Terbukti Bersalah Gelapkan Sabu Tangkapan 19 Kg, Danpal Polair Tanjung Balai Divonis Mati
loading...
A
A
A
TANJUNGBALAI - Kasus penggelapan hasil tangkapan barang haram jenis sabu sebanyak 19 kilogram yang melibatkan Komandan Kapal (Danpal) Polair Tanjung Balai, Tuharno sampai pada tahap pembacaan putusan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Balai. Dalam putusan perkara itu, terdakwa Tuharno divonis hukuman mati.
Dalam sidang yang diketuai oleh hakim Salomo Ginting, Tuharno dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Tuharno terbukti secara sah dan bersalah dengan bersama-sama melakukan pemufakatan jahat dalam perdagangan narkotika tanpa hak memiliki dan menjual narkotika golongan bukan tanaman. Dengan ini majelis hakim memutus dengan hukuman mati," sebut Hakim dalam sidang yang digelar di Ruang Cakra Kota Tanjungbalai, Kamis (10/2/2022).
Hal yang memberatkan, terdakwa menyalahgunakan wewenangnya sebagai polisi sehingga membuat masyarakat tidak percaya terhadap instansi Polri. "Sedangkan yang meringankan tidak ditemukan," tegas hakim.
Selain itu, Tuharno dikenakan dalam tindak pidana pencucian uang karena telah menikmati hasil penjualan narkotika hasil tangkapan tersebut.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rikardo Simanjuntak yang menuntut Tuharno dengan hukuman mati ini menyatakan sikap pikir-pikir. Sedangkan terdakwa langsung menyatakan banding. "Siap, banding yang mulia," kata Tuharno melalui video confrence.
Sementara, penasihat hukum terdakwa, Guntur Surya Darma saat dikonfirmasi mengaku putusan hakim tersebut tidak memperhatikan prikemanusiaan. "Bagi kami, putusan majelis hakim tersebut tidak adil bagi terdakwa. Karena fakta-fakta persidangan tidak dipertimbangkan," ujar Guntur.
Kasus ini bermula pada hari Rabu(19/5/2021). Saat itu terdakwa Syahril Napitupulu bersama dengan Khoirudin yang merupakan anggota Satuan Polisi Air (Polair) Polres Tanjungbalai menemukan kapal yang membawa Narkotika jenis sabu seberat 76 kilogram di perairan Tangkahan, Sei Lunang, Kecamatan Sei Kepayang Timur, Kabupaten Asahan yang dibawa oleh Hasanul Arifin dan Supandi di perbatasan Indonesia-Malaysia.
"Kemudian, Syahril Napitupulu melaporkan ke Kasat Polair Polres Tanjungbalai, Togap Sianturi dan langsung memerintahkan Tuharno, Juanda, Hendra, dan Jhon Erwin Sinulingga berangkat menuju lokasi kapal menggunakan kapal patroli Kamtibmas," ujar JPU.
Selanjutnya, Leonardo Aritonang, dan Sutikno menggunakan kapal lainnya menyusul untuk mengawal di lokasi penemuan."Sesampainya di lokasi, Syahril Napitupulu bersama dengan Khoirudin, Rizky Ardiansyah, Tuharno, Juanda, Hendra, Jhon Erwin Sinulingga, Leonardo Aritonang dan Sutikno menggiring kapal kaluk yang membawa sabu 76 kilogram menuju dermaga Polair Polres Tanjungbalai dengan cara ditarik," jelas JPU.
Di pertengahan jalan, Tuharno lompat ke kapal kaluk untuk mengambil satu buah goni yang berisikan 13 kilogram sabu dan di pindahkan ke kapal Babinkamtibmas dan disimpan di lemari bahan bakar minyak kapal.
