Karomah Sunan Drajat Diselamatkan Ikan Cucut dan Talang saat Perahu Dihantam Badai

Selasa, 08 Maret 2022 - 05:36 WIB
loading...
Karomah Sunan Drajat Diselamatkan Ikan Cucut dan Talang saat Perahu Dihantam Badai
Sunan Drajat. Foto: Istimewa/Sejarah Indonesia
A A A
SUNAN Drajat lahir pada 1470 Masehi. Nama kecilnya Raden Qasim. Dia merupakan putera Sunan Ampel, dan bersaudara dengan Sunan Bonang. Dia memiliki gelar Raden Syarifudin dan Sunan Mayang Madu.

Sejak kecil, Raden Qasim terkenal karena kecerdasannya. Dia belajar ilmu agama Islam langsung dari Sunan Ampel. Saat dewasa, dia mendirikan pondok pesantren Dalam Duwur, di Desa Drajat, Paciran, Kabupaten Lamongan.

Sunan Drajat dikenal dengan catur piwulangnya, yakni berilah tongkat pada orang buta, berilah makan pada orang yang kelaparan, berilah pakaian pada orang yang tidak berpakaian, dan berilah payung pada orang yang kehujanan.



Sunan Drajat juga dikenal dengan jiwa sosialnya yang sangat tinggi, terutama kepada fakir miskin. Menurutnya, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengentaskan kemiskinan, baru kemudian mengajarkan agama Islam.

Selain belajar Islam dari ayahnya, dia juga banyak belajar kepada kakaknya Sunan Bonang, di Ngampel Gading atau Ampel Denta. Dia juga belajar agama Islam dari Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Cirebon.

Di Cirebon, dia bertemu dan jadi saudara seperguruan Pangeran Makhdun, Pengeran Welang, dan Pangeran Arya Dila.

Raden Qasim diangkat menjadi anggota Wali Songo berdasarkan musyawarah para wali di Keraton Pakungwati, Cirebon, menggantikan Syekh Siti Jenar yang telah meninggal. Dia melakukan dakwah Islam, di Tuban dan Gresik.



Selama menjalankan misi dakwah itu, ada kisahnya yang menarik dan telah menjadi cerita rakyat hingga hari ini.

Cerita itu berkisah tentang perjalanan Raden Qasim ke Gresik. Demikian Cerita Pagi hari ini akan mengulas secara singkat cerita rakyat tentang Sunan Drajat alias Raden Qasim yang masih terjaga dan terus diulang-ulang.

Kisah itu bermula saat Raden Qasim menumpang biduk dari Surabaya menuju Gresik untuk berdakwah menyebarkan agama Islam. Di tengah laut, biduk yang ditumpanginya dihantam badai hingga hancur di wilayah Lamongan.

Dalam musibah itu, dia selamat ditolong oleh ikan talang atau cakalang hingga ke Pantai Jelak, Banjarwati, pada 1485.



Kisah yang lebih rinci menyatakan, saat perahu nelayan yang ditumpanginya hancur, Raden Qasim sempat berpegang pada dayung perahu sehingga tidak ikut tenggelam dengan yang lainnya. Pada saat itulah, keajaiban terjadi.

Tiba-tiba dua ekor ikan cucut dan talang berukuran besar menghampirinya. Kemudian, dia naik ke punggung ikan itu, dan mendarat dengan selamat ke Kampung Jelak, Banjarwati. Kisah ini sebenarnya memiliki makna teladan.

Dengan mengambil kisah Sunan Drajat itu, diharapkan masyarakat dapat mengambil hikmah tentang cara menghadapi bencana atau rintangan dalam mengejar cita-cita yang luhur pasti akan mendapatkan keselamatan dari Allah.

Di tempat ini, Raden Qasim disambut tetua kampung, yakni Mbah Mayang Madu dan Mbah Banjar. Keduanya sudah memeluk agama Islam. Raden Qasim lalu menetap di Jelak dan menikah dengan Kemuning, puteri Mbah Mayang Madu.



Dari ini, dakwah Sunan Drajat bermula. Awalnya, dia mendirikan surau yang lalu berkembang menjadi pondok pesantren.

Dari Jelak, Raden Qasim masuk ke pedalaman, yakni ke perbukitan Drajat. Saat itu, kawasan ini masih berupa hutan dengan pepohonan yang cukup lebat. Ditemani kakaknya Sunan Bonang, dia lalu menghadap Sultan Fatah.

Kepada Raja Demak itu, Sunan Drajat meminta izin membuka hutan dan tinggal di perbukitan Drajat. Permohonan ini lalu diluluskan oleh Sultan Fatah. Dengan cepat, perbukitan Drajat mencadi mercusuar dakwah dakwah Raden Qasim.

Yang dikenal dalam metode dakwah Raden Qasim dari bukit Drajat ada tiga, terdiri dari pendidikan, dakwah, dan sosial.



Misi sosial Sunan Drajat tidak pernah ketinggalan di manapun dirinya berada. Hal ini membuatnya sangat dicintai fakir miskin. Dalam dakwah, dia menggunakan media gending-gending dan pangkur yang diiringi dengan gamelan.

Sedangkan pendidikan, dilakukannya di masjid-masjid dan pondok pesantren. Sementara sosial, dilakukan dengan jalan membenahi keadaan sosial ekonomi masyarakat Jawa Timur yang mengalami krisis, pada abad ke 15 dan 16.

Sampai di sini ulasan singkat Cerita Pagi, semoga memberikan manfaat.

Sumber tulisan:
1. Yotok Rahayu Basuki, Sunan Drajat (Raden Qosim), Azhar Publisher, Buku Elektronik.
2. Tri Sarwosri, Sunan Drajat Jejak Para Wali, Sang Surya Media, Buku Elektronik.
3. Masykur Arif, Wali Sanga Menguak Tabir Kisah hingga Fakta Sejarah, Laksana, 2016.
(hsk)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1808 seconds (0.1#10.140)