Memprihatinkan! Siswa SMAN 23 Makassar Belajar di Gedung Tidak Layak Pakai
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Kondisi pendidikan di Sulawesi Selatan (Sulsel) masih sangat memprihatikan, bukan hanya di pelosok daerah saja. Di tengah ibu kota provinsi pun demikian. Padahal pada alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945 sangat jelas, salah satu tujuan kemerdekaan adalah adalah "mencerdaskan kehidupan bangsa".
Namun faktanya, hal tersebut belum dirasakan oleh siswa dan siswi di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 23 Makassar. Selain menumpang di bekas gedung Kopertis Wilayah IX yang berlokasi di Jalan Tamalanrea Jaya, Kota Makassar. Gedung tua tersebut juga sudah terbilang tak layak pakai. Plafon di lantai tiga gedung tersebut, yang selama ini dijadikan sebagai tempat proses belajar mengajar peserta didik roboh.
Koordinator Sarana dan Prasarana SMAN 23 Makassar, Aris Titti, mengatakan sekolah tersebut menampung 217 orang peserta didik dengan rincian laki-laki 95 orang dan perempuan 122 orang. Dengan pembagian kelas IPA 3 kelas dan IPS 3 kelas. Sementara guru tetap atau berstatus PNS 7 orang dan guru honorer 15 orang.
Ia juga bilang, awalnya sekolah ini terbentuk pada Juni 2021 oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel, dimana saat terbentuknya proses belajar mengajar dimulai di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel, Jalan Perintis Kemerdekaan.
"Proses belajar mengajar di SMAN 23 Makassar awalnya mulai Juni 2021 sampai dengan pertengahan Januari 2022. Namun setelah kita bersurat ke pengurus komite, kami difasilitasi oleh Pemprov Sulsel lewat LLDIKTI untuk menggunakan gedung ini," tutur Aris kepada SINDOnews, Selasa (7/6/2022).
Pemindahan tempat belajar dari kantor Dinas Pendidikan Pemprov Sulsel ke bekas gedung Kopertis Wilayah IX dilakukan terpaksa sebab gedung sebelumnya akan digunakan. Gedung Kopertis Wilayah IX yang dipinjamkan pun tak semuanya bisa digunakan, hanya lantai 2 dan 3 saja yang diberi izin. Namun pada lantai 3 gedung tersebut juga tak layak pakai sebab kondisi plafonnya membahayakan peserta didik.
"Kami membawa anak-anak kami ke sini, membenahi gedung ini yang begitu parah rusaknya. Kami disuruh tempati lantai 3 tapi lantai 3 rusak parah, bocor, plafonnya sudah ambruk. Sehingga kami sangat khawatir anak-anak kami terkena atap yang jatuh. Itu sangat berbahaya bagi nyawa anak-anak kami. Terus kalau hujan pasti bocor," ujar Aris.
Atas dasar itulah, Aris berharap pada pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya Gubernur Andi Sudirman Sulaiman agar memberikan perhatian penuh pada SMAN 23 Makassar. Apalagi dalam waktu dekat ini akan ada penerimaan peserta didik yang baru.
"Apalagi akan ada penerimaan siswa baru dalam waktu dekat yang mungkin kuotanya dari Dinas Pendidikan ada 6 kelas. Kira-kira dimana mau ditempatkan siswa baru itu?," ucapnya.
Meski begitu, tak lupa Aris berterimakasih pada pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang telah membuka sekolah SMAN 23 Makassar. Sebab dengan adanya sekolah ini dapat memberikan akses pendidikan bagi anak-anak di wilayah Kecamatan Tamalanrea, termasuk di Kecamatan Panakukkang dan Manggala.
"Peserta didiknya juga banyak dari Kecamatan Panakukang. Karena ini sekolah kan posisinya berada di tegah-tegah tiga kecamatan itu. Meskipun secara wilayah masuk di Kecamatan Tamalanrea," sebutnya.