"Selanjutnya, Tuharno dan Khoirudin sepakat untuk menyisihkan kembali sabu untuk dijual sebagai uang rusa (kibus). Kesepakatan diambil, dan kembali mengambil 6 kilogram sabu dari kapal kaluk dan disembunyikan di bawah kolong kursi depan," katanya.
Tuharno menghubungi Waryono selaku Kanit Narkoba Polres Tanjungbalai untuk menginformasikan bahwa ada temuan sabu.Selanjutnya, antara Waryono dan Tuharno sepakat untuk bertemu di dermaga Tangkahan Sangkot Kurnia, Desa Sei Nangka untuk menyerahkan sabu seberat enam kilometer kepda Waryono yang selanjutnya disimpan di semak-semak dekat Posko di Jalan Pendidikan, Kelurahan Pahang, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai.
Setelah itu, sisa 57 kilogram sabu dibawa ke Polres Tanjungbalai, untuk dilakukan penyidikan oleh satuan narkoba Polres Tanjungbalai. Baca juga: Nekat Berenang di Area Terlarang Pantai Barat Pangandaran, Wisatawan Hilang
"Selanjutnya, Waryono dengan Hendra Tua Harahap, Agung Sugiarto Putra, Rizky Ardiansyah, Joshua, dan Kuntoro bertemu. Waryono menghubungi Tele (DPO) untuk menjual sabu satu kilogram dengan harga Rp250 juta di belakang SMA 2 Jalan Pendidikan, Kelurahan Pahang, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai," jelasnya.
Satu jam kemudian, Agung menghubungi Boyot (DPO) dan menjual sabu seberat lima kilogram dengan harga Rp1 miliar dan disetujui oleh Waryono. Namun, Boyot baru membayar Rp600 juta kepada Agung dengan lima kali tahap.
Setelah berhasil menjual sabu, Tuharno dan Khoirudin, menyerahkan uang Rp100 juta kepada Syahril untuk uang rusa (Kibus). "Bahwa perbuatan tersangka yang telah menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan, menerima sabu tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang," kata Rikardo Simanjuntak.
Sebelumnya PN Tanjungbalai juga telah memvonis 11 oknum Polisi yang turut terlibat dalam penggelapan barang bukti sabu, dua diantaranya dihukum mati.
Dalam sidang yang diketuai oleh hakim Salomo Ginting, Tuharno dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 114 ayat (2) UU RI Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Tuharno terbukti secara sah dan bersalah dengan bersama-sama melakukan pemufakatan jahat dalam perdagangan narkotika tanpa hak memiliki dan menjual narkotika golongan bukan tanaman. Dengan ini majelis hakim memutus dengan hukuman mati," sebut Hakim dalam sidang yang digelar di Ruang Cakra Kota Tanjungbalai, Kamis (10/2/2022).
Hal yang memberatkan, terdakwa menyalahgunakan wewenangnya sebagai polisi sehingga membuat masyarakat tidak percaya terhadap instansi Polri. "Sedangkan yang meringankan tidak ditemukan," tegas hakim.
Selain itu, Tuharno dikenakan dalam tindak pidana pencucian uang karena telah menikmati hasil penjualan narkotika hasil tangkapan tersebut.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rikardo Simanjuntak yang menuntut Tuharno dengan hukuman mati ini menyatakan sikap pikir-pikir. Sedangkan terdakwa langsung menyatakan banding. "Siap, banding yang mulia," kata Tuharno melalui video confrence.
Sementara, penasihat hukum terdakwa, Guntur Surya Darma saat dikonfirmasi mengaku putusan hakim tersebut tidak memperhatikan prikemanusiaan. "Bagi kami, putusan majelis hakim tersebut tidak adil bagi terdakwa. Karena fakta-fakta persidangan tidak dipertimbangkan," ujar Guntur.
