Konsep Pentahelix Penanggulangan Terorisme Harus Bersinergi Kuat
loading...
A
A
A
DEPOK - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus berupaya mengembangkan kebijakan, konsep dan strategi dalam menanggulangi masalah terorisme di Indonesia. Salah satunya dengan dengan meluncurkan kebijakan Pentahelix dengan prinsip kerjasama dan kolaborasi secara multipihak.
Konsep Pentahelix ini menggunakan seluruh potensi nasional dalam membentuk kekuatan nasional melawan ideologi radikalisme dan terorisme. Pentahelix ini merangkul lima elemen bangsa, yakni kementerian/lembaga (pusat dan daerah), komunitas-komunitas (ormas, pelaku seni dan budaya),akademisi atau civitas akademika, dunia usaha (BUMN maupun swasta) dan media.
"Konsep (Pentahelix) ini, saya optimistis itu akan berjalan dan berhasil. Gagasannya sudah cukup dan sudah sebagaimana yang seharusnya," ujar Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Hamdi Muluk di Depok dikutip Sabtu (26/2/2022).
Ia menilai, konsep Pentahelix memiliki banyak kelebihan. Di antaranya berperan menghubungkan kelima komponen penting tersebut di masyarakat dalam rangka pencegahan paham radikal terorisme. Hal tersebut diharapkan mampu mempersempit ruang gerak kelompok radikal terorisme.
"Jadi memang bagusnya lima komponen Pentahelix itu nyambung dan bisa bersinergi satu sama lain, sehingga ruang gerak dari kelompok radikal terorisme akan semakin sempit," jelasnya.
Hamdi mengamati pola pergerakan kelompok radikal terorisme yang kian masif masuk kedalam berbagai sektor vital seperti pemerintahan maupun lembaga pendidikan.
"Mereka ini militan, ekstrem dan totalitas selama 24 jam dalam seluruh aktivitasnya. Mereka menyusup dan berstrategi masuk ke berbagai lini, termasuk ke lembaga negara, organisasi masyarakat, lembaga pendidikandan sebagainya," jelasnya.
Fakta bahwa kelompok radikal telah menyusup hingga ke lingkungan pendidikan, menurutnya juga bukan hal yang baru dalam dunia studi terorisme. Ia menuturkan, hal ini bekaitan dengan kondisi energi dari kelompok radikal yang besar secara psikologis, serta memiliki daya tahan dan resiliens yang tinggi dalam mewujudkan misi jangka panjangnya.
Konsep Pentahelix ini menggunakan seluruh potensi nasional dalam membentuk kekuatan nasional melawan ideologi radikalisme dan terorisme. Pentahelix ini merangkul lima elemen bangsa, yakni kementerian/lembaga (pusat dan daerah), komunitas-komunitas (ormas, pelaku seni dan budaya),akademisi atau civitas akademika, dunia usaha (BUMN maupun swasta) dan media.
"Konsep (Pentahelix) ini, saya optimistis itu akan berjalan dan berhasil. Gagasannya sudah cukup dan sudah sebagaimana yang seharusnya," ujar Guru Besar Psikologi Politik dari Universitas Indonesia (UI), Prof Dr Hamdi Muluk di Depok dikutip Sabtu (26/2/2022).
Ia menilai, konsep Pentahelix memiliki banyak kelebihan. Di antaranya berperan menghubungkan kelima komponen penting tersebut di masyarakat dalam rangka pencegahan paham radikal terorisme. Hal tersebut diharapkan mampu mempersempit ruang gerak kelompok radikal terorisme.
"Jadi memang bagusnya lima komponen Pentahelix itu nyambung dan bisa bersinergi satu sama lain, sehingga ruang gerak dari kelompok radikal terorisme akan semakin sempit," jelasnya.
Hamdi mengamati pola pergerakan kelompok radikal terorisme yang kian masif masuk kedalam berbagai sektor vital seperti pemerintahan maupun lembaga pendidikan.
"Mereka ini militan, ekstrem dan totalitas selama 24 jam dalam seluruh aktivitasnya. Mereka menyusup dan berstrategi masuk ke berbagai lini, termasuk ke lembaga negara, organisasi masyarakat, lembaga pendidikandan sebagainya," jelasnya.
Fakta bahwa kelompok radikal telah menyusup hingga ke lingkungan pendidikan, menurutnya juga bukan hal yang baru dalam dunia studi terorisme. Ia menuturkan, hal ini bekaitan dengan kondisi energi dari kelompok radikal yang besar secara psikologis, serta memiliki daya tahan dan resiliens yang tinggi dalam mewujudkan misi jangka panjangnya.