724 Jenis Produk Tidak Layak Edar Ditemukan di Sulsel
loading...
A
A
A
MAKASSAR - Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Makassar mengamankan sekitar 724 jenis produk berbagai macam merek yang tidak layak edar di Sulsel periode tahun 2021 hingga Maret 2022.
Kepala BPOM Makassar, Hardaningsi menyebut, operasi dari hasil laporan masyarakat serta kegiatan patroli siber yang dilakukan oleh BBPOM Makassar menemukan 724 jenis dengan total total 66. 100 pcs produk ilegal yang beredar di masyarakat. Tak main-main, nilai ekonomis barang tersebut mencapai milliaran rupiah. Kata dia, produk tersebut terdiri dari obat-obatan, kosmetik, suplemen kesehatan dan hingga obat tradisional.
"Nilai barang temuan itu sebesar Rp1,6 milyar lebih dengan rincian, tahun 2021 sebesar Rp1 milyar lebih, dan tahun 2022 periode Januari hingga Maret sebesar Rp560 jutaan," ungkap Hardaningsi, Jumat (8/4/2022).
Dari hasil penindakan ini, beberapa diantaranya diproses secara hukum. Untuk tahun 2021 terdapat 9 perkara yang ditindak lanjuti, seperti kasus obat tanpa izin edar 3 kasus, kosmetik tanpa izin edar 4 kasus, obat tradisional tanpa izin edar 1 kasus, dan pangan olahan tanpa izin edar 1 kasus.
Untuk tahun 2022, terdapat 4 kasus yang sementara berproses, diantaranya obat tanpa izin edar 1 kasus dan kosmetik tanpa izin edar dan mengandung bahan berbahaya 3 kasus.
"Semuanya tahap dua (kasus tahun 2021). Jadi barang bukti yang ada pada kami tinggal beberapa contoh karena sebagian diantaranya telah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati). Kasus tahun 2022 masih sedang dalam proses hukum jadi barang-barangnya masih ada. Kita temukan ada dari Kota Parepare dan juga di Makassar sendiri," terangnya.
"Selain itu ada juga obat tradisional impor yang ditemukan mengandung bahan kimia obat (BKO), khusus untuk komoditi obat yang ditemukan adalah tergolong dalam obat-obat tertentu (Trihexylphenidil dan Tramadol) yang sering disalahgunakan di masyarakat," tambahnya.
Lebih jauh Hardaningsi menerangkan, orang yang memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi seperti obat, kosmetik, suplemen kesehatan dan obat tradisional ilegal mengandung bahan kimia melanggar aturan sehingga bisa dipidanakan sesuai denhan aturan yang termuat dalam Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Ancaman pidanan penjaranya paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah. Aturan itu juga termuat dalam Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana diubah dengan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak satu miliar lima ratus juta rupiah," terangnya.
Sementara para pelaku yang memproduksi dan mengedarkan produk pangan ilegal dapat dipidana sesuai ketentuan Pasal 136 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak sepuluh milyar.
Serta Pasal 140 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagaimana telah diubah dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak empat miliar.
Atas temuan-temuan ini, Hardaningsi mengingatkan masyarakat bisa lebih waspada dalam membeli kosmetik. Apalagi sebagian besar kosmetik yang diamankan dijual melalui media sosial alias online.
"Kami (BBPOM) meminta agar masyarakat selalu proaktif dalam memilih dan menggunakan obat, kosmetik, obat tradisional dan pangan olahan yang dibeli atau digunakan, baik pembelian secara langsung maupun melalui situs online. Ingat selalu cek kemasan dalam kondisi baik, baca informasi produk pada labelnya, pastikan memiliki Izin edar Badan POM, dan tidak melebihi masa kadaluwarsa," pesan Hardaningsi.
Sementara Direktur Laksus Muhammad Ansar mengatakan, dari serangkaian temuan produk baik makanan maupun obat obatan hingga kosmetik yang tak layak tersebar di pasaran dirinya menilai pihak kepolisian masih belum memperlihatkan langkah penanganan atas hal tersebut.
"Kita belum melihat ada langkah konkret dari Polda Sulsel. Padahal Sulsel ini termasuk pasar gemuk bisnis kosmetik ilegal. Harusnya Kapolda memberi atensi terhadap kasus ini," Muhammad Ansar, kepada SINDO, Jumat (8/4/2022).
Menurut Ansar, salah satu yang paling populer adalah bisnis kosmetik ilegal. Sulsel menjadi salah satu pangsa pasar paling besar.
Ansar menyebut ada sedikitnya 10 branding owner yang beredar di Sulsel. Dari seluruh branding ini dominan tak mengantongi izin edar.
Kata Ansar, bisnis ini menjamur via online sejak lama. Penjualan secara live telah dilakukan terang-terangan. Tapi nyaris tak ada yang tersentuh hukum.
"Tidak ada sama sekali tindakan represif dari aparat. Ini yang menurut saya rancu. Penjualan ilegal sudah menjamur tapi masih didiamkan. Kesannya polisi menunggu laporan. Harusnya jangan. Harus proaktif karena ini menyangkut keselamatan banyak orang," katanya.