Kasus ini bermula pada hari Rabu(19/5/2021). Saat itu terdakwa Syahril Napitupulu bersama dengan Khoirudin yang merupakan anggota Satuan Polisi Air (Polair) Polres Tanjungbalai menemukan kapal yang membawa Narkotika jenis sabu seberat 76 kilogram di perairan Tangkahan, Sei Lunang, Kecamatan Sei Kepayang Timur, Kabupaten Asahan yang dibawa oleh Hasanul Arifin dan Supandi di perbatasan Indonesia-Malaysia.
"Kemudian, Syahril Napitupulu melaporkan ke Kasat Polair Polres Tanjungbalai, Togap Sianturi dan langsung memerintahkan Tuharno, Juanda, Hendra, dan Jhon Erwin Sinulingga berangkat menuju lokasi kapal menggunakan kapal patroli Kamtibmas," ujar JPU.
Selanjutnya, Leonardo Aritonang, dan Sutikno menggunakan kapal lainnya menyusul untuk mengawal di lokasi penemuan."Sesampainya di lokasi, Syahril Napitupulu bersama dengan Khoirudin, Rizky Ardiansyah, Tuharno, Juanda, Hendra, Jhon Erwin Sinulingga, Leonardo Aritonang dan Sutikno menggiring kapal kaluk yang membawa sabu 76 kilogram menuju dermaga Polair Polres Tanjungbalai dengan cara ditarik," jelas JPU.
Di pertengahan jalan, Tuharno lompat ke kapal kaluk untuk mengambil satu buah goni yang berisikan 13 kilogram sabu dan di pindahkan ke kapal Babinkamtibmas dan disimpan di lemari bahan bakar minyak kapal.
"Selanjutnya, Tuharno dan Khoirudin sepakat untuk menyisihkan kembali sabu untuk dijual sebagai uang rusa (kibus). Kesepakatan diambil, dan kembali mengambil 6 kilogram sabu dari kapal kaluk dan disembunyikan di bawah kolong kursi depan," katanya.
Tuharno menghubungi Waryono selaku Kanit Narkoba Polres Tanjungbalai untuk menginformasikan bahwa ada temuan sabu.Selanjutnya, antara Waryono dan Tuharno sepakat untuk bertemu di dermaga Tangkahan Sangkot Kurnia, Desa Sei Nangka untuk menyerahkan sabu seberat enam kilometer kepda Waryono yang selanjutnya disimpan di semak-semak dekat Posko di Jalan Pendidikan, Kelurahan Pahang, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai.
Setelah itu, sisa 57 kilogram sabu dibawa ke Polres Tanjungbalai, untuk dilakukan penyidikan oleh satuan narkoba Polres Tanjungbalai. Baca juga: Nekat Berenang di Area Terlarang Pantai Barat Pangandaran, Wisatawan Hilang
"Selanjutnya, Waryono dengan Hendra Tua Harahap, Agung Sugiarto Putra, Rizky Ardiansyah, Joshua, dan Kuntoro bertemu. Waryono menghubungi Tele (DPO) untuk menjual sabu satu kilogram dengan harga Rp250 juta di belakang SMA 2 Jalan Pendidikan, Kelurahan Pahang, Kecamatan Datuk Bandar, Kota Tanjungbalai," jelasnya.
Satu jam kemudian, Agung menghubungi Boyot (DPO) dan menjual sabu seberat lima kilogram dengan harga Rp1 miliar dan disetujui oleh Waryono. Namun, Boyot baru membayar Rp600 juta kepada Agung dengan lima kali tahap.
Setelah berhasil menjual sabu, Tuharno dan Khoirudin, menyerahkan uang Rp100 juta kepada Syahril untuk uang rusa (Kibus). "Bahwa perbuatan tersangka yang telah menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan, menerima sabu tidak memiliki izin dari pihak yang berwenang," kata Rikardo Simanjuntak.
Sebelumnya PN Tanjungbalai juga telah memvonis 11 oknum Polisi yang turut terlibat dalam penggelapan barang bukti sabu, dua diantaranya dihukum mati.
(don)