Temukan Kejanggalan Tewasnya Tahanan Hermanto dalam Sel, KontraS Minta Diusut Tuntas
loading...
A
A
A
LUBUKLINGGAU - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan ( KontraS ) menemukan kejanggalan dalam kasus tewasnya seorang tahanan bernama Hermanto dalam sel di Kota Lubuklinggau .
Temuan itu dipaparkan Kontras dari hasil pendalaman yang turun langsung lapangan, Kamis (17/3/2022). Mereka menemukan bukti tindak pidana yang disangkakan kepada korban tidak jelas sehingga menandakan adanya rekayasa kasus oleh kepolisian.
Hal tersebut dapat diidentifikasi dari tidak adanya alat bukti sah yang dapat mengarahkan korban sebagai pelaku dari kejahatan yang dituduhkan. Dan Berdasarkan keterangan keluarga pun barang bukti yang disita kepolisian berupa tabung elpiji 3 kg, diperoleh bukan dengan tindak pidana.
“Kami menduga dalam kasus kematian Hermanto ada penggunaan kekuatan oleh oknum aparat kepolisian yang berlebihan terhadap korban Hermanto,” beber anggota Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian, kepada wartawan saat siaran persnya di Hotel Amazing Kota Lubuklinggau, Kamis (17/3/2022).
KontraS menilai Peristiwa ini sekaligus menunjukkan bahwa kepolisian tidak mempertimbangkan prinsip legalitas, necesitas, proporsionalitas, kewajiban umum, preventif dan masuk akal (reasonable) dalam menggunakan kekuatan sebagaimana mandat Pasal 3 Perkap No. 1 Tahun 2009.
Sementara itu dari temuan keluarga mengaku, jika pada saat korban berada di RSUD pun kepolisian sempat menyatakan bahwa korban meninggal karena takdir dan keluarga dihalang-halangi untuk melihat kondisi jenazah.
Oleh sebab itu, KontraS memberi catatan atas pasal yang disangkakan kepada para tersangka penyiksaan yang mengakibatkan matinya Hermanto.
Berdasarkan informasi yang diperoleh,kontras pihak penyidik yang menangani kasus meninggalnya Hermanto mensangkakan para pelaku dengan Pasal 170 dan/atau 351 Ayat (3) KUHP terhadap 4 orang tersangka dengan inisial AR, AL, RD, BD.
Sementara Kontras sendiri menilai pasal yang disangkakan terlalu ringan, dan Kontras berpendapat bahwa pihak Polres Kota Lubuklinggau dapat mensangkakan para pelaku dengan Pasal 338 KUHP
"Kasus dari pembunuhan dan penyiksaan ini harus diusut secara tuntas dan berkeadilan berbagai temuan yang kami temukan, dari mulai upaya paksa yang dilakukan sewenang-wenang yang dilakukan oleh oknum aparat," beber Rozy Brilian.
Selain itu Rozy menyebut, beberapa temuan lainnya yakni mulai dari penangkapan, penyitaan, dan penggeledahan yang dilakukan tidak sebagai mana semestinya seperti yang dijelaskan didalam KUHAP.
Sedangkan untuk yang kedua, dia menjelaskan terkait penyiksaan itu sendiri, penyiksaan dalam kasus Hermanto adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang serius.
Tentu saja kata dia, ada penggunaan kekuatan secara berlebihan oleh keempat terduga pelaku pelanggaran yang dilakukan oleh petugas Polsek Lubuklinggau Utara. "Jadi kami ingin mendesak berbagai pihak, agar kasus ini dibuka secara terang menderang, secara akuntabel, secara transparan, tidak ada yang ditutup tutupi dan dilindungi, dan kita ingin kasus seperti ini tidak akan terulang lagi," tegasnya.
Rozy juga menginginkan, agar kasus tidak terulang lagi, pihak kepolisian dalam kasus ini harus melakukan pembenahan di dalam internal Polri itu sendiri sesuai dengan amanat yang disampaikan oleh Kapolri.
Kontras sendiri, terus mendorong agar kasus ditanggapi serius dan kemarin Kotras sudah bertemu dengan Kapolres Lubuklinggau AKBP Harissandi, dan Kapolres berjanji untuk melakukan pengusutan secara tuntas, transparan dan tidak ditutup tutupi. "Kami akan Follow up itu, sesuai dengan janji Kapolres yang berkomitmen menangani kasus ini," katanya.
Selain itu keseriusan KontraS menangani kasus kematian Hermanto ini, tidak hanya sebatas di Polres Lubuklinggau, mereka akan menjadwalkan menemui Polda Sumsel, Jumat (18/3/2022), guna mendesak Polda untuk menaruh perhatian lebih kepada kasus yang terjadi di Lubuklinggau.
Sementara, Advokasi Hukum KontraS, Abimanyu menegaskan, seluruh tindakan pennyiksaan tidak diperkenankan dalam situasi ataupun dan kondisi apapun, walaupun itu untuk menggalih informasi lebih lanjut atau tentang tindakan yang dilakukan pelaku kejahatan oleh pihak kepolisian.
"Kami mendorong untuk institusi sendiri menghukum pelaku dengan hukuman yang maksimal, kenapa, karena hal tersubuut tidak lain guna menimbulkan efek jera," jelasnya.