Terpantau di gedung tersebut memang sangat memprihatikan untuk dijadikan sebagai tempat belajar apalagi berada di tengah-tengah kota. Mulai dari ruang kelas yang masih disekat, kamar mandi atau WC yang buntu hingga tiga kelas tak memiliki alat pendingin bahkan kipas angin sekalipun.
"Jadi itu sekat berkata swadaya orang tua siswa. Termasuk AC yang dipasang di salah satu ruangan kelas itu juga hasil swadaya. Tiga kelas tidak memiliki kipas angin, baru dua kelas yang ada kipas anginnya," terang Aris.
Salah seorang siswi kelas X IPS II, Salfadilla, ikut menyampaikan keluhannya yang selama sekolah di SMAN 23 sudah dua kali pindah gedung belajar.
"Rasa nyaman dan tidaknya. Kalau tidaknya itu kita sudah dua kali pindah-pindah gedung sekolah mulai dari gedung Disdik sampai ke sini. Terus bangunan (sekolah) di sini itu bukan milik sekolah (SMA 23). Tapi masih numpang," ucapnya.
"Awalnya itu kami belajar di lantai 3 cuman di lantai 3 atapnya ambruk jadi kita dipindahkan ke lantai 2 supaya tidak ada korban," tambahnya.
Salfadilla merasa sedikit nyaman di ruang kelasnya yang sudah menggunakan AC hanya saja di beberapa ruang kelas lain belum ada alat pendinginnya.
"Terus juga masalah lain nasib siswa yang baru. Di mana mau ditempatkan, kami saja yang ada sekarang masih pinjam gedung. Jadi kami tidak tahu adik kelas kami, kelasnya di mana nanti," keluhnya.
Ia pun berharap, pemerintah memperhatikan sekolahnya dalam waktu dekat. "Semoga Pak Gubernur juga segera membantu atau merespon kami bahwa SMA 23 itu ada dan kami butuh gedung sendiri (permanen)," harapnya.
Sementara, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, Setiawan Aswad, yang dikonfirmasi perihal tersebut belum memberi respon meskipun telah dihubungi berulangkali.
Namun faktanya, hal tersebut belum dirasakan oleh siswa dan siswi di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 23 Makassar. Selain menumpang di bekas gedung Kopertis Wilayah IX yang berlokasi di Jalan Tamalanrea Jaya, Kota Makassar. Gedung tua tersebut juga sudah terbilang tak layak pakai. Plafon di lantai tiga gedung tersebut, yang selama ini dijadikan sebagai tempat proses belajar mengajar peserta didik roboh.
Koordinator Sarana dan Prasarana SMAN 23 Makassar, Aris Titti, mengatakan sekolah tersebut menampung 217 orang peserta didik dengan rincian laki-laki 95 orang dan perempuan 122 orang. Dengan pembagian kelas IPA 3 kelas dan IPS 3 kelas. Sementara guru tetap atau berstatus PNS 7 orang dan guru honorer 15 orang.
Ia juga bilang, awalnya sekolah ini terbentuk pada Juni 2021 oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel, dimana saat terbentuknya proses belajar mengajar dimulai di Kantor Dinas Pendidikan Provinsi Sulsel, Jalan Perintis Kemerdekaan.
"Proses belajar mengajar di SMAN 23 Makassar awalnya mulai Juni 2021 sampai dengan pertengahan Januari 2022. Namun setelah kita bersurat ke pengurus komite, kami difasilitasi oleh Pemprov Sulsel lewat LLDIKTI untuk menggunakan gedung ini," tutur Aris kepada SINDOnews, Selasa (7/6/2022).
