Ramalan Sunan Giri dan Penaklukkan Mataram Atas Kesultanan Pajang
loading...
A
A
A
GRESIK - Ramalan Sunan Giri mencoba diimplementasikan oleh Senopati Sutawijaya, pemimpin Kerajaan Mataram. Mengingat sebelum kerajaan besar Mataram Islam adalah bagian dari Kerajaan Pajang.
Saat itu Mataram di bawah kekuasaan Pajang masih dipimpin oleh Ki Pamanahan. Namun setelah Mataram berada di bawah pimpinan Senopati Sutawijaya, Mataram mengalami penguatan terutama di bidang kemiliteran.
Hal ini membuat Mataram mulai menunjukkan pembangkangan kepada Kerajaan Pajang. Salah satu cara pembangkangan yakni tidak bersedianya Senopati Sutawijaya untuk menghadap ke Pajang. Hal ini merupakan suatu pengaruh dari sang ayah Ki Pamanahan, yang merupakan ayah kandung Senopati Sutawijaya.
Kompleks Makam Sunan Giri di Gresik, Jawa Timur. Foto/Dok.SINDOnews
Dikisahkan pada buku "Tuah Mataram: Dari Panembahan Senopati Sampai Amangkurat II" tulisan Peri Mardiyono, Sunan Giri pernah meramalkan dan memberitahu kepada Ki Ageng Pamanahan, bakal ada kerajaan besar yang dipimpin oleh anak turunnya. Rupayanya ramalan ini mencoba ditularkan oleh Ki Pamanahan kepada para anaknya itu.
Ki Pamanahan meyakinkan anak turunnya kelak akan menjadi raja-raja besar di Jawa. Hal ini membuat doktrin sang ayah menancap di hati Senopati Sutawijaya dengan merancang Kerajaan Mataram sebagai kerajaan dengan dirinya sebagai raja pertamanya. Pesan ini akhirnya mendorong Senopati Sutawijaya sangat semangat mewujudkan impiannya untuk membangun Mataram sebagai sebuah kerajaan.
Saat dipimpin oleh Sutawijaya inilah Mataram mulai berkembang pesat. Kampung yang baru itu dalam waktu relatif singkat banyak didatangi orang. Mereka banyak yang berumah di kampung baru tersebut, sehingga Mataram yang awalnya hanya hutan. Kemudian berkembang menjadi sebuah kota, karena perkembangan ini Senopati Sutawijaya sebagai pemimpin Mataram, memerintahkan rakyatnya untuk mencetak batu bata sebagai bahan membuat benteng. Benteng inilah yang hendak dijadikan perisai Kota Mataram.
Kesibukannya inilah yang membuat Senopati Sutawijaya selama satu tahun tak juga menghadap ke Pajang, sebagaimana yang ia janjikan di hadapan Sultan Hadiwijaya, pemimpin Kerajaan Pajang. Ia sengaja tidak menghadap ke Pajang, karena memang tak ada niatan menghadap, kendati selalu diingatkan oleh pamannya Ki Juru Martani.
Saat itu Mataram di bawah kekuasaan Pajang masih dipimpin oleh Ki Pamanahan. Namun setelah Mataram berada di bawah pimpinan Senopati Sutawijaya, Mataram mengalami penguatan terutama di bidang kemiliteran.
Hal ini membuat Mataram mulai menunjukkan pembangkangan kepada Kerajaan Pajang. Salah satu cara pembangkangan yakni tidak bersedianya Senopati Sutawijaya untuk menghadap ke Pajang. Hal ini merupakan suatu pengaruh dari sang ayah Ki Pamanahan, yang merupakan ayah kandung Senopati Sutawijaya.
Kompleks Makam Sunan Giri di Gresik, Jawa Timur. Foto/Dok.SINDOnews
Dikisahkan pada buku "Tuah Mataram: Dari Panembahan Senopati Sampai Amangkurat II" tulisan Peri Mardiyono, Sunan Giri pernah meramalkan dan memberitahu kepada Ki Ageng Pamanahan, bakal ada kerajaan besar yang dipimpin oleh anak turunnya. Rupayanya ramalan ini mencoba ditularkan oleh Ki Pamanahan kepada para anaknya itu.
Ki Pamanahan meyakinkan anak turunnya kelak akan menjadi raja-raja besar di Jawa. Hal ini membuat doktrin sang ayah menancap di hati Senopati Sutawijaya dengan merancang Kerajaan Mataram sebagai kerajaan dengan dirinya sebagai raja pertamanya. Pesan ini akhirnya mendorong Senopati Sutawijaya sangat semangat mewujudkan impiannya untuk membangun Mataram sebagai sebuah kerajaan.
Saat dipimpin oleh Sutawijaya inilah Mataram mulai berkembang pesat. Kampung yang baru itu dalam waktu relatif singkat banyak didatangi orang. Mereka banyak yang berumah di kampung baru tersebut, sehingga Mataram yang awalnya hanya hutan. Kemudian berkembang menjadi sebuah kota, karena perkembangan ini Senopati Sutawijaya sebagai pemimpin Mataram, memerintahkan rakyatnya untuk mencetak batu bata sebagai bahan membuat benteng. Benteng inilah yang hendak dijadikan perisai Kota Mataram.
Kesibukannya inilah yang membuat Senopati Sutawijaya selama satu tahun tak juga menghadap ke Pajang, sebagaimana yang ia janjikan di hadapan Sultan Hadiwijaya, pemimpin Kerajaan Pajang. Ia sengaja tidak menghadap ke Pajang, karena memang tak ada niatan menghadap, kendati selalu diingatkan oleh pamannya Ki Juru Martani.