Regulasi Batal Digodok, Penanganan Pak Ogah di Makassar Tak Serius
loading...
A
A
A
MAKASSAR - DPRD bersama Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar batal menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perhubungan.
Padahal regulasi itu sempat masuk bersama 25 Ranperda lainnya pada Tahun Anggaran 2021 lalu.
Ranperda tentang Perhubungan disebut-sebut sebagai regulasi jitu yang mampu menangani Pak Ogah di sejumlah u-turn.
Sekretaris Komisi C Bidang Pembangunan DRPD Kota Makassar , Fasruddin Rusli mengatakan, batalnya Ranperda tersebut digodok lantaran naskah akademik tak kunjung disetor Pemkot Makassar.
"Belum jadi, dan usulan untuk kuota Prolegda (2022) sudah penuh," tutur legislator PPP ini.
Dia melanjutkan, meski batal didorong dalam dua tahun ini, Ranperda tersebut dipastikan akan kembali digodok pada tahun 2023 mendatang.
Sementara ini, solusi penanganan Pak Ogah di Kota Makassar adalah menambah personel Dinas Perhubungan. "Jangka pendek, Dishub harus tambah personel ini untuk atasi Pak Ogah," ucapnya.
Ahli Transportasi Publik, Prof Lambang Basri Said mengatakan keberadaan Pak Ogah ibarat pedang bermata ganda.
Di satu sisi, ada faktor ekonomi yang membuat mereka terpaksa turun ke jalan. Sementara keberadaan mereka juga dianggap mengganggu lalu lintas.
Menurutnya, untuk menuntaskan masalah memerlukan solusi komprehensif, seperti memberikan pelatihan keterampilan agar mereka tak kembali ke jalan.
"Negara luar, di Shanghai (Cina) misalnya itu orang tua, pengagguran memelihara infrastruktur di sekitar rumahnya, dan mereka diberi apresiasi (income) oleh pemerintahnya," tuturnya.
Meski demikian, pemerintah juga harus tegas dan sistematis dalam menangani mereka. Seyogyanya keberadaan Pak Ogah di kota metropolitan sekelas Makassar memang harus bersih, utamanya di jalan-jalan protokol strategis kota.
"Makassar ini kan ikon, jadi semestinya dilarang di jalan-jalan yang jalan ikon. Kayak di Pettarani itu masih ada. Kenapa masih ada padahal di situ perputaran sangat mulus," imbuhnya.
Menurutnya, kehadiran regulasi sangat penting untuk menuntaskan persoalan Pak Ogah. "Sangat perlu (regulasi), hanya saja ini perlu dilandasi dengan analisa akademik yang cukup. Harus dilihat betul-betul karakter realitas di bawah," ujarnya.
Selain itu, salah satu faktor disebut menjamurnya Pak Ogah adalah kebiasaan masyarakat yang memberi mereka tip.
Padahal regulasi itu sempat masuk bersama 25 Ranperda lainnya pada Tahun Anggaran 2021 lalu.
Ranperda tentang Perhubungan disebut-sebut sebagai regulasi jitu yang mampu menangani Pak Ogah di sejumlah u-turn.
Sekretaris Komisi C Bidang Pembangunan DRPD Kota Makassar , Fasruddin Rusli mengatakan, batalnya Ranperda tersebut digodok lantaran naskah akademik tak kunjung disetor Pemkot Makassar.
"Belum jadi, dan usulan untuk kuota Prolegda (2022) sudah penuh," tutur legislator PPP ini.
Dia melanjutkan, meski batal didorong dalam dua tahun ini, Ranperda tersebut dipastikan akan kembali digodok pada tahun 2023 mendatang.
Sementara ini, solusi penanganan Pak Ogah di Kota Makassar adalah menambah personel Dinas Perhubungan. "Jangka pendek, Dishub harus tambah personel ini untuk atasi Pak Ogah," ucapnya.
Ahli Transportasi Publik, Prof Lambang Basri Said mengatakan keberadaan Pak Ogah ibarat pedang bermata ganda.
Di satu sisi, ada faktor ekonomi yang membuat mereka terpaksa turun ke jalan. Sementara keberadaan mereka juga dianggap mengganggu lalu lintas.
Menurutnya, untuk menuntaskan masalah memerlukan solusi komprehensif, seperti memberikan pelatihan keterampilan agar mereka tak kembali ke jalan.
"Negara luar, di Shanghai (Cina) misalnya itu orang tua, pengagguran memelihara infrastruktur di sekitar rumahnya, dan mereka diberi apresiasi (income) oleh pemerintahnya," tuturnya.
Meski demikian, pemerintah juga harus tegas dan sistematis dalam menangani mereka. Seyogyanya keberadaan Pak Ogah di kota metropolitan sekelas Makassar memang harus bersih, utamanya di jalan-jalan protokol strategis kota.
"Makassar ini kan ikon, jadi semestinya dilarang di jalan-jalan yang jalan ikon. Kayak di Pettarani itu masih ada. Kenapa masih ada padahal di situ perputaran sangat mulus," imbuhnya.
Menurutnya, kehadiran regulasi sangat penting untuk menuntaskan persoalan Pak Ogah. "Sangat perlu (regulasi), hanya saja ini perlu dilandasi dengan analisa akademik yang cukup. Harus dilihat betul-betul karakter realitas di bawah," ujarnya.
Selain itu, salah satu faktor disebut menjamurnya Pak Ogah adalah kebiasaan masyarakat yang memberi mereka tip.
(agn)