empon, jahe merah bahkan yang lebih ironis lagi Ada yang menjadi kuli bangunan dan Kuli panggul beras.

"Menyedihkan memang, tapi tidak ada pilihan lain karna urusan dapur harus kami utamakan," ucapnya.

Para pramuwisata inipun mengaku sempat berpikir dianaktirikan oleh pemerintah ditengah krisis akibat pandemi ini. Partner pemerintah dibidang industri kreatif ini merasa tidak mendapat sentuhan dari pemerintah, berbeda dengan Ojol yang notabene dalam kondisi seperti ini mereka masih bisa bekerja.

"Kami seperti di anak tirikan dan setiap kami menanyakan bagaimana sikap pemerintah terhadap kami, jawabannya selalu bantuan sedang kami koordinasikan dengan pihak terkait," ujarnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3207 seconds (0.1#10.24)