Pemindahan tempat belajar dari kantor Dinas Pendidikan Pemprov Sulsel ke bekas gedung Kopertis Wilayah IX dilakukan terpaksa sebab gedung sebelumnya akan digunakan. Gedung Kopertis Wilayah IX yang dipinjamkan pun tak semuanya bisa digunakan, hanya lantai 2 dan 3 saja yang diberi izin. Namun pada lantai 3 gedung tersebut juga tak layak pakai sebab kondisi plafonnya membahayakan peserta didik.
"Kami membawa anak-anak kami ke sini, membenahi gedung ini yang begitu parah rusaknya. Kami disuruh tempati lantai 3 tapi lantai 3 rusak parah, bocor, plafonnya sudah ambruk. Sehingga kami sangat khawatir anak-anak kami terkena atap yang jatuh. Itu sangat berbahaya bagi nyawa anak-anak kami. Terus kalau hujan pasti bocor," ujar Aris.
Atas dasar itulah, Aris berharap pada pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya Gubernur Andi Sudirman Sulaiman agar memberikan perhatian penuh pada SMAN 23 Makassar. Apalagi dalam waktu dekat ini akan ada penerimaan peserta didik yang baru.
"Apalagi akan ada penerimaan siswa baru dalam waktu dekat yang mungkin kuotanya dari Dinas Pendidikan ada 6 kelas. Kira-kira dimana mau ditempatkan siswa baru itu?," ucapnya.
Meski begitu, tak lupa Aris berterimakasih pada pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan yang telah membuka sekolah SMAN 23 Makassar. Sebab dengan adanya sekolah ini dapat memberikan akses pendidikan bagi anak-anak di wilayah Kecamatan Tamalanrea, termasuk di Kecamatan Panakukkang dan Manggala.
"Peserta didiknya juga banyak dari Kecamatan Panakukang. Karena ini sekolah kan posisinya berada di tegah-tegah tiga kecamatan itu. Meskipun secara wilayah masuk di Kecamatan Tamalanrea," sebutnya.
Terpantau di gedung tersebut memang sangat memprihatikan untuk dijadikan sebagai tempat belajar apalagi berada di tengah-tengah kota. Mulai dari ruang kelas yang masih disekat, kamar mandi atau WC yang buntu hingga tiga kelas tak memiliki alat pendingin bahkan kipas angin sekalipun.
"Jadi itu sekat berkata swadaya orang tua siswa. Termasuk AC yang dipasang di salah satu ruangan kelas itu juga hasil swadaya. Tiga kelas tidak memiliki kipas angin, baru dua kelas yang ada kipas anginnya," terang Aris.
Salah seorang siswi kelas X IPS II, Salfadilla, ikut menyampaikan keluhannya yang selama sekolah di SMAN 23 sudah dua kali pindah gedung belajar.
"Rasa nyaman dan tidaknya. Kalau tidaknya itu kita sudah dua kali pindah-pindah gedung sekolah mulai dari gedung Disdik sampai ke sini. Terus bangunan (sekolah) di sini itu bukan milik sekolah (SMA 23). Tapi masih numpang," ucapnya.
"Awalnya itu kami belajar di lantai 3 cuman di lantai 3 atapnya ambruk jadi kita dipindahkan ke lantai 2 supaya tidak ada korban," tambahnya.
Salfadilla merasa sedikit nyaman di ruang kelasnya yang sudah menggunakan AC hanya saja di beberapa ruang kelas lain belum ada alat pendinginnya.
"Terus juga masalah lain nasib siswa yang baru. Di mana mau ditempatkan, kami saja yang ada sekarang masih pinjam gedung. Jadi kami tidak tahu adik kelas kami, kelasnya di mana nanti," keluhnya.
Ia pun berharap, pemerintah memperhatikan sekolahnya dalam waktu dekat. "Semoga Pak Gubernur juga segera membantu atau merespon kami bahwa SMA 23 itu ada dan kami butuh gedung sendiri (permanen)," harapnya.
Sementara, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan, Setiawan Aswad, yang dikonfirmasi perihal tersebut belum memberi respon meskipun telah dihubungi berulangkali.
(tri)