Kepala BPOM Makassar, Hardaningsi menyebut, operasi dari hasil laporan masyarakat serta kegiatan patroli siber yang dilakukan oleh BBPOM Makassar menemukan 724 jenis dengan total total 66. 100 pcs produk ilegal yang beredar di masyarakat. Tak main-main, nilai ekonomis barang tersebut mencapai milliaran rupiah. Kata dia, produk tersebut terdiri dari obat-obatan, kosmetik, suplemen kesehatan dan hingga obat tradisional.
"Nilai barang temuan itu sebesar Rp1,6 milyar lebih dengan rincian, tahun 2021 sebesar Rp1 milyar lebih, dan tahun 2022 periode Januari hingga Maret sebesar Rp560 jutaan," ungkap Hardaningsi, Jumat (8/4/2022).
Dari hasil penindakan ini, beberapa diantaranya diproses secara hukum. Untuk tahun 2021 terdapat 9 perkara yang ditindak lanjuti, seperti kasus obat tanpa izin edar 3 kasus, kosmetik tanpa izin edar 4 kasus, obat tradisional tanpa izin edar 1 kasus, dan pangan olahan tanpa izin edar 1 kasus.
Untuk tahun 2022, terdapat 4 kasus yang sementara berproses, diantaranya obat tanpa izin edar 1 kasus dan kosmetik tanpa izin edar dan mengandung bahan berbahaya 3 kasus.
"Semuanya tahap dua (kasus tahun 2021). Jadi barang bukti yang ada pada kami tinggal beberapa contoh karena sebagian diantaranya telah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati). Kasus tahun 2022 masih sedang dalam proses hukum jadi barang-barangnya masih ada. Kita temukan ada dari Kota Parepare dan juga di Makassar sendiri," terangnya.
"Selain itu ada juga obat tradisional impor yang ditemukan mengandung bahan kimia obat (BKO), khusus untuk komoditi obat yang ditemukan adalah tergolong dalam obat-obat tertentu (Trihexylphenidil dan Tramadol) yang sering disalahgunakan di masyarakat," tambahnya.
Lebih jauh Hardaningsi menerangkan, orang yang memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi seperti obat, kosmetik, suplemen kesehatan dan obat tradisional ilegal mengandung bahan kimia melanggar aturan sehingga bisa dipidanakan sesuai denhan aturan yang termuat dalam Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Ancaman pidanan penjaranya paling lama 10 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah. Aturan itu juga termuat dalam Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan sebagaimana diubah dengan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak satu miliar lima ratus juta rupiah," terangnya.
Sementara para pelaku yang memproduksi dan mengedarkan produk pangan ilegal dapat dipidana sesuai ketentuan Pasal 136 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak sepuluh milyar.
Serta Pasal 140 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagaimana telah diubah dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak empat miliar.
Atas temuan-temuan ini, Hardaningsi mengingatkan masyarakat bisa lebih waspada dalam membeli kosmetik. Apalagi sebagian besar kosmetik yang diamankan dijual melalui media sosial alias online.
"Kami (BBPOM) meminta agar masyarakat selalu proaktif dalam memilih dan menggunakan obat, kosmetik, obat tradisional dan pangan olahan yang dibeli atau digunakan, baik pembelian secara langsung maupun melalui situs online. Ingat selalu cek kemasan dalam kondisi baik, baca informasi produk pada labelnya, pastikan memiliki Izin edar Badan POM, dan tidak melebihi masa kadaluwarsa," pesan Hardaningsi.
Sementara Direktur Laksus Muhammad Ansar mengatakan, dari serangkaian temuan produk baik makanan maupun obat obatan hingga kosmetik yang tak layak tersebar di pasaran dirinya menilai pihak kepolisian masih belum memperlihatkan langkah penanganan atas hal tersebut.
"Kita belum melihat ada langkah konkret dari Polda Sulsel. Padahal Sulsel ini termasuk pasar gemuk bisnis kosmetik ilegal. Harusnya Kapolda memberi atensi terhadap kasus ini," Muhammad Ansar, kepada SINDO, Jumat (8/4/2022).
Menurut Ansar, salah satu yang paling populer adalah bisnis kosmetik ilegal. Sulsel menjadi salah satu pangsa pasar paling besar.
Ansar menyebut ada sedikitnya 10 branding owner yang beredar di Sulsel. Dari seluruh branding ini dominan tak mengantongi izin edar.
Kata Ansar, bisnis ini menjamur via online sejak lama. Penjualan secara live telah dilakukan terang-terangan. Tapi nyaris tak ada yang tersentuh hukum.
"Tidak ada sama sekali tindakan represif dari aparat. Ini yang menurut saya rancu. Penjualan ilegal sudah menjamur tapi masih didiamkan. Kesannya polisi menunggu laporan. Harusnya jangan. Harus proaktif karena ini menyangkut keselamatan banyak orang," katanya.
(agn)