Kontras juga mendapatkan informasi bahwa terdapat upaya-upaya untuk menyelesaikan peristiwa pidana ini dengan jalan damai atau kekeluargaan.
Temuan itu dipaparkan Kontras dari hasil pendalaman yang turun langsung lapangan, Kamis (17/3/2022). Mereka menemukan bukti tindak pidana yang disangkakan kepada korban tidak jelas sehingga menandakan adanya rekayasa kasus oleh kepolisian.
Hal tersebut dapat diidentifikasi dari tidak adanya alat bukti sah yang dapat mengarahkan korban sebagai pelaku dari kejahatan yang dituduhkan. Dan Berdasarkan keterangan keluarga pun barang bukti yang disita kepolisian berupa tabung elpiji 3 kg, diperoleh bukan dengan tindak pidana.
“Kami menduga dalam kasus kematian Hermanto ada penggunaan kekuatan oleh oknum aparat kepolisian yang berlebihan terhadap korban Hermanto,” beber anggota Divisi Riset dan Dokumentasi KontraS, Rozy Brilian, kepada wartawan saat siaran persnya di Hotel Amazing Kota Lubuklinggau, Kamis (17/3/2022).
KontraS menilai Peristiwa ini sekaligus menunjukkan bahwa kepolisian tidak mempertimbangkan prinsip legalitas, necesitas, proporsionalitas, kewajiban umum, preventif dan masuk akal (reasonable) dalam menggunakan kekuatan sebagaimana mandat Pasal 3 Perkap No. 1 Tahun 2009.
Sementara itu dari temuan keluarga mengaku, jika pada saat korban berada di RSUD pun kepolisian sempat menyatakan bahwa korban meninggal karena takdir dan keluarga dihalang-halangi untuk melihat kondisi jenazah.
Oleh sebab itu, KontraS memberi catatan atas pasal yang disangkakan kepada para tersangka penyiksaan yang mengakibatkan matinya Hermanto.
Baca Juga
Berdasarkan informasi yang diperoleh,kontras pihak penyidik yang menangani kasus meninggalnya Hermanto mensangkakan para pelaku dengan Pasal 170 dan/atau 351 Ayat (3) KUHP terhadap 4 orang tersangka dengan inisial AR, AL, RD, BD.
Sementara Kontras sendiri menilai pasal yang disangkakan terlalu ringan, dan Kontras berpendapat bahwa pihak Polres Kota Lubuklinggau dapat mensangkakan para pelaku dengan Pasal 338 KUHP
"Kasus dari pembunuhan dan penyiksaan ini harus diusut secara tuntas dan berkeadilan berbagai temuan yang kami temukan, dari mulai upaya paksa yang dilakukan sewenang-wenang yang dilakukan oleh oknum aparat," beber Rozy Brilian.
Selain itu Rozy menyebut, beberapa temuan lainnya yakni mulai dari penangkapan, penyitaan, dan penggeledahan yang dilakukan tidak sebagai mana semestinya seperti yang dijelaskan didalam KUHAP.
Sedangkan untuk yang kedua, dia menjelaskan terkait penyiksaan itu sendiri, penyiksaan dalam kasus Hermanto adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang serius.
Tentu saja kata dia, ada penggunaan kekuatan secara berlebihan oleh keempat terduga pelaku pelanggaran yang dilakukan oleh petugas Polsek Lubuklinggau Utara. "Jadi kami ingin mendesak berbagai pihak, agar kasus ini dibuka secara terang menderang, secara akuntabel, secara transparan, tidak ada yang ditutup tutupi dan dilindungi, dan kita ingin kasus seperti ini tidak akan terulang lagi," tegasnya.
Rozy juga menginginkan, agar kasus tidak terulang lagi, pihak kepolisian dalam kasus ini harus melakukan pembenahan di dalam internal Polri itu sendiri sesuai dengan amanat yang disampaikan oleh Kapolri.
Kontras sendiri, terus mendorong agar kasus ditanggapi serius dan kemarin Kotras sudah bertemu dengan Kapolres Lubuklinggau AKBP Harissandi, dan Kapolres berjanji untuk melakukan pengusutan secara tuntas, transparan dan tidak ditutup tutupi. "Kami akan Follow up itu, sesuai dengan janji Kapolres yang berkomitmen menangani kasus ini," katanya.
Selain itu keseriusan KontraS menangani kasus kematian Hermanto ini, tidak hanya sebatas di Polres Lubuklinggau, mereka akan menjadwalkan menemui Polda Sumsel, Jumat (18/3/2022), guna mendesak Polda untuk menaruh perhatian lebih kepada kasus yang terjadi di Lubuklinggau.
Sementara, Advokasi Hukum KontraS, Abimanyu menegaskan, seluruh tindakan pennyiksaan tidak diperkenankan dalam situasi ataupun dan kondisi apapun, walaupun itu untuk menggalih informasi lebih lanjut atau tentang tindakan yang dilakukan pelaku kejahatan oleh pihak kepolisian.
"Kami mendorong untuk institusi sendiri menghukum pelaku dengan hukuman yang maksimal, kenapa, karena hal tersubuut tidak lain guna menimbulkan efek jera," jelasnya.
Kontras juga mendapatkan informasi bahwa terdapat upaya-upaya untuk menyelesaikan peristiwa pidana ini dengan jalan damai atau kekeluargaan.
(nic)