Aktivitas Tambang di Blok Mandiodo Dikeluhkan Warga, Rusak Jalan dan Cemari Laut
loading...
A
A
A
KONAWE UTARA - Warga di sekitar pertambangan Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, mengeluhkan imbas hadirnya aktivitas pertambangan yang berdampak pada pencemaran lingkungan.
Tak hanya itu, aktivitas tambang juga membuat jalanan rusak dan minimnya hasil melaut.
Dari hasil pantauan awak media di lokasi penambangan, sumber-sumber air bersih di kawasan penambangan rusak, terkhusus di Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia.
Salah satu lokasi penambangan yang diduga berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan adalah areal Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) milik PT Karya Murni Sejahtera (KMS) 27 yang kabarnya kini sudah dikuasai oleh PT Aneka Tambang (Antam).
Parahnya lagi, tindakan dan sikap korporasi yang terkesan acuh terhadap lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat setempat nampak tak ada tindakan dari pihak penegak hukum.
Tidak hanya di sekitar kawasan penambangan, air kotor bercampur logam dan berbau ikut mengalir ke sungai turut merusak lingkungan yang berada di hilir sungai.
Bak penampungan air bersih warga Desa Lamondowo lebih dari dua minggu berbau dan berwarna kekuningan, kecoklatan hingga memerah. Selain tak layak konsumsi, air tersebut juga tak bisa digunakan untuk keperluan lain seperti mencuci pakaian dan alat masak.
Diki, warga Desa Lamondowo mengatakan, akibat penambangan yerjadi kerusakan jalan kabupaten. Yang menyebalkan, perbaikan jalan hanya ditimbun menggunakan material seadanya.
“Tidak dapat dipungkiri dampak dari eksploitasi pertambangan nikel menimbulkan kerusakan yang serius terhadap ekosistem yang sangat merugikan masyarakat, seperti kerusakan hutan, tingginya tingkat pencemaran terhadap aliran air bersih yang berada di sekitar,” jelasnya, Selasa (22/3/2022).
Sejumlah nelayan di Desa Mandiodo juga mengeluhkan adanya limbah dari aktivitas pertambangan yang mencemari laut. Akibatnya, hasil tangkapan ikan di wilayah itu menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, para nelayan kadang merugi, karena biaya melaut tidak sesuai dengan hasil tangkapan.
“Mau mencari ikan di laut sudah tidak seperti dulu, beda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sejak ada ini perusahaan, saya tidak melaut lagi untuk menambah pencarian kami sebagai nelayan,” tambah Adi (18), nelayan setempat.
“Banyak perusahaan tambang yang limbahnya dibuang ke sungai, salah satunya beberapa lokasi tambang nikelnya tidak jauh dari laut, sehingga sisa bahan kimianya dibuang ke laut,” sambungnya.
DIa berharap, pemerintah menertibkan sekaligus memberi sanksi kepada perusahaan tambang yang membuang limbahnya ke laut. Termasuk ketika ada perusahaan yang kembali beraktivitas, harus bertanggung jawab atas perbuatannya itu.
“Kondisi ini membuat kami prihatin karena bagaimana nelayan sejahtera jika lautnya tercemar. Langkah tegas harus dilakukan, jika tidak laut yang menjadi kebanggaan Kabupaten Konut ini semakin tercemar,” tukasnya.
Tak hanya itu, aktivitas tambang juga membuat jalanan rusak dan minimnya hasil melaut.
Dari hasil pantauan awak media di lokasi penambangan, sumber-sumber air bersih di kawasan penambangan rusak, terkhusus di Desa Lamondowo, Kecamatan Andowia.
Salah satu lokasi penambangan yang diduga berkontribusi terhadap pencemaran lingkungan adalah areal Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) milik PT Karya Murni Sejahtera (KMS) 27 yang kabarnya kini sudah dikuasai oleh PT Aneka Tambang (Antam).
Parahnya lagi, tindakan dan sikap korporasi yang terkesan acuh terhadap lingkungan dan keberlangsungan hidup masyarakat setempat nampak tak ada tindakan dari pihak penegak hukum.
Tidak hanya di sekitar kawasan penambangan, air kotor bercampur logam dan berbau ikut mengalir ke sungai turut merusak lingkungan yang berada di hilir sungai.
Bak penampungan air bersih warga Desa Lamondowo lebih dari dua minggu berbau dan berwarna kekuningan, kecoklatan hingga memerah. Selain tak layak konsumsi, air tersebut juga tak bisa digunakan untuk keperluan lain seperti mencuci pakaian dan alat masak.
Diki, warga Desa Lamondowo mengatakan, akibat penambangan yerjadi kerusakan jalan kabupaten. Yang menyebalkan, perbaikan jalan hanya ditimbun menggunakan material seadanya.
“Tidak dapat dipungkiri dampak dari eksploitasi pertambangan nikel menimbulkan kerusakan yang serius terhadap ekosistem yang sangat merugikan masyarakat, seperti kerusakan hutan, tingginya tingkat pencemaran terhadap aliran air bersih yang berada di sekitar,” jelasnya, Selasa (22/3/2022).
Sejumlah nelayan di Desa Mandiodo juga mengeluhkan adanya limbah dari aktivitas pertambangan yang mencemari laut. Akibatnya, hasil tangkapan ikan di wilayah itu menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, para nelayan kadang merugi, karena biaya melaut tidak sesuai dengan hasil tangkapan.
“Mau mencari ikan di laut sudah tidak seperti dulu, beda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sejak ada ini perusahaan, saya tidak melaut lagi untuk menambah pencarian kami sebagai nelayan,” tambah Adi (18), nelayan setempat.
“Banyak perusahaan tambang yang limbahnya dibuang ke sungai, salah satunya beberapa lokasi tambang nikelnya tidak jauh dari laut, sehingga sisa bahan kimianya dibuang ke laut,” sambungnya.
DIa berharap, pemerintah menertibkan sekaligus memberi sanksi kepada perusahaan tambang yang membuang limbahnya ke laut. Termasuk ketika ada perusahaan yang kembali beraktivitas, harus bertanggung jawab atas perbuatannya itu.
“Kondisi ini membuat kami prihatin karena bagaimana nelayan sejahtera jika lautnya tercemar. Langkah tegas harus dilakukan, jika tidak laut yang menjadi kebanggaan Kabupaten Konut ini semakin tercemar,” tukasnya.
(hsk)