Seperti Nabi Musa, Bayi Sunan Giri Dibuang ke Laut oleh Raja Blambangan

Selasa, 25 Januari 2022 - 05:35 WIB
loading...
Seperti Nabi Musa, Bayi Sunan Giri Dibuang ke Laut oleh Raja Blambangan
Pesantren Giri. Foto: Istimewa
A A A
SUNAN Giri adalah Wali Sanga yang mendirikan Kerajaan Giri Kedaton yang berkedudukan di Gresik, Jawa Timur. Dia memiliki sejumlah nama, Raden Paku, Prabu Satmata, Sultan Abdul Faqih, Raden Ainul Yaqin, dan Joko Samudro.

Sunan Giri lahir di Blambangan, pada 1442. Dalam beberapa naskah babad disebutkan bahwa Sunan Giri merupakan putra dari Maulana Ishaq dengan putri Menak Sembunyu, penguasa Blambangan, yang bernama Dewi Sekardadu.

Dengan demikian, Sunan Giri merupakan keponakan Sunan Gresik dan cucu dari Maulana Jumadil Kubra.



Cerita tentang Sunan Giri saat dibuang waktu bayi memiliki dua versi. Cerita Pagi hari ini akan mengulas kisah dramatis tersebut. Pada versi pertama disebutkan alasan Sunan Giri dibuang ke laut, karena dianggap wabah bagi Blambangan.

Sedang pada versi yang kedua disebutkan, bahwa alasan Sunan Giri dibuang ke laut saat masih kecil, karena adanya ketidaksetujuan dua patih Blambangan atas perkawinan antara Maulana Ishaq dengan Sewi Sekardadu.

Kedua patih itu lalu memasukkan Sunan Giri ke dalam peti dan membuangnya ke laut dengan cara dihanyutkan.



Dari dua versi itu, yang paling sering diceritakan adalah yang pertama. Dikisahkan bahwa putri Raja Blambangan, Dewi Sekardadu sedang sakit dan raja membuat sandiwara, untuk menyembuhkan penyakit putrinya itu.

Sayembara itu menyebutkan, bahwa barang siapa yang mampu menyembuhkan putri Dewi Sekardadu, maka akan diangkat sebagai menantu Raja dan akan mendapatkan hadiah separuh dari Kerajaan Blambangan.

Singkat cerita, yang berhasil menyembuhkan sakit Dewi Sekardadu adalah Maulana Ishaq. Tetapi, tujuan utama Maulana Ishaq bukan hanya semata-mata untuk memenangkan sayembara. Namun juga menyebarkan agama Islam.



Konflik dengan raja terjadi saat Maulana Ishaq meminta Raja untuk memeluk agama Islam. Dia menolak dan dengan marah mengancam akan membunuh Maulana Ishaq. Konflik ini tidak terpecahkan.

Maulana Ishaq lalu memilih pergi meninggalkan Blambangan dan istrinya Dewi Sekardadu yang sedang hamil tua.

Saat ditinggal Maulana Ishaq, Blambangan ditimpa bencana kekeringan dan kelaparan. Raja menganggap bencana itu disebabkan bayi yang sedang dikandung putrinya. Maka, setelah dilahirkan Raja meminta bayi itu dibuang ke laut.



Kisah Sunan Giri dibuang ke laut ini mirip cerita Nabi Musa yang terdapat dalam Surah XX Alquran dan juga kitab Injil.

Setelah dimasukkan ke dalam peti dan dibuang kelut, bayi Sunan Giri diselamatkan oleh awak kapal bernama Sabar dan Sobir. Bayi itu lalu dibawa ke Gresik dan diangkat anak oleh saudagar wanita bernama Nyai Gede Pinatih.

Saat dewasa, Sunan Giri dibawa ke Ampel Denta untuk berguru kepada Sunan Ampel. Di sini, Sunan Giri dikenal sebagai Joko Samudro dan menjadi saudara seperguruan Sunan Bonang. Setelah dewasa, Sunan Giri mengikuti jejak ayahnya.



Dia ikut menyebarkan agama Islam dan dikenal karena strategi dakwahnya. Ada tiga strategi dakwah Sunan Giri, yakni pendidikan, budaya, dan politik. Dalam hal pendidikan, dia mendirikan pondok pesantren bernama Pesantren Giri.

Pondok pesantren itu didirikan di sebuah bukit di Desa Sidomukti, Kebomas. Sejak itu, Joko Samudro dikenal Sunan Giri.

Melalui Pesantren Giri ini, Sunan Giri akhirnya menyebarkan agama Islam. Dia mendidik santri-santrinya yang tersebar luas hingga Madura, Lombok, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku, untuk ikut menyebarkan agama Islam.



Pengaruhnya sangat besar, hingga Pesantren Giri itu berubah menjadi sebuah kerajaan kecil bernama Giri Kedaton.

Kerajaan Giri Kedaton ini menguasai wilayah Gresik dan sekitarnya hingga beberapa genarasi sampai akhirnya tumbang oleh Sultan Agung dari Mataram Islam. Selain melalui pendidikan, Sunan Giri menyebarkan Islam dengan kebudayaan.

Dia mendatangi langsung warga, mengajak mereka berkumpul dalam satu acara selamatan, upacara dan sebagainya. Kemudian juga lewat seni pertunjukan, nyanyi-nyanyian. Melalui cara ini, Islam dapat diterima di Jawa.



Selain itu, Sunan Giri juga mengajarkan Islam lewat politik. Sebagai Raja di wilayah itu, Sunan Giri memiliki kewenangan yang tidak terbatas. Sunan Giri mangkat, pada 913 H atau 1506 Masehi di sebuah bukit di Giri.

Sampai di sini ulasan singkat Cerita Pagi diakhiri, semoga memberikan manfaat bagi pembaca. Penulis menerima masukan dan saran, untuk penyempurnaan tulisan ini.

Sumber tulisan:
1. M. Bambang Pranowo, Memahami Islam Jawa, Kerja sama Pustaka Alvabet dan Indonesian Institute for Society Empowerment (INSEP), 2009.
2. Merle Calvin Ricklefs, Moh. Sidik Nugraha, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Serambi Ilmu Semesta, 2008.
3. Rizem Aizid, Sejarah Islam Nusantara, Diva Press, 2016.
(hsk)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1245 seconds (0.1#10